Cari Berita

Breaking News

PKL di PTPN VII, Mahasiswa Polinela Pelajari Dunia Perkebunan

INILAMPUNG
Rabu, 04 Agustus 2021

Mahasiswa Polinela PKL di PTPN VII di Waykanan.(ist/inilampung)


INILAMPUNG.COM, Waykanan — PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII memberi perhatian besar pada pembangunan sektor pendidikan. Melalui program corporate social responsibility (CSR), PTPN VII memberikan ruang kepada mahasiswa yang akan melakukan praktek kerja lapangan (PKL).


PTPN VII menerima semua mahasiswa yang akan PKL sesuai bidang pendidikan yang ada di seluruh wilayah kerjanya. Seperti saat ini, di PTPN VII Unit Tulungbuyut, Waykanan menerima enam mahasiswa Politeknik Negeri Lampung (Polinela) yang melaksanakan PKL, selama 40 hari. Terdiri dari empat laki - laki dan dua perempuan. Selama PKL mereka mendapatkan berbagai pekerjaan dari pembimbing.


Pada Selasa (3/8/2021), mereka sedang mendapat tugas dari Asisten Tanaman untuk mempelajari pola sadap yang berlaku di PTPN VII. Tugas yang diberikan adalah mencocokkan fakta di lapangan dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ada di perusahaan.


Pada praktek ini, mereka terlihat sibuknya di Kebun Karet Afdeling 7 PTPN VII Unit Tulungbuyut. Di setiap pohon, dua diantaranya mengukur bidang sadapan dengan meteran, menghitung sudut kemiringan, mengecek kedalaman sadap, dan memeriksa batang dan daun secara keseluruhan.


Hampir semua yang mereka kerjakan dicatat. Sesekali mereka berdiskusi.  Dan setiap sesi pemeriksaan, mereka akhiri dengan menfoto kulit batang karet dari beberapa sudut. Termasuk menyempatkan berswafoto menggunakan smartphone.


Sandi mengaku menjadi sangat tertarik dengan dunia perkebunan setelah melihat langsung tanaman industri yang dijalankan PTPN VII. 


Mahasiswa angkatan 2018 itu mengaku sebenarnya sudah lulus karena strata jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan yang diikuti hanya Diploma Tiga. Namun, ia merasa kurang maksimal belajar karena dalam setahun terakhir kuliahnya hanya berlangsung daring.


“Sebenarnya kami sudah lulus, tetapi pengalaman langsung dengan lapangan masih sangat sedikit karena setahun terakhir kami kuliah daring. Jadi, prakteknya kurang maksimal,” kata dia.


Pernyataan Sandi diakui Dwi Prasetyo, mahasiswa yang berasal dari Purwotani, Lampung Selatan. Dwi mengaku PKL di kebun karet PTPN VII ini sangat menginspirasi karena kebetulan orang tuanya adalah petani karet. 


Ia melihat ada perbedaan sangat mendasar antara budidaya, terutama teknik penyadapan yang dilakukan orang tuanya dengan yang dilakukan pekerja PTPN VII.


“Iya, pas saya lihat di sini (PTPN VII), model sadapannya beda banget. Kalau di sini kan rapi, kemiringannya seragam, dan hampir nggak ada yang luka kayu. Kalau kebun kami dan juga kebanyakan petani di daerah saya,itu banyak yang rusak batangnya,” kata dia.


Dwi Prasetyo mengaku setelah PKL dan lulus dari Polinela ini berniat memperbaiki pengelolaan kebun karet milik orang tuanya. Meskipun belum berani menyatakan akan menjadi petani karet sebagai profesi, dia sangat tertarik untuk nantinya memiliki kebun karet.


Empat teman lainnya, yakni Sinta (asal Waykanan), Ridfi (Lampung Utara), Rike (Lampung Timur), dan Dudi (Bandarlampung) menyatakan tertarik dengan dunia perkebunan. 

Menurut mereka, setelah mengetahui dari budidaya tanaman, pengolahan, pengepakan, sampai mengerti berapa harga jual komoditas, membuat ingin terjun ke dunia perkebunan.


“Kalau sebelum PKL ini kan kami tahunya bikin kebun itu mahal, ngurusnya susah, giliran panen harganya jeblok. Ternyata, informasi itu tidak semuanya benar. Kalau untuk membuat kebun yang bagus memang mahal, tetapi kalau dikelola secara baik, nggak ada kata rugi,” kata Ridfi.


Mereka mengakui keluhan petani karet selama ini karena perlakuan terhadap tanaman maupun terhadap getahnya yang kurang baik. Selain pemeliharaan, pemupukan, dan perlakuan lain yang kurang memenuhi standar, petani konvensional pada umumnya menyadap sembarangan.


“Kalau petani pada umumnya nyadapnya asal keluar getah. Nggak diperhatikan sudut kemiringannya, ketebalannya, dan banyak yang kena kayu. Akhirnya batang karet rusak sehingga nggak produktif lagi. Selain itu, getahnya juga tidak dijaga sehingga kotor,” kata dia.


Enam mahasiswa PKL dari Polinela ini mengaku jika ada kesempatan ingin menjadi karyawan PTPN VII. Selain itu, jika memiliki modal cukup, mereka sangat ingin punya dan mengelola kebun karet. (mfn/rls/inilampung.com).

LIPSUS