Cari Berita

Breaking News

Perang Media di Pilkada

Selasa, 06 Oktober 2020


Oleh Isbedy Stiawan ZS, sastrawan

        Jika ada orang fasik membawa 
        kabar, tabayunlah.

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 dilaksanan di tengah pandemi Covid 19 yang mencemaskan. Rasa-rasanya tak ada tanda untuk ditunda sampai pandemi hilang.

Persoalan protokol kesehatan pun diutamakan. Pilkada kali ini tanpa kampanye mengumpulkan massa dengan hiburan (dangdut biasanya) dan kampanye di panggung. Debat kandidat menawarkan program boleh jadi dilakukan secara virtual.

Kampanya kandidat door to door dilakukan sangat hati-hati. Tidak boleh mengumpulkan massa. Kandidat calon kada mendatangi warga dari rumah ke rumah. Tentu seraya membagikan "bingkisan" tanda "perkenalan" dari kandidat kepada warga (konstituen). 

Kampanye lain, dibolehkan melalui media sosial (medsos). Seperti membagikan gambar pasangan calon di FB, IG, maupun tweetir. Juga grup-grup WA. Jadi bagi kita yang bergabung di GWA, tak ayal menerima atau membacanya. Bahkan, video-video kampanye tuan-puan calon kepala daerah.

Simpatisan atau tim sukses salah satu calon pun gencar "menjual" calon kada yang ia harapkan. 

Ada pula dengan membagikan video yang kira-kira dapat membuat orang menjadi tak suka. Misalnya video yang menggambarkan aparat RT atau oknum Camat yang melarang berkampanye dengan alasan protokol kesehatan. Lalu yang tersiar bahwa aparat RT ataupun oknum Camat melarang/menghalangi. Tentu saja ini "menunjuk hidung" petahana atau kekuarga petahana. Sementara yang calon kada yang baru, seakan tak punya kesalahan.

Terasa sekali perang media di pilkada. Tampak bagi yang memunyai tim media yang kuat, lebih banyak menguasai pengabaran. Terus terang saya menjadi risih kalau setiap hari/setiap saat disuguhi berita atau video yang hampir senada: aparat RT/oknum Camat menghalang-halangi sosialisasi salah satu kandidat di luar (keluarga) petahana. 

Pertanyaan, apakah setragik itu di lapangan? Apakah aparat desa/kecamatan bisa "seberani" itu melarang atau menghalangi perjalanan demokrasi? 

Jangan-jangan aparat desa/camat karena ketakutan oleh penyebaran pandemi Covid 19 di wilayahnya, maka mereka harus memantau. Memantau! Bukan menghalangi. Namun oleh simpatisan kandidat lain yang sedang sosialisasi diklaim dihalangi atau dilarang. Cemas dan pelarangan harus diperjelas oleh kedua belah pihak.

Atau ini bagian strategi dari tim yang dibawa calon kada? Yaitu, strategi mencari simpati? Dengan cara apa pun, boleh jadi dengan menghalalkan segalanya, bisa dilakukan. Tim sukses menciptakan seolah-olah kehadirannya saat sosialisasi dihadang/dilarang. Pemantauan aparat desa/camat diartikan berbeda, sesuai keinginan dan tujuan tertentu.

Kita perlu mencari kebenaran sesungguhnya di lapangan. Kalau benar terjadi pembatasan/pelarangan sosialisasi/kampanye, lebih banyak mana dengan aparat desa/camat yang netral? Kalaupun apa yang disampaikan tim salah satu kandidat sebagaimana video yang tersebar bahwa telah terjadi pelarangan sosialisasi, kenapa tidak dilaporkan ke polisi karena melarang warga menegakkan demokrasi? Aparat desa/oknum camat mesti netral, dan itu jelas kesalahan besar dan masuk ranah anti-demokrasi.

KPU atau pun Panwas mungkin sesekali bisa turun ikut memantau. Ya "menyamar" sebagai warga. Sebab, saya juga boleh menduga: jangan-jangan sengaja dipancing agar aparat desa/oknum camat "seakan-akan" mamang melarang/menghalangi dus terpancing emosinya. Sebab, misal, diteriaki dan disebut "aparat desa/camat" melarang-menghalangi. Padahal tidak.

Saya peroleh info, salah satu ketua RT di Kelurahan Enggal justru terbuka kepada semua kandidat. Dia mengantar calon kada mendatangi satu persatu rumah warga. Begitu pula di salah satu RT di Kemiling dan di Petumahan Bilabong; santai menerima para kandidat.

Bukankah, siapa pun yang menang kelak adalah pemimpin yang teruji di panggung demokrasi Pilkada?

Maka harapan saya, tutuplah sesi perang media. Juga bagi-bagi "hadiah" kepada warga. Ubah strategi dengan menawarkan program yang bisa mensejahterakan rakyat. 

Warga saat ini masih cemas oleh pandemi Covid 19 yang belum jelas kapan landai. Apakah para kandidat punya program jitu apabila terpilih mampu mengentaskan kecemasan itu. Juga punya strategi mendepak Covid 19 ini? Sebab, persoalan besar bangsa ini adalah pandemi Covid 19, Wallahualam bissawab. (*)

LIPSUS