Isbedy Stiawan ZS
INNA lillahi wainna ilaihi roojiun. Covid'19 kembali merenggut nyawa dari 1 penyair Indonesia asal Jawa Barat. Namanya Atasi Amin.
Penyair kelahiran 21 Juni 1966 ini adalah putra pelukis Jeihan Sukmantoro. Ayahnya adalah pelukis ternama berkawan karib dengan prnyair Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri.
Dalam buku "Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri Biografi Kesaksian" karya Taufik Ikram Jamil, Ata -- panggilan akrab Atasi Amin -- juga memberi testimoni tentang Sutardji. Ia katakan masih ingat walau masih anak-anak kala itu. Sutardji, kata Ata, sering menemui ayahnya, Jeihan, dan berbincang sangat lama.
Atasi Amin, sebagai penyair telah menerbitkan buku puisi "Ke Pintu" dan "Potret Diri", serta antologi puisi "Laut Merah".
Sejumlah seniman yang mengenal Atasi, bersaksi bahwa Ata orang yang pendiam, lembut tutur ucapnya.
Sampai malam ini, laman medsos dibanjiri ucapan duka cita atas wafatnya Atasi Amin. Ata meninggal Ahad, 25 Juli 2021.
Salah satu ucapan Taufik Ikram Jamil, dipastikan pernah jumpa dengan Ata saat mewawancarai urusan biografi Sutardji. Ini tulis Taufik:
Sangat terkejut say membaca WA Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri yang mengabarkan bahwa putra alm. Jeihan, Atasi Amin, meninggal dunia, hari Ahad.
Almarhum sangat baik, amat mendukung saya ketika berada di Bandung untuk mengumpulkan bahan masa muda Sutardji di Kota Kembang tersebut. Atasi kecil termasuk salah seorang saksi kepenyairan raja mantra ini, sebab Sutardji selalu di rumah Jeihan--orangtua Atasi.
Sebagai anak tertua Jeihan, almarhum yang juga penyair, dipercayai mengelola studio Jeihan. Ia mengirimkan dua lukisan Jeihan tentang Sutardji untuk dimuat dalam buku saya bertajuk "Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri, Biografi Kesaksian".
Selamat jalan sahabat Atasi Amin. Smg Allah menempatkan engkau di sisi-Nya.
Begitu juga penyair asal Cipasung, Acep Zamzam Noer di laman medsosnya. Termasuk Diro Aritonang, Ahda Imran. Mereka-mereka yang pernah berinteraksi dengan Atasi Amin.
Saya menenulusuri jejak digital Atasi. Satu website menayangkan puisi-puisi Atasi.
Sajak-sajak Atasi yang sederhana, namun makna yang dikandung amat dalam. Dia boleh dibilang penerus Jeihan yang pelukis juga penyair. Tak heran ia mendapat kepercayaan mengelola Studio Jeihan.
Satu puisi yang sangat saya suka, bertajuk "Musim Haji". Pada bait akhir ia menulis: "Tuhan, kita cuma ada dalam rasa".
Artinya Tuhan sudah menyatu dalam diri Ata, tak terpisah. Bagai rasa itu yang membuat kita ada. Puisi berikut yang 'mengena' dalam batin saya ialah "Kekasih".
Baiklah saya tayangkan kedua puisi Atasi Amin. Dengan iringan ucapan Selamat Jalan Atasi, semoga kau mendapati puisi paling indah di hadapan Allah.
MUSIM HAJI
ketika memasuki masjidil Haramain
jutaan manusia menciptakan gerakan
satu arah, sebalik jarum jam kelilingi Ka'bah
untuk satu hal: Kau adalah Maha
aku coba pahami ke belakang, waktu
yang menggeliat membawa cerita lain:
aku masuk ke kedalaman-Mu, bayangan kita
dalam doa doa, airmata dan getaran
semua akan berpulang pada Yang Maha
dan hati selalu berbisik lembut
Tuhan, kita cuma ada dalam rasa
1999
KEKASIH
datanglah kepadaku, kekasih
biarkan buih belai rambut
dan bukit tempat aku menepi
membilang debur ombak
nyanyian laut yang menang
antara karang dan buritan
berharap datang dari sumber
dan hidup dalam cahaya
sabar camar yang jaga
di sepanjang pantai
penyair memunguti senja
bermil mil perjalanan air mata
akankah jadi cerita roman
tertuang indah oleh bibir yang basah
ataukah rasa salah
datanglah kekakasih
temukan
2001
(*)
Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan kelahiran Tanjungkarang, Lampung. Dijuluki HB Jassin sebagai Paus Sastra Lampung