Cari Berita

Breaking News

Novel Baswedan Pimpin Penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo

INILAMPUNG
Rabu, 25 November 2020

 


INILAMPUNGCOM - KPK kembali melakukan penangkapan pejabat tinggi dilingkungan istana Presiden. Sasaran kali ini, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.


Dan, yang menariknya,operasi tanggap tangan (OTT) ini dipimpin oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan.  


Berita soal Edhy Prabowo pun ramai dijejaring sosial pagi, dan menyampaikanya berbagai versi. Media kumparan.com, menulis, Edhy Prabowo ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta sepulangnya dari lawatan ke Amerika Serikat.


"Ditangkap jam 01.23," ujar salah seorang sumber.


Versi lain, saat ditangkap, Edhy Prabowo masih beserta istri lalu digiring ke KPK bersama beberapa orang.


Edhy ditangkap pada Rabu (25/11) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB. Kuat dugaan,  OTT terhadap politisi Gerindra yang dekat dengan Menhan Prabowo Subianto itu diduga terkait dengan kasus korupsi atau suap soal bibit udang lobster. 


Hingga saat ini, sejumlah media-media maintrem belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari pihak KPK. 


Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri belum memberikan penjelasan terkait OTT ini. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli menyebut dirinya sedang berada di luar kota sehingga belum mendapat laporan. 


"Saya di luar kota, coba tanya mas Ali," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli. 


Namun, Komisioner KPK Nawawi Pomolango, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (25/11) tadi subuh, membenarkan adanya penangkapan OTT oleh Edhy Prabowo."Diamankan sejumlah orang tadi malam dan dini hari. Selebihnya, nanti sabar ya," kata Nawawi yang mengaku masih diperjalanan.


Komisioner KPK Nawawi Pomolango membenarkan jajarannya melakukan OTT terhadap Edhy Prabowo. Namun Nawawi belum memberikan penjelasan rinci. 


"Benar kita telah mangamankan sejumlah orang pada malam dan dinihari tadi. Maaf selebihnya nanti aja, saya masih dalam prjalanan ke kantor," kata Nawawi masih pada kumparan.


Majalah Tempo pernah menurunkan berita soal ekspor benur lobster pada Juli lalu.


Di berita itu disebut, dalam kegiatan pembukaan ekspor benih lobster, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD.


Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang berdasarkan akta.


Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini.


Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama.


Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra.


Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama.

Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan.


Muncul juga nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi Pudjiastuti.


Dia terlibat perkara penyelundupan benih dan pencucian uang sehingga divonis 10 tahun penjara.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklarifikasi laporan Majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2020 yang menyinggung soal pemberian izin ekspor benih lobster alias benur kepada perusahaan-perusahaan yang diduga terafiliasi dengan kader partai politik.


Wartakota juga pernah menulis keterangan klarifikasi soal itu, lewat Tim Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri KKP mengatakan penerbitan izin itu dilakukan oleh tim yang dibentuk Kementerian.


“Tim tersebut melakukan pengawalan proses penilaian kelayakan sebuah badan usaha menjadi pembudidaya lobster dan calon eksportir BBL (benur) sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang disusun yang tertuang dalam Juknis (petunjuk teknis),” tutur tim melalui keterangan tertulisnya, Senin petang, 6 Juli 2020. (/dbs/*)



LIPSUS