Cari Berita

Breaking News

Puisi Esai, Evolusi Patah Hati

INILAMPUNG
Rabu, 23 Juni 2021


Oleh Maspriel Aries

Mengarang itu Gampang” demikian kredo Arswendo Atmowiloto, seorang novelis Indonesia.

Semasa hidupnya Arswendo Atmowiloto pernah menulis buku berjudul  “Mengarang itu Gampang” dan buku tersebut hit banget pada era tahun 1980-an.

Namun banyak pula yang mengatakan “Mengarang itu sulit.” Buktinya banyak orang yang ingin mengarang atau menulis gagasan, pikiran dan perasaan hatinya bertahun-tahun tak pernah terwujud. Rencana menulis sebuah buku yang sudah menjadi resolusi sejak lama namun tidak kunjung terealisasi. Rencana tinggal rencana karena tidak pernah ada semangat dan kemauan untuk mewujudkannya.

Tidak demikian dengan Lely Mela Sari, hanya dalam hitungan bulan mampu  – menulis dan menerbitkan bukunya yang diberi judul “Evolusi Patah Hati – A Journey from Tears to Happiness.” Buku yang terbit perdana November 2020 menurut penulisnya yang akrab disapa “Ayi” lembar pertama mulai ditulisnya pada September 2020, tiga bulan kemudian terbit berwujud menjadi sebuah buku dengan tebal 198 halaman.


Menurut Ayi, “Evolusi Patah Hati”  adalah buku novel non fiksi pertamanya yang ditulis. Buku ini telah diluncurkan kepada para pembaca pada 22 November 2020 kemudian dibedah pada 27 November dan kemudian menjadi bahan diskusi dari beberapa penggiat literasi di Palembang. Jika demikian, maka tentu buku ini menarik karena hadir di tengah kelangkaan literasi atau penerbitan buku di Palembang atau di Sumatera Selatan.


Jika Ayi menyebut “Evolusi Patah Hati” sebagai sebuah novel nonfiksi, maka ini mengingatkan saya pada buku novel berjudul “Habibie dan Ainun” yang ditulis mantan Presiden RepubIik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie dan novel berjudul “Belahan Jiwa” yang ditulis tokoh pers Indonesia Rosihan Anwar. Kedua buku tersebut menuliskan kisah perjalanan hidup dalam wujud novel berjenis nonfiksi (kisah nyata).


Bukan hendak membandingkan atau menyamakan buku “Evolusi Patah Hati” dengan kedua buku yang ditulis dua tokoh nasional tersebut. Melainkan untuk memberi apresiasi terhadap apa yang ditulis Ayi seorang penulis pemula yang sebelumnya bukan berlatar belakang dari dunia tulis menulis, seperti jurnalis atau sastrawan atau novelis.


Saya tidak tahu persis apa yang dibahas saat bedah buku atau wacana apa yang muncul dari diskusi membahas buku yang berisi 80 tulisan ini? Setelah membaca  buku ini, interpretasi saya terhadap apa yang ditulis dalam buku “Evolusi Patah Hati” selain novel nonfiksi ini adalah gaya penulisan yang masuk dalam kategori puisi esai.


Puisi adalah salah satu genre dari sastra. Menurut sastrawan Sapardi Djoko Damono dalam bukunya “Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas,” sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dengan demikian, bahasa menjadi elemen penting di dalam sebuah karya sastra, hal ini karena karya sastra dinikmati oleh masyarakat dengan menggunakan bahasa sebagai bentuk penyampaiannya mengenai gambaran kehidupan.


Sastra sebagai bentuk karya seni tulis yang estetik terdiri dari tiga genre yaitu puisi, prosa, drama.


Puisi dalam perjalanannya mengalami perkembangan bentuk. Ada puisi lama yang berubah ke puisi baru. Dalam pelajaran sastra dikenal adanya puisi angkatan Pujangga Baru merupakan awal puisi Indonesia modern. Penyair Amir Hamzah disebut sebagai Raja Penyair Pujangga Baru.


Kemudian ada penyair angkatan 45 yang dikenal melalui puisi-puisi karya Chairil Anwar. Puisi-puisi yang ditulis Chairil Anwar berusaha membebaskan kata dari keterikatan bentuk. Setelah itu ada ada genre puisi puisi pamflet maupun balada yang ditulis WS Rendra, puisi mantra oleh Sutardzi Calzoum Bachri, puisi mbeling karya Remy Sylado.


Kemudian pada 2012 muncul puisi esai yang dicetuskan Denny Januar Ali yang lebih dikenal sebagai Denny JA yang menjadi konsultan politik. Puisi esai adalah jenis puisi yang memadukan aspek estetik dan juga kognitif yang mana penyebutannya pada aspek kognitif tersebut ditandai dengan adanya catatan kaki. Catatan kaki menjadi ciri khas pada puisi esai, di mana catatan kaki tidak dimiliki oleh jenis-jenis puisi lainnya.


