Cari Berita

Breaking News

Hamdan Zoelva Sebut Eva-Deddy Lakukan Pelanggaran TSM

INILAMPUNG
Senin, 28 Desember 2020

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Saksi Ahli pelapor paslon Bandarlampung no 2 M. Yusuf Kohar-Tulus Purnomo, Hamdan Zoelva mengatakan terlapor paslon 03 Eva Dwiana-Deddy Amarullah melakukan pelanggaran terstruktur sistematis dan masif (TSM).

Hal tersebut dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pada sidang TSM Pilwakot Bandarlampung dengan agenda mendengarkan saksi ahli di Bawaslu Lampung di hotel Bukit Randu, Senin (29/12/2020).

Hamdan menjawab pertanyaan kuasa hukum pelapor yakni Prof Yusril Ihza Mahendra terkait pasal 73 Undang-undang No 10 tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota. 

"Pasal 73 ini tidak bisa memprediksi, bisa saja terjadi yang melakukan pelanggaran bukan petahana tapi dia berpidato di mana-mana kalau istri saya akan maju pilkada, tolong dibantu pada pilkada nanti," ujar Yusril sebelum bertanya ke saksi ahli. 

Ia bertanya, bagaimana jika Bupati atau wali kotanya tidak maju, tapi yang maju adalah keluarganya dan dia membuat kebijakan baik langsung atau tidak langsung yang menguntungkan keluarganya tersebut, apakah itu bisa masuk dalam TSM. 

Hamdan menjelaskan, pada pasal 73 ayat 4 yang berbunyi:

"Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.....,"

Menurutnya, ini bisa dilihat dari dua perspektif, pertama, bahwa subjek yang melakukan pelanggaran, dari tafsir pasal 73 dari pasal 1 sampai 4, subjek yang melakukan pelanggaran adalah calon pasangan calon sementara di ayat 4 diperluas subjek yang melakukan pelanggaran yaitu paslon, anggota partai politik, tim kampanye, relawan atau pihak lain. 

"Pihak lain ini bisa menyasar siapa saja, jadi pelanggaran yang dilakukan petahana dalam mendukung salah satu pihak masuk kategori pihak lain yang masuk dalam sanksi pembatalan pemilu," ujarnya. 

Kedua, jika dilihat dari persoalan keadilan dan kesetaraan, tidak boleh siapa pun diuntungkan oleh pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan orang lain.

"Prinsip ini sejalan dengan pasal 73, kalau tidak mengcover pihak lain, suatu saat kalau mau nyalon tinggal minta tolong saja ke petahana tanpa kena sanksi apa-apa, oleh karena itu digunakan kata pihak lain dalam UU itu," tambahnya. 

Kemudian, Prof. Yusril bertanya apakah dalam sengketa proses yang berjalan di Bawaslu dengan hasil pembatalan calon, juga bisa diterapkan kepada yang bukan petahana? 

Menurut Hamdan, hal itu bisa diputuskan dalam sidang Bawaslu ini lantaran, pelanggaran yang dilakukan petahana merupakan pelanggaran TSM yang menguntungkan salah satu calon wali kota. 

"Apalagi tidak perlu lagi dibuktikan kalau petahana dan calon memiliki hubungan keluarga atau suami istri, bisa dipastikan petahana akan mendukung istrinya. Apalagi dibuktikan fakta di lapangan ada mobilisasi massa untuk menguntungkan paslon itu," pungkasnya. 

Sidang menghadirkan saksi ahli Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum pelapor Prof Yusril dan Kuasa Hukum terlapor M Yunus secara daring.(rmol)

LIPSUS