Cari Berita

Breaking News

Budidaya Maggot, Solusi Atasi Sampah yang Menguntungkan

INILAMPUNG
Senin, 14 Juni 2021

Wakil Bupati Pringsewu  Fauzi meninjau usaha Budidaya Maggot milik Muhlasin di Dusun Jatirenggo, Pekon Waluyojati, Pringsewu.


INILAMPUNG, Pringsewu
--Banyak orang mungkin geli atau bahkan jijik dengan maggot. Namun, serangga berwarna putih susu ini bermanfaat dan bisa menjadi bisnis yang menguntungkan.


Hal itu sudah dibuktikan oleh Muhlasin, warga Dusun Jatirenggo, Pekon Waluyojati, Pringsewu. Dari budidaya serangga bernama latin Hermetia illucens, dia menikmati banyak keuntungan.


"Budidaya maggot menjadi solusi mengatasi kebutuhan pakan unggas dan perikanan kolam kami," kata Muhlasin saat ada kunjungan Wakil Bupati Pringsewu Fauzi, Jumat 11 Juni 2021.


Dijelaskan, maggot adalah jenis larva lalat black soldier yang diperoleh dari proses biokonversi Palm Kernel Meal. Sedang biokonversi merupakan hasil fermentasi sampah organik menjadi sumber energi metan yang melibatkan organisme hidup. 


Muhlasin menekuni budidaya maggot sudah berlangsung setahun. Awalnya, aktivis lingkungan hidup ini memelihara maggot untuk mengatasi masalah sampah. Namun, ternyata usahanya menghasilkan keuntungan.


Untuk membudidayakan maggot, ia ambil dari larva lalat. Siklus larva menjadi lalat memakan waktu sekitar 45 hari. Media untuk makan maggot, sekitar 15 kg sampah organik setiap hari.


Untuk keperluan itu dia mengumpulkan sisa sampah di rumah makan, seperti dari bekas buah-buahan, pisang, nanas dan sebagainya.


Semua sampah organik bagus, asal dicampur dengan sampah buah atau difregmentasi. Dari budidaya ternak maggot ini, Muhlasin bisa memanen 15 kg maggot perhari untuk pakan bebek dan ikan peliharaannya.


"Lumayan menghemat biaya pakan," katanya. Dia membandingkan, dengan memberikan pakan tanpa maggot, seekor bebek sejak menetas hingga dewasa dan siap dijual, membutuhkan biaya Rp35 ribu perekor. Sedangkan dengan menggunakan maggot, dibutuhkan biaya sebesar Rp22 ribu perekor. 


Selain itu, dengan kandungan maggot yang mencapai 40-60 persen, daya tahan tubuh bebek akan menjadi lebih kuat, dan kandungan kolesterol daging bebek bahkan bisa lebih rendah.


Selama ini, maggot produksi Muhlasin lebih banyak untuk kebutuhan ternak bebek miliknya sendiri, yakni untuk pemenuhan kebutuhan protein bagi bebek, sedangkan untuk variasi makanan, didapatkan dari makanan lain seperti eceng gondok dan dedak.


Karena kandungan protein dan gizi pada maggot sangat tinggi, bebek peliharaannyapun tumbuh dengan baik dan sehat. Dalam kurun waktu tiga bulan, bebek peliharaannya yang semula hanya 300 ekor kini berkembang menjadi 1.500 ekor.


Sedangkan, pembudidaya maggot lainnya Fahmi, mengaku menjual maggot sebanyak 20 kg/hari dengan harga Rp8.000/kg.


Wakil Bupati Pringsewu Fauzi mengapresiasi usaha Muhlasin yang dinilai bisa menjadi usaha menguntungkan. "Usaha ini selain menanggulangi masalah sampah juga dapat meningkatkan ekonomi keluarga juga pegawainya,"  ujarnya. (tyo/inilampung.com)

LIPSUS