Cari Berita

Breaking News

Malam Kesepuluh Isoman

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Kamis, 12 Agustus 2021

Azharul Fajri Siagian


DUA belas hari lalu, Minggu, 1 Agustus 2021, Siboru Gian Nafeeza, anak saya, mengeluh hilangnya indera perasa dan penciumannya. 

Dua hari kemudian, Selasa, 3 Agustus 2021, badan saya mendadak demam, dan panas tinggi. Juga diikuti rasa di badan seperti dipukuli dan ditekan secara kuat. Tubuh terasa berat. Perut mual, sakit, lidah juga pahit. 

Beruntung, indera perasa dan penciuman saya masih normal. 

Istri saya berpesan dan memaksa makan, makan, dan makan, sambil memberikan vitamin serta aneka jamu atau racikan herbal. 

Saya berinisiatif juga agar pilek dan rasa panas di dada terasa lega. Refleks dengan meneteskan minyak kayu putih ke tissue dan terus ditempel ke lubang hidung, dihisap. Ternyata cukup manjur. Saya terbatuk-batuk, lalu dahak hitam ke luar. Sedikit terasa lega. 

Masuk hari ketiga dari isolasi mandiri, mulai terasa plong. Badan juga sudah mulai nyaman. Namun, kabar dari istri, di hari ketiga itu juga, Rabu, 4 Agustus 2021, Ibu Mertua sedang berobat karena merasa sesak beberapa hari. Saturasi di bawah 93. 

Memang Ibu Mertua saya punya komorbit gula darah tinggi yang sering mangalami sesak nafas. Kami sekeluarga besar akhirnya memutuskan untuk tes swab antigen. Hasilnya, saya, anak saya (Nafeeza), ibu mertua, dan kakak ipar, jelas reaktif. 

Sementara istri saya dan mas ipar (kakak beradik) menunjukkan non reaktif. Ketika ditanya, memang istri tak mengalami gejala apa pun. 

Saya bilang ke istri untuk lebih fokus ke ibu mertua karena sering mengalami gejala-gejala berat, setelah dirawat, ibu mertua berangsur-angsur membaik. Meski butuh tambahan tabung oksigen. Dan dalam keadaan masih lemas pada hari ke tiga, saya mencoba komunikasi dengan banyak teman, terutama adik-adik IMM Pringsewu untuk membantu mencarikan oksigen. Untungnya, ada sisa oksigen yang bisa dipakai dari Fakultas Kesehatan UMPRI. 

Alhamdulillah, sampai pada Sabtu, 7 Agustus 2021 kebutuhan oksigen untuk ibu mertua tercukupi. Selain dibantu adik-adik IMM, ada juga pinjaman stok tabung oksigen dari Mas Bram. Tentu tak lupa mengucapkan terima kasih untuk semua rekan dan sahabat yang telah membantu keluarga kami.


Pada Sabtu itu, saturasi oksigen ibu mertua tidak naik, bahkan sudah turun sampai angka 60. Keluarga berembuk bagaimana agar ibu dibawa dan dirawat di RS. 

Ada kawan istri yang kenal dengan perawat RSUD dan dapat informasi kalau ada tempat atau ruangan yang kosong. Kita ketahui bahwa beberapa bulan Pringsewu dalam zona merah Covid 19. Tentu banyak pasien yang dirawat di RSUD. Siang hari, Mas Ipar dan Istri saya berangkat ke RSUD Pringsewu, mereka berdua membawa ibu mertua ke rumah sakit.

Minggu, 8 Agustus 2021, pukul 16.30. Sesaat saya selesai mencuci mobil (tepatnya ngelap mobil), ada telepon dari istri agar saya antar adik ipar ke RSUD. Ibu mertua ingin dijaga sama putri ragilnya juga, dimana dari kemarin di RSUD, sudah ditemani anak pertama (mas ipar) dan istri saya (anak kedua). 

Saya ndak mikir apa-apa. Setelah siap-siap sekitar pukul 17.00, kami berdua (saya dan adik ipar) berangkat ke RSUD, tentunya sambil membawa beberapa kebutuhan-kebutuhan tambahan untuk ibu mertua di RSUD. 

Pukul 17.30, kami tiba di ruangan Penyakit Dalam (ruang tambahan pasien Covid 19) RSUD pringsewu, saya melihat mas ipar sedang di luar ruangan sudah menunggu kami.  Dan mempersilahkan kami masuk.

Di dalam sudah ada istri saya menunggu sambil membaca-baca doa. Saya sempat mendekati ibu mertua, terucap kata dari beliau; "Fazri, maafkan ibu, ya."

