Cari Berita

Breaking News

'Secangkir Kopi di Meja Kedai', Perjalanan Kafe dan Kopi

INILAMPUNG
Rabu, 21 April 2021

Ilustrasi: Suasana minum kopi di kafe (ist/inilampung)
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Sebanyak 52 puisi terhimpun dalam buku puisi ketiga Isbedy Stiawan ZS pada 2021 ini, "Secangkir Kopi di Meja Kedai". Sebelumnya "Kau Kekasih Aku Kelasi" dan "Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu" terbitan Siger Publisher.

Isbedy yang dijuluki HB Jassin sebagai Paus Sastra Lampung mengaku, puisi-puisi dalam buku ini ditulis sejak 2015 di berbagai kota atau negara. 

"Bahkan ada yang saya tulis saat di Kota Gouda dan Rotterdam, Belanda, tahun 2015," ujar Isbedy yang pengampu Lamban Sastra ini, Rabu (21/4).

Ternyata, menurutnya, ia melahirkan 52 puisi yang berbicara kopi dan kafe (kedai atau warung kopi). "Dan belum masuk dalam buku puisi saya sebelumnya. Saya temukan di file laptop dan di laman facebook saya," kata lelaki kelahiran Rawasubur, Enggal Bandarlampung itu.

Sehimpun Puisi Isbedy Stiawan ZS bertajuk "Secangkir Kopi di Meja Kedai" ini diberi kata pengantar oleh ahli perkopian dan pemilik usaha Kedai Teko (Teori Kopi) di Pringsewu, Fajar Fakhlevi.

Cak Levi, sapaan akrab Fakhlevi, menjelaskan ihwal perjalanan kopi di Indonesia, kolonial mengangkutnya ke Belanda untuk dikembangkan sebagai minuman berkafein yang nikmat. Sebagai teman waktu pagi, pengikat pergaulan, dan kawan santai saat di kafe.

"Buku "Secangkir Kopi di Kedai" yang ditulis oleh Isbedy Stiawan ZS ini sangatlah mendukung semua yang telah saya uraikan di atas, dan sangatlah mewakili apa yang terkandung dalam semua tentang kopi," kata Cak Levi.

Dia mencontohkan, dari cara penyajian, cara bertemu dengan orang baru, memandang langit dan juga ambience yang terbangun dari sekeliling kedai kopi sangatlah tergambar di dalam himpunan puisi-puisinya di buku ini.   
Buku Secangkir Kopi di Meja Kedai karya Isbedy Stiawan ZS (ist/inilampung)

"Uniknya puisi-puisi ini ditulis saat Isbedy sedang atau setelah berkunjung ke kedai kopi, seperti yang ia lakukan setelah berkunjung ke Kedai Teori Kopi (Teko), ia  membuat puisi  berjudul 'Aku Rindu Kopi di Kedai Teko'," tulis Cak Levi.

Dari kumpulan puisi ini, imbuh dia, kita semua bisa menyimpulkan betapa dahsyatnya kopi sehingga menjadi sebuah inspirasi dan berkaitan erat dengan karya sastra (puisi).

"52 puisi tentang secangkir kopi di kedai seperti  mengalir dari hati dan sangat spesial. Satu hal yang jangan sampai terlewat ketika membaca dan menikmati puisi ini, jangan lupa diminum kopinya, nanti keburu dingin." 
 
Ditambahkan Cak Levi, kopi layaknya sastra (puisi)
bisa menjangkau semua kalangan, 
dan menegasi perbedaan tiap bait puisi, hampir mirip manis dan pahitnya tegukan kopi di dalam cangkir. 

"Ternyata bukan hanya dangdut yang bisa bersandingan dengan kopi, melainkan juga puisi," ujar Fajar Fakhlevi.

Penerbitan buku puisi "Secangkir Kopi di Meja Kedai" ini bekerja sama antara Isbedy dan owner Kedai Teko, Kafe Jendela Taman Untung, Warkop WAW, Pustaka Kopi. 

Isbedy opitimistis buku ketiganya ini akan menuai banyak pembeli, seperti "Kau Kekasih Aku Kelasi". Karena penyuka kopi dan biasa nongkrong di kafe atau kedai (warung kopi) sangat banyak. 

"Buku puisi untuk dinikmati semua kalangan tanpa melihat usia, gender, dan strata sosial. Seperti kopi itu sendiri," ungkap Isbedy seraya berpesan bagi yang berminat hubungi nomor kontak 0821 7852 2158.(zal/bdy/inilampung)

LIPSUS