Cari Berita

Breaking News

Mengenal Aktor-Aktor dalam Pilkada

INILAMPUNG
Kamis, 28 Januari 2021

Ilustrasi pemilu (medcom.id)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) merupakan kontestasi lima tahunan dalam rangka menyeleksi pemimpin daerah yang diharapkan mampu mengubah kondisi kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. 

Pelaksanaan Pilkada merupakan amanah yang tidak terhindarkan karena diinstruksikan oleh negara melalui Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. 

Pelaksanaannya pun melibatkan beberapa pihak yang posisinya dinilai sangat strategis karena tanpa kehadirannya tentu saja Pilkada tidak akan dapat terlaksana dengan baik dan kompetitif.

Penyelenggara Pilkada

Penyelenggara Pilkada terdiri dari 3 (tiga) institusi yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). 

KPU memiliki jajaran di daerah secara berjenjang yang terdiri dari KPU/KIP Provinsi, KPU/KIP Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bawaslu memiliki jajaran secara berjenjang di daerah yang terdiri dari Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kecamatan, Panwaslu Kelurahan, Panitia Tempat Pemungutan Suara (PTPS). 

Sedangkan DKPP di daerah hanya memiliki jajaran di tingkat Provinsi yang disebut dengan Tim Pemeriksa Daerah (TPD). Masing-masing institusi tentu saja mempunyai tugas dan wewenang, serta kewajiban yang berbeda-beda. KPU dan jajarannya secara umum adalah melaksanakan tahapan-tahapan teknis Pilkada, mulai dari rekruitmen Panitia Adhoc, pemutakhiran data, pencalonan dan penetapan calon, logistik/perlengkapan kampanye, logistik/perlengkapan pemilihan dan pendistribusiannya, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi suara, sampai dengan penetapan hasil pemilihan. 

Oleh karenanya merekalah yang diberikan tugas untuk menyusun suatu aturan terkait dengan tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pilkada. Bawaslu dan jajarannya  bertugas dan berwenang untuk melaksanakan pengawasan atas tahapan-tahapan teknis yang dilaksanakan oleh KPU dan jajarannya, sedangkan DKPP adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk mengadili aspek etika penyelenggara Pemilihan yang diduga melanggar kode etik dan kode perilaku. 

Ketiga lembaga tersebut dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada.

Peserta Pilkada

Peserta Pilkada terdiri dari Partai Politik, Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon. Tentu mereka memiliki perangkat teknis di lapangan seperti Tim Kampanye, Relawan, Pihak Lain, Penghubung Pasangan Calon, dan Petugas Kampanye. 

Sebagaimana diatur di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Pasal 1 didefinisikan pengertian-pengertian terkait dengan peserta Pilkada tersebut. 

Partai Politik adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilihan Umum anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. 

Gabungan Partai Politik adalah gabungan dua atau lebih partai politik nasional, atau gabungan partai politik lokal atau gabungan partai politik nasional dan partai politik lokal peserta Pemilihan Umum anggota DPR, DPRD, yang secara bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. 

Pasangan Calon adalah bakal Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai peserta Pemilihan.

Sementara itu, Tim Kampanye adalah tim yang dibentuk oleh Pasangan Calon bersama-sama dengan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon atau oleh Pasangan Calon perseorangan yang didaftarkan ke KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. Tim Kampanye dan Penghubung Pasangan Calon didaftarkan dengan menggunakan Formulir Model BC1-KWK.

Pihak Lain adalah orang-seorang atau kelompok yang melakukan kegiatan Kampanye untuk mendukung Pasangan Calon. Relawan adalah kelompok orang yang melakukan kegiatan/aktivitas untuk mendukung Pasangan Calon tertentu secara sukarela dalam Pemilihan. Pihak Lain dan/atau Relawan didaftarkan atau mendaftarkan diri kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir Model BC3-KWK dan/atau Formulir BC5-KWK. 

Penghubung Pasangan Calon adalah tim yang ditugaskan oleh Pasangan Calon untuk menjadi penghubung atau membangun komunikasi antara Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dengan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. 

