Cari Berita

Breaking News

Amnesti Penarkoba; Kenapa Tidak..!

INILAMPUNG
Senin, 02 Desember 2019

Ilustrasi (ist)
Oleh: Dalem Tehang

BILA selama ini Polda Lampung beserta jajaran dan BNN Lampung berikut semua perangkatnya bekerja serius memberantas peredaran narkoba, amat dapat dipahami. Diakui atau tidak, wilayah Lampung memang sudah masuk kategori darurat narkoba.

Tidak perlu kita mencari data begitu seriusnya persoalan peredaran narkoba di Lampung. Cukup dilihat saja di Rutan Mapolresta Bandar Lampung misalnya, dari 10 sel yang ada, kini 6 diantararanya khusus untuk menampung penarkoba. Baik pengedar maupun penggunanya. Belum lagi di sel khusus narkoba yang ada di gedung Mapolresta. Selalu penuh sesak dengan penarkoba yang baru tertangkap dan masih dalam pengembangan aparat.

Isi 6 sel khusus penarkoba dari 10 yang ada di Rutan Mapolresta Bandar Lampung pun, bisa dibilang over kapasitas. Ruangan ukuran sekitar 4 x 8 m2 itu harus ditempati 15 sampai 20 orang. Bisa dibayangkan bagaimana situasinya.

Itu baru yang di Rutan Mapolresta, belum yang di Polsek-Polsek. Maupun di jajaran Polda Lampung secara umum.

Pun di Rutan Kelas 1 Bandar Lampung, Wayhui. Dari sekitar 1.290 orang penghuninya saat ini, tidak kurang dari 70%-nya tersangkut kasus narkoba. Setelah putus hukuman, akan dialihkan ke Rutan Khusus Narkoba, yang kini diisi sekitar 3.500-an tahanan.

Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP), dari sekitar 500 penghuninya, tidak kurang dari 300 orang harus mendekam di sel karena kasus narkoba pula. Ditambah di Lapas Rajabasa, diestimasi penarkoba yang tengah menjalani hukuman badan di rutan yang ada di Bandar Lampung saja tidak kurang dari 6.000-an orang.

Itu baru yang ditahan di Bandar Lampung, belum yang ada di lapas-lapas lain di berbagai kabupaten.

Ide brilian Menkumham Yasonna Laoly saat raker dengan Komisi III DPR, Kamis (28/11) silam, layak disahuti dengan positif. Meski menggunakan alasan terjadi overcrowding terhadap penghuni lapas, politisi PDIP ini melontarkan ide perlunya diberikan amnesti massal bagi pengguna narkoba.
Menurut dia, diperlukan pergeseran pandangan dalam menyikapi persoalan pengguna narkoba, dari criminal problem ke health problem.

Gagasan Menkumham Yasonna Laoly ini selayaknya disambut positif, dan jajaran penegak hukum terkait perlu seirama, baik dalam reformasi aturannya nanti, maupun praktik di lapangan. 

Tentu, harus dibuat aturan-aturan baru untuk mewujudkan amnesti massal pengguna narkoba ini. Agaŕ tidak terjadi praktik yang salah di lapangan. Pengetatan kriteria pengguna, pengedar dan bandar harus lebih dipertegas. Pun ketentuan untuk mendapatkan amnesti.

Kenyataan di lapangan, banyak orang disangkakan dan didakwakan sebagai pengguna alias penarkoba, hanya karena petugas menemukan pirek di meja meski tanpa ada zat adiktif sedikit pun. Tak jarang pula yang dijebak dengan BB Siluman.

Hendaknya, petugas di lapangan pun tidak sekadar mengejar target jumlah penangkapan yang dibebankan sang atasan. Namun benar-benar berpegang pada ketentuan yang berlaku.

Sejatinya, pemberian amnesti massal bagi penarkoba memang amat layak direalisasikan. Meski begitu banyak aturan yang harus direformasi sekaligus mereformasi mental petugas yang bersentuhan dengan penegakan hukum di bidang ini.

Persoalannya; sudah siapkah kita semua mereformasi mental sebagaimana yang selalu digelorakan Presiden Jokowi? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. (*)


*)   Dalem Tehang
**) Jurnalis, dan Pemerhati Sosial Budaya di Bandar Lampung

LIPSUS