Cari Berita

Breaking News

PENGUNJUNG-PENGUNJUNG KAFE (29)

Kamis, 23 Januari 2020


apakah kalau kau pulang
langit di wajahku benderang?

selebihnya cuma galau
saat kau meracau
tentang kepulangan
dan kepergian

tanpa pelukan
juga ucapan
menggetarkan

bukan seperti kepergian
pada peperangan
pulang dapat pujian
mati pun bunga dikalungkan

2020


APAKAH Rena sudah pulang? Sudah tiga pekan kepergiannya ke Bali, tak lagi menelepon atau mengirim pesan WA. Aku juga tak mengontaknya. Kupikir ia marah padaku. Tapi apa alasannya marah? Apa karena aku menolak ketika ia memintaku kembali menunggu rumahnya?

"Maaf Rena, aku gak bisa. Aku sibuk, mungkin juga aku keluar kota," kataku waktu itu.

"Kan bisa kamu tinggalkan dan gerbang dikunci selama kau pergi...."

"Aku takut kalau aku pergi, ada pencuri. Aku yang tanggung jawab," jawabku.

"Aku tak memintamu bertanggung jawab isi rumahku, tapi hanya aku minta tolong padamu menempati supaya tak kosong. Itu aja kok Busy..."

"Maaf, kali ini aku tak bisa..."

"Oke.kalau begitu."

Klik.

Percakapan dia sudahi. Telepon ia matikan dengan kasar. Aku diam. Tak berminat menghubunginya untuk menjelaskan.

Rena memang keras. Tetapi ia ramah. Mudah bergaul. Mungkin kini ia sudah punya kawan baru di Bali, lebih dariku.

Pertama kali aku mengenalnya di Diggrrs. Ia bersama temannya. Suaranya terdengar hingga beberapa meja darinya. Aku memperhatikannya. Dia melihatku. Lalu mendekatiku. Rupanya ia mengenal wajahku beberapa kali di media massa. Ia tahu aku sastrawan -- penulis sastra -- dan beberapa bukuku ia punya. 

Ia menyukai buku kumpulan cerpenku Hanya untuk Satu Nama, Perempuan Sunyi, dan Aku Betina Kau Perempuan. Ia juga mengoleksi buku puisiku Menuju Kota Lama, Kota Kita Malam, dan beberapa buku puisiku yang ia lupa judulnya.

Sejak kali pertama kami berkenalan malam itu, Rena sering ke Diggers. Sengaja atau tidak, yang jelas kami sering mengobrol ataupun berdiskusi. Kala itu Rena masih bersuami bule dan warga negara asing. Bekerja di kapal pelayaran. 

Dua pekan sekali meneleponnya. Tetapi uang "iuran" perbulan tak pernah telat. Itulah yang disukainya bersuami orang asing. Katanya kala itu, bertanggung jawab. Tetapi kemudian, ia bercerita, suaminya sudah jarang menghubunginya hingga benar-benar lepas kontak. 

Sejak itu ia tak lagi berharap pada suaminya. Terpenting ia mendapatkan rumah mewah dan sebuah mobil yang juga berharga mahal. Akhir-akhir ini Rena kerap ke Bali. Alasannya mengurus uang peninggalan suaminya di sebuah bank di sana. Dua kali ia memintaku menempati rumahnya -- lebih tepat menunggui rumahnya -- selama ia di Bali. Pertama janjinya hanya beberapa hari, tapi ternyata tiga pekan. Keduanya, ia janji sepekan ternyata 45 hari. Kali ketiga ia memintaku, aku menolak! 

Sebetulnya Rena sangat baik padaku. Saat aku menerima pembayaran menulis novel dari Sur, namun masih kurang Rp25 juta membeli mobil, dia menutupi. Dan ia nenolak saat aku membayar. 

Boleh jadi kemarahannya yang lain padaku, karena aku pergi ke Bali bersama Dinda. Ia tahu langsung dari mulut Dinda saat tak sengaja bertemu di Kafe Marley.

"Eh Busye, kirim dong foto-foto kita sewaktu di Kuta. Kan pakai HPmu. Aku mau posting di instagramku," kata Dinda.

Plak! Wajah Rena tiba-tiba memerah. Ia memandangiku lalu kepada Dinda.

"O mana ya?" sengaja kugantungkan.

"Itu lo yang difotoin orang itu... yang di belakang kita ada cewek bule telanjang berjemur?"

"Ooo.... sebentar. Kucari dulu," jawabku. Aku tak bisa mengelak lagi.

Rena pamit. Segera menuju mobilnya. Menancap gas. Meraung. Aku dan Dinda bertatapan.

"Kok pergi. Cemburu dia," desis Dinda.

"Taklah. Mungkin dia ada perlu..."

"Kenapa tak pamit?"

"Kayaknya permisi," jawabku singkat.

"Ah gak. Aku tak dengar kok. Kayaknya cemburu deh. Sepertinya ia suka denganmu. Dia cemburu denganku," ujar Dinda.

"Entahlah. Lalu apa salahku? Aku kan tak pernah menyatakan cinta padanya?"

"Tapi kalau orang cinta, apakah yang dicintainya membalas atau tidak, tak mau urusan..." jelas Dinda. "Jangan-jangan kalian pernah....."

Ah! Untuk apa Dinda menduga-duga begitu? Apakah ia juga tahu, sesungguhnya aku dan Rena pernah serumah? 


(Bersambung)



LIPSUS