Cari Berita

Breaking News

Konflik Natuna, Ini Penyelesaiannya Menurut Azis Syamsuddin

Senin, 06 Januari 2020

INILAMPUNG.COM - Laut Natuna kembali menjadi sumber konflik antara Indonesia dengan China. Konflik dipicu masuknya kapal nelayan dan Coast Guard milik China ke Laut Natuna tanpa izin.

Namun, Pemerintah China bersikukuh negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menyebut kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati. Tidak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia.

"Tindakan tegas yang dilakukan TNI Angkatan Laut dengan mengusir kapal Cina sudah tepat. Sebab, secara hukum Internasional, tindakan Cina salah," kata Azis, Minggu (5/1/2020)

Sahkan Nama Laut Natuna
Agar permasalahan tersebut tidak kembali terulang, dirinya meminta pemerintah untuk mendorong nama lautan Natuna secepatnya. Karena, perjanjian batas wilayah di Natuna sudah rampung sejak tahun 2017.

Hal itu juga agar tidak terjadi di kemudian hari dengan dua negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura. Karena posisi geografis provinsi Kepulauan Riau terbilang sangat krusial, yang mana berbatasan langsung dengan dua negara itu. Rawan menimbulkan sengketa dikemudian hari.

Azis melanjutkan, tindakan pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri sudah tepat, Retno Marsudi menegaskan penolakannya atas klaim historis Cina di zona ekonomi eksklusif Indonesia yang terletak dekat perairan Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

"Tinggal bagaimana menggiring opini internasional agar negara-negara adidaya seperti AS dan Cina menghentikan tindakan unilateralisme. Karena ini berpotensi menjatuhkan supremasi hukum internasional dan bisa menyeret sistem global dalam bentuk anarki internasional," jelas politisi Golkar itu.

Multi-track Diplomacy
Bukan hanya terhadap Cina, Azis mendorong pemerintah untuk segera melakukan upaya multi-track diplomacy. Di level bilateral, segera tuntaskan perjanjian batas wilayah laut dengan negara-negara terkait di Kawasan utara Indonesia, khususnya dengan Laut Natuna dan selat Sulawesi, dengan Filipina dan Malaysia.

"Tingkatkan frekuensi penjagaan dan patroli di sekita Laut Natuna dan Selat Sulawesi. Termasuk juga di wilayah perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Kalimantan. Hal ini juga diperlukan untuk menyiapkan struktur penjagaan sebelum lahirnya Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan," kata dia.

Level Regional
Di level regional, perlu penguatan koordinasi dengan anggota ASEAN untuk mengantisipasi aksi unilateral negara Cina selanjutnya. 

Soliditas negara-negara anggota ASEAN adalah kunci pertahanan regional dalam menghadapi penetrasi pengaruh negara adidaya seperti Cina.

Level Internasional
Kemudian di level Internasional perlu didorong upaya bersama semua bangsa untuk menolak tindalakan unilateralisme dari negara-negara adidaya seperti AS dan Cina. Beberapa tahun terakhir, tindakan unilateral ini sudah sering terjadi, dan sudah berdampak signifikan dalam mendinamisasi kondisi keamanan dunia.

Azis membeberkan bahwa Perlu pemahaman bersama di antara semua negara bangsa, bahwa pertarungan politik antar negara adidaya kerap menggunakan metode war by proxy. Dalam hal ini, yang menjadi korban biasanya adalah negara-negara kecil. 

"Sebagai catatan, Kawasan Asia Tenggara pernah menjadi theater perang dingin antara USS dan AS. Hal ini tidak boleh lagi terjadi di masa depan," kata Azis. (tlsr/zal/inilampung)

LIPSUS