Menurut Denny JA, puisi esai merupakan puisi panjang yang berbabak, karena ia pada dasarnya adalah drama panjang atau cerpen yang dipuisikan. Dalam sebuah puisi esai, tergambar dinamika karakter pelaku utama atau perubahan sebuah realitas sosial. Dinamika karakter dan perubahan tersebut membutuhkan kisah yang berbabak.


Denny JA yang lahir di Palembang menegaskan dan menjadikan puisi esai sebagai penolakan terhadap puisi lirik. Puisi esai yang ditulis Denny JA dalam buku berjudul “Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai – Isu Diskriminasi dalam Untaian Kisah Cinta yang Menggetarkan Hati” tersaji dalam gaya penulis  mendekatkan karyanya pada genre atau bentuk prosa.


Di kalangan akademisi, Rachmat Djoko Pradopo dalam buku “Pengkajian Puisi” dalam perjalanannya puisi mengalami perubahan dan perkembangan, puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam puisi ialah terintegrasinya esai dalam puisi. Esai dipahami sebagai karangan dalam bentuk prosa yang membahas masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.


Dalam penelitian Aji Septiaji mahasiswa Program Doktor Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berjudul “Diskriminasi Sosial dalam Antologi Puisi Esai Atas Nama Cinta Karya Denny JA (Penelitian Analisis Isi)” menyebutkan, karakteristik atau ciri khas yang menjadi syarat dari puisi esai yang memadukan bentuk puisi dengan bentuk esai ialah: a) puisi esai mengeksplor sisi batin individu yang berada dalam sebuah konflik sosial; b) puisi esai menggunakan bahasa yang mudah dipahami; c) puisi esai adalah fiksi. Boleh saja memotret tokoh riil yang hidup dalam sejarah. Namun, realitas tersebut diperkaya dengan aneka tokoh fiktif dan dramatisasi yang dipentingkan oleh puisi esai adalah renungan serta kandungan moral yang disampaikan lewat sebuah kisah, bukan semata potret akurat sebuah sejarah.


Jika Ayi menyebut buku “Evolusi Patah Hati” sebagai novel nonfiksi ada benarnya, namun apa yang ditulis Ayi juga sebuah puisi esai. Apa yang menjadi karakteristik atau ciri khas yang menjadi syarat puisi esai sudah terpenuhi dalam buku yang ditulis penulis yang memiliki sebutan dalam instagramnya @bodhidhee.  Seperti pada salah satu tulisannya berjudul “Bahagia” yang dibuka dengan syiar puisi sebanyak dua bait.


Aku, kamu kita
Dan definisi bahagia
Mencarinya di kegelapan hutan
Sepinya pegunungan
Dinginnya salju.”


Lalu bait puisi tersebut diikuti narasi yang saya anggap sebagai catatan kaki.  Ayi menulis, “Apa definisi bahagia?” dan seterusnya. Menurutnya, “Rasanya tidak salah, kalau ternyata bahagia yang sesungguhnya adalah ketika seseorang mendapatkan taufik dan hidayah untuk hidup di jalan Allah.”


Buku “Evolusi Patah Hati” menurut Ayi adalah autobiografi sang penulis. Awalnya konsep penulisannya puisi dulu baru narasi, isinya 80 persen autobiografi ditambah cerita dari teman di sekitarnya. Sebagai autobiografi yang ditulis adalam genre puisi esai, buku ini berisi kilas balik perjalanan hidupnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.


Jika membaca buku ini maka benar apa yang disampaikan Ayi, melalui buku “Evolusi Patah Hati” ia ingin berbagi value atau insight  bagi para pembacanya. “Isinya ada pda perenungan tentang definisi hidup, dan apa arti bahagia dalam arti sebenarnya.

Interpretasi mengenai kehidupan dan bahagia yang berubah dari yg dangkal menjadi sebuah perjalanan spritual mengenal diri,” tulis Ayi melalui pesan WA Chat.


Sedikit catatan yang tersisa dari buku ini, perlu sentuhan editor mengingat banyaknya tulisan yang tersaji. Editor bisa melakukan menyelaraskan dari beragam topik sehingga terangkum dalam satu bagian pada tematis atau isu yang sama sehingga memudahkan pembaca menikmati isi buku sampai akhir. (*)


*).Maspriel Aries adalah,

1.  jurnalis senior asal Lampung yang kini menetap di Palembang.

2. Salah seorang perintis DKL Lampung  bersama wartawan Kompas Bachtiar Amran.

3.Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi, Sumsel.




LIPSUS