Cari Berita

Breaking News

GMNI: Usut Tuntas Kasus PAW Politisi PDI-P

INILAMPUNG
Sabtu, 11 Januari 2020

INILAMPUNG.COM - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia mendukung pengusutan tuntas kasus dugaan suap dalam proses pengajuan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari PDI-P yang melibatkan komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan dan politisi PDI-P, Harun Masiku. 

Seluruh pihak yang terlibat mesti ditindak tegas dan tidak pandang bulu.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi, di Jakarta, Sabtu (11/1/2020), menyayangkan korupsi yang melibatkan penyelenggara pemilu.

”Ini merupakan catatan buruk dalam demokrasi kita. Kami berharap semua pihak yang terlibat ditindak tegas secara hukum,” katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka dalam perkara tersebut. Di antaranya, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, anggota staf Sekretariat PDI-P Saeful, dan politisi PDI-P Harun Masiku.

Harun yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) PDI-P pada Pemilu 2019 dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I diduga menyuap Wahyu agar bisa masuk ke Senayan melalui mekanisme PAW. PAW memungkinkan dilakukan karena peraih suara terbanyak di dapil itu, Nazarudin Kiemas, meninggal.

Harun diduga menyuap Wahyu yang merupakan alumni GMNI melalui perantaraan Saeful. Adapun nama Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto ikut terseret masuk dalam pusaran kasus karena Saeful merupakan stafnya.

Imanuel, sebagai bagian dari korps GMNI, mengaku prihatin terhadap kasus yang melibatkan alumni. Sebab, selama tergabung dalam GMNI tak pernah diajarkan melakukan perbuatan tak terpuji, termasuk korupsi. Oleh karena itu, GMNI tetap mendukung proses hukum, sekalipun itu terjadi pada alumni yang dikenal baik secara pribadi.

“Kami berharap beliau dan keluarga tetap tabah menghadapi situasi ini,” katanya.

”Jika ada tindakan (pelanggaran hukum) dari oknum tertentu, itu tidak pernah diajarkan di GMNI. Dalam pengaderan, kami selalu membahas bahwa korupsi adalah permasalahan bangsa,” katanya.

Organisasi juga berkomitmen untuk mengawal demokrasi dan proses pemilu yang bersih. Salah satunya dibuktikan dengan ikut menjadi pengawas pada Pemilu 2019.

Selain itu, Imanuel menekankan, GMNI juga bukan bagian dari PDI-P. Sebelumnya, dalam artikel ”Utak-atik Kursi Berujung Korupsi”, Kompas membuat kekeliruan dengan menyatakan bahwa GMNI merupakan organisasi sayap dari PDI-P.

”GMNI merupakan organisasi mahasiswa yang merdeka dan independen, bukan onderbouw dari partai politik mana pun, dan bebas dari intervensi pihak mana pun. Hal ini telah tertulis jelas dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) GMNI,” kata Imanuel.

Ia menambahkan, GMNI dilahirkan dari peleburan tiga organisasi mahasiswa yang berasaskan marhaenisme ajaran Presiden Pertama RI Soekarno. Ketiga organisasi itu adalah Gerakan Mahasiswa Marhaenis yang berpusat di Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka di Surabaya, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia di Jakarta.

Kongres I GMNI digelar pada 23 Maret 1954 atas persetujuan Presiden Soekarno. Dalam kongres tersebut, SM Hadiprabowo ditetapkan sebagai ketua pertama GMNI. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai hari kelahiran organisasi.(kom/inilampung)

LIPSUS