Cari Berita

Breaking News

Komisaris Utama PTPN VII Ingatkan Soal Pengawasan

INILAMPUNG
Kamis, 30 Januari 2020

Agus Pakpahan dan Muhammad Hanugroho dalam acara Penguatan Satuan Pengawas Internal di PTPN VII. Foto. Ist.

BANDAR LAMPUNG---Komisaris Utama PTPN VII Agus Pakpahan mengingatkan soal pengendalian pengawasan internal perusahaan.

Di hadapan direksi dan pimpinan unit PTPN VII, Profesor Riset Ilmu Agro Ekonomi, itu mengatakan, kultur kerja yang kuat dengan tata kelola yang baik tidak membutuhkan pengawasan khusus dari suatu institusi atau bagian khusus.

Agus mengungkapkan, pada manajemen yang sudah berjalan dengan sistem yang terintegrasi, hampir tidak ada data pergerakan setiap elemen dalam perusahaan itu yang tidak tercatat.

Dengan demikian, setiap ada penyimpangan yang terjadi, sistem akan mengirim peringatan dini. Kemudian, setiap anggota dalam sistem tersebut akan mengetahui dan segera memperbaiki diri.

Pernyataan itu disampaikan pada acara Penguatan Satuan Pengawas Internal (SPI) sebagai Mitra Manajemen PTPN VII untuk Mencapai Kinerja Prima, Kamis (29/1/20) di Kantor Direksi PTPN VII.

Turut hadir, Direktur Utama PTPN VII Muhammad Hanugroho, Direktur Komersil Achmad Sudarto, Kabag SPI Agus Faroni, para kabag, manajer, dan unsur pimpinan perusahaan.

Dalam konteks PTPN VII, Agus Pakpahan meminta semua elemen, dimulai dari individu, untuk menjadi bagian dari terbentuknya tata kelola perusahaan yang baik. Ia menyebut, tata kelola yang baik itu harus menjadi budaya perusahaan (corporate culture) yang pada muaranya akan menjalankan sistem tanpa pengawasan khusus.

“Jika budaya kerja kita sudah berjalan dengan baik, sebenarnya kita tidak butuh lagi SPI dan tim auditor lainnya. Sebab, dalam nilai budaya kerja yang ideal, pengawasan itu sudah melekat di dalam diri setiap individu. Jadi, kita bekerja sekaligus mengawasi hasil pekerjaan kita sendiri,” kata Guru Besar Pertanian di IPB ini.

Sementara itu, Muhammad Hanugroho meminta SPI di PTPN VII menjadi mitra yang berada di garis depan pengendalian manajemen. Ia mengharapkan SPI sebagai instrumen early warning system yang peka terhadap adanya indikasi-indikasi penyimpangan dari semua lini.

“Sebagai early warning system, ia bekerja dengan kepekaan yang tinggi sehingga setiap kali menangkap ada sinyal ketidakberesan, langsung memberi peringatan. Peringatan yang dimaksud bukan sanksi apalagi punishment, tetapi mengingatkan agar tidak terjadi yang tidak diinginkan,” kata dia.

Oho, sapaan akrab Hanugroho, juga mengingatkan kepada seluruh unsur pimpinan unit untuk terus memperbaiki kinerja dengan sistem yang berlaku. Jika akan mengambil kebijakan yang diperkirakan akan menimbulkan masalah, kata dia, sebaiknya segera berkonsultasi dengan auditor, dalam hal ini Bagian SPI.

Meskipun demikian, Oho mendorong semua unsur pimpinan unit untuk mengambil keputusan dan kebijakan dengan cepat dan tepat. Keberadaan SPI sebagai suatu sistem pengendalian dan pengawasan tidak boleh mengurangi kreativitas dan inovasi untuk kemajuan dan percepatan suatu kebijakan.

“SPI jangan menjadi penghalang bagi kita untuk bergerak cepat, tepat, dan kreatif. Dalam kaitan ini, sebagai satu kesatuan sistem, jika ada sesuatu kebijakan baru dan kreatif dari salah satu sistem itu, SPI juga harus peka mengawal dan mendampingi. Dia harus menjadi konsultan program,” kata dia.

Sementra Harapan Nainggolan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung, yang diundang pada acara itu, mengatakan manajemen PTPN VII yang telah menggunakan aplikasi sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dinilai telah melakukan proses adminsitrasinya dengan baik.

Namun demikian, kata dia, fungsi pengawasan masih tetap harus dikuatkan seiring canggihnya sistem. (rls/inilampung.com).

LIPSUS