Cari Berita

Breaking News

Penjara Inilah Rumahku

INILAMPUNG
Minggu, 28 Juni 2020

ilustrasi

Oleh: Dalem Tehang

PEMUDA berusia 25 tahun berwajah tampan berpostur gempal itu, tak pernah lepas dari senyuman di bibirnya. Wajahnya pun selalu penuh rona bahagia. Adit namanya.

Seperti sore ini. Duduk santai di gazebo rumah tahanan yang dihuninya, ia asyik memainkan gitar yang ada ditangannya. Lagu-lagu indah ia senandungkan. Penuh perasaan. Melengkapi perjalanan hari menuju temaram.

"Happy terus kamu ini, Adit. Kapanlah kamu ini keliatan susah," tegur Umar, seraya menyelonjorkan kakinya di gazebo. 

"Seumur hiduplah happy itu, Ayah. Ngapain juga dibuat susah," sahut Adit yang memanggil Umar dengan sebutan Ayah.

"Yakin gitu? Bukannya hidup ini bergantian. Hari ini seneng, besok susah?!" lanjut Umar.
"Buat Adit mah nggak kayak gitu, Ayah. Setiap saat happy. Sampai kapan pun ya tetep dibawa happy aja. Hidup cuma sekali, kok mau-maunya diisi dengan kesusahan.
Ngapain?!" kata Adit. Nyengir.

Dihentikan petikan gitarnya. Ia merasa kurang sopan diajak bicara orang yang lebih tua, bila tetap dengan kegiatan bernyanyinya.

"Ayah dengerin lagu-lagu yang kamu nyanyiin tadi bagus lo, Adit. Kebanyakan lagu-lagu jaman Ayah muda dulu. Kok kamu hafal ya? Kita kan beda generasi jauh bener," ucap Umar.

Membanggakan kepiawaian Adit dalam bernyanyi diiringi petikan gitarnya.
"Kan tinggal download internet aja lagu-lagunya. Terus kita hafalin. Lagian lagu-lagu jaman dulu itu bagus-bagus lo, Ayah. Nggak kayak sekarang. Kering dari sentuhan suara hati dan kemanusiaan," urai Adit.

Umar mengangguk-anggukkan kepalanya. Mengakui kecerdasan Adit. Generasi milenial yang betul-betul paham teknologi, namun tidak kehilangan dimensi kemanusiaannya.
"Lagu favorit Ayah apa? Nanti Adit nyanyiin kalau bisa," kata Adit sambil memandangi wajah Umar dengan serius.

"Apa ya? Ayah suka dengan lagu Untuk Kau dan Si Buah Hati. Kalau nggak salah, Pance Pondaag yang nyanyiinnya," ujar Umar setelah berpikir beberapa menit.
Mendadak Adit tertawa. Ngakak. Sampai badannya berguncang. Sambil memukul-mukul gitarnya.

"Kok kamu malah ketawa, Adit? Emang aneh ya lagu kesukaan Ayah itu?" sela Umar. Penuh keheranan dengan tingkah Adit yang spontan.

"Iya, aneh aja di mata Adit. Kenapa bapak-bapak yang hidupnya terperosok ke penjara, rata-rata ngakunya suka lagu itu," ujar Adit. Tersenyum kecut.

"Ayah emang suka dengan lagu itu kok, Adit. Sumpah.  Emangnya banyak bapak-bapak disini yang juga suka lagu itu ya?!" sela Umar.

"Yach, kebetulan aja kali ya. Cuma heran aja Adit, kok hampir semua bapak-bapak yang masuk sini suka dengan lagu itu. Padahal kan lagu itu gambarin gimana perjuangan suami dan seorang ayah untuk nyukupi kebutuhan keluarganya. Sampai-sampai harus pulang pagi demi penuhi tanggung jawabnya," kata Adit.

"Iya, emang gitu makna lagunya. Terus kenapa emangnya, Adit?!"

"Maaf ini, Ayah. Setahu Adit, kalau seorang suami atau seorang ayah bener-bener cari rejeki cuma buat istri dan anak-anaknya, nggak bakallah sampai bermasalah. Apalagi sampai di penjara gini. Maaf ini, Adit blak-blakan aja ngomongnya," tutur Adit sambil mendekapkan gitar ke dadanya.

Umar terdiam. Ia bukan hanya tersengat oleh tuturan perkataan Adit, tapi juga kagum dengan keluasan wawasannya.

"Jadi maksud kamu, Ayah ini masuk penjara karena nggak amanah dalam ngurus keluarga. Gitu ya, Adit?!" ucap Umar dengan nada sedikit emosi.

"Adit nggak bilang gitu kok, Ayah. Lagian Adit juga sudah minta maaf kalau omongan Adit buat Ayah tersinggung. Yang Adit sampein tadi itu sesuai dengan pengalaman yang Adit dapetin selama di penjara. Adit belajar dari kehidupan dunia kotak disini. Bukan dari omongan orang," urai Adit.

"Emangnya kamu sudah berapa kali masuk penjara?!" tanya Umar.
"Sudah lima kali ini, Ayah!" jawab Adit sambil tersenyum.
"Lima kali? Emang sejak umur berapa kamu kenal penjara? Kena kasus apa aja sih kamu ini, Adit?!"

"Sejak umur 13 tahun, Ayah. Pertama sampai ketiga masuk penjara karena kasus berantem. Yang keempat kena kasus narkoba. Yang sekarang ini lagi-lagi karena berantem," kata Adit.

"Subhanallah. Umur kamu sekarang berapa emangnya? Terus berapa lama kamu diluar, kalau bolak-balik masuk penjara lagi begini?!" ucap Umar.

"Sekarang umur Adit 25 tahun, Ayah. Paling lama dua bulan Adit diluar. Yang terakhir kemarin malah cuma 10 hari. Karena berantem, Adit akhirnya balik lagi kesini. Bisa dibilang, penjara inilah rumah Adit, Ayah!" kata Adit dengan santainya.

"Karena kamu ngerasa disini rumahmu, makanya kamu happy terus ya?!" sela Umar.
Adit mengangguk. Sambil tersenyum lepas. Sebuah ekspresi penerimaan atas situasi dan kondisi yang harus dijalani. (*)

Penulis: pemerhati masalah sosial budaya

LIPSUS