Saya dalam hati bergumam, ibu mertua sebaik ibu, mana ada salah bagi kami para anak dan menantu. 

Saya hanya menyapa istri saya dan  memegang keningnya (sudah demam tinggi). Saya bilang bagaimana? Istri jawab, tidak apa-apa. “Cuma kecapean aja.” 

Saya kemudian lihat alat saturasi oksigen yang dari tadi nempel di jari tengah tangan kanan ibu mertua, sudah turun lagi sampai angka 45. Saya pun ke luar dan berjumpa dengan Mas Ipar. Kami bertukar kabar kesehatan dan bersiap salat maghrib.

Setelah maghrib, kami langsung ke ruangan, saya lihat istri dan adik ipar matanya sudah berkaca-kaca sambil netesin air mata, rupanya angka di alat saturasi sudah 37-40 naik turun. Ibu mertua sesak lagi sambil pelan-pelan membacakan kalimat tauhid, istri saya dan mas ipar bergantian mendekati telinga ibu sambil membaca kalimat tauhid.

Tepat pukul 18.30 WIB, alat saturasinya sudah tidak berjalan. Saya panggil perawat jaga. Dan setelah dicek, katanya coba dipancing dengan alat pacu jantung. Dan akhirnya, pukul 18.45 perawat menyatakan bahwa ibu mertua sudah meninggal dunia. Tidak ada ratapan, namun kesedihan sudah pasti. Yang paling menyedihkan adalah resiko kalau ibu akan dimakamkan dengan protokol kesehatan. 

Tak lama, jasad almarhumah dibawa ke ruang pemusalaran jenazah untuk dimandikan. Dengan posisi sedih dan fisik mulai lemah, berkat rasa cinta kepada ibunda, istri saya dan adik ipar menawarkan diri untuk ikut memandikan almarhumah. Kurang lebih satu jam, bersama tim pemandi jenazah RSUD, memandikan dan mengkafani almarhumah, dan kemudian dimasukkan ke peti jenazah yang sudah dipersiapkan. 

Kami pun langsung menshalatkan almarhumah. Di rumah, sudah ramai saudara, tetangga, dan sahabat-sahabat untuk takziah. Awalnya, ambulance pembawa jenazah bakal mampir ke rumah duka karena banyak yang meminta untuk menyolati almarhumah. Namun karena pertimbangan sudah malam hari, jenazah langsung dibawa ke TPU KH Ghalib. Sebelum diturunkan untuk dimakamkan, beberapa saudara, tetangga, dan sahabat melaksanakan salat jenazah.

Setelah prosesi pemakaman selesai, petugas pamit, dan mempersilahkan kami untuk mendoakan almarhumah.

Selamat jalan ibu.

Ibunda kami, Hj. Siti Zuhroh binti H. Hasan Tohir. Meninggalkan 3 anak dan 4 cucu. Ibu yang selalu sabar membimbing kami para anaknya. Eyang yang sangat menyayangi ke-4 cucunya. Ibu yang mengajarkan kami bagaimana berbuat baik dan selalu mengingatkan agar menjunjung tinggi nilai-nilai agama. 

Senin pagi, 9 Agustus 2021. Sepi.  

Tidak ada aktivitas apapun di rumah duka. Saya coba dekati istri, dan megang keningnya. Demamnya semakin tinggi, dan akhirnya swab antigen, hasilnya reaktif. Istri saya rupanya terpapar juga. Dia menyatakan ikhlas, demi menjaga dan menemani ibunda dijemput Allah SWT.

Rabu,11 Agustus 2021. Saya yang sudah memasuki masa isoman ke-10, badan sudah terasa baik dan sehat. Namun berganti, istri yang merasakan gejala lemas, demam, gatal, dan pilek. Anak saya juga terlihat mulai makan banyak dan perlahan indera perasa dan penciumannya sudah mulai normal. 

Sehat-sehat selalu untuk istriku, Isni Nirmala Triswati. Tetap semangat. 

Dan tentunya, tulisan ini juga bagian dari pengingat bagi kita semua, bahwa wabah ini nyata. Semoga Allah segera menurunkan bala tentara untuk bersama ummat-Nya, memerangi wabah Covid-19 ini. Semua segera pulih seperti sedia kala. Amin. (*)


Azharul Fajri Siagian adalah penyintas Covid-19 dari kabupaten Pringsewu. Azharul aktif membina Sekolah Sepak Bola, Pringsewu FC.


LIPSUS