Petugas Kampanye adalah seluruh petugas yang memfasilitasi penyelenggaraan Kampanye yang dibentuk oleh Tim Kampanye dan didaftarkan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sesuai tingkatannya dengan menggunakan Formulir Model BC2-KWK. 

Pendaftaran perangkat lapangan yang dimiliki oleh Partai Politik, Gabungan Partai Politik maupun Pasangan Calon kepada penyelenggara ditujukan agar kontestasi Pillkada dapat terlaksana dengan tertib, kompetitif, dan sportif dalam rangka mendorong dan menciptakan situasi dan iklim politik lokal yang kondusif karena akan lebih memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum Pilkada.

Pemilih dalam Pilkada

Pilkada sebenarnya adalah prosedur dalam pergantian kekuasaan dari berbagai macam prosedur pemilihan kepala daerah yang banyak dikenal. Yang terpenting adalah bagaimana nasib kebijakan publik ke depan, apakah ada dialog dan ruang publik untuk mempertemukan kepentingan rakyat dan pemerintah. Dan, substansi inilah yang lebih ditekankan sebagai penerapan dari demokratisasi. 

Pemilih dalam Pilkada saat ini memiliki peranan politik dan strategis yang sangat signifikan. Ini juga berarti calon/kandidat tidak akan mudah mempengaruhi atau bahkan mendoktrin pemilih dengan program-program dan janji-janjinya di saat kampanye. 

Pemilih sebagai subyek jangan melulu dianggap sebagai angka-angka dalam matematika politik. Posisi dan peranan pemilih lebih menentukan dibanding para "aktor" Pilkada lainnya seperti calon/kandidat (partai politik/perseorangan), kelompok kepentingan, kelompok penekan, media massa atau bahkan uang. 

Pemilih berdasarkan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota diartikan penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan. 

Pemilih memiliki syarat-syarat sebagai berikut : (a) genap berumur 17 (tujuh) belas tahun atau lebih pada hari pemungutan suara atau sudah/pernah kawin; (b) tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; (c) berdomisili di daerah Pemilihan yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El); (d) dalam hal tidak memiliki KTP-El, dapat menggunakan Surat Keterangan yang diterbitkan dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat; dan (e) tidak sedang menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sinergisitas Antar Aktor Pilkada

Pilkada merupakan hasil “kerja bersama”, bukan hanya penyelenggara melainkan juga lembaga terkait lainnya yang dapat mendukung kondusivitas penyelenggaraan Pilkada. Oleh karenanya, semangat penyelenggaraan Pilkada harus dibangun diatas pilar-pilar kemitraan stakeholders. 

Kemitraan yang dibangun harus menjunjung prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Hal ini mengingat bahwa kemitraan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dengan tetap memegang dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Sementara itu, penyelenggara Pilkada secara kelembagaan dan individual, harus mampu untuk mengelola dan menjalankan teknik penyelenggaraan dan pengawasan secara profesional dan menerapkan pola manajemen modern dan demokratis yang mengisyaratkan terjadinya konektivitas dan sinergisitas secara integral antara kepedulian masyarakat, menjaga keseimbangan dan kondusivitas lingkungan sosial politik serta upaya dalam mencapai kepercayaan publik terhadap kualitas proses dan hasil Pilkada, dengan alasan bahwa hal tersebutlah yang akan menjawab persoalan-persoalan Pilkada langsung yang sangat kompleks dari masa persiapan, pelaksanaan serta evaluasi. 

Penyelenggara Pilkada harus mampu merefleksikan dan menciptakan upaya pemahaman melalui voters and civic education sehingga dapat tercipta saling pengertian (mutual understanding) di antara stakeholders (Pemerintah Pusat/Daerah, Bawaslu, KPU, partai politik, dan elemen-elemen masyarakat lainnya) yang bersentuhan dengan Pilkada.(*)


Anam Alamsyah S.I.P
Direktur Eksekutif
Perkumpulan Masyarakat untuk Demokrasi Berkemajuan (PERMADEMA)

LIPSUS