Bedah buku yang mengungkap masa lampau Krui, Pesisir Barat. |
INILAMPUNG, Krui - Daerah Krui, Kabupaten Pesisir Barat, pada masa silam memiliki perdaban besar dan sejarah panjang kemaritiman.
Hal itu terungkap dalam bedah buku Kroe Tempo Doeloe dalam catatan O.L. Helfrich di GSG Selalaw, Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Selasa, 26 Oktober 2021. Kegiatan ini digelar KAHMI Pesisir Barat
Wakil Bupati A. Zulqoini Syarif, pada kesempatan itu, mengatakan setiap tempat pasti memiliki sejarahnya masing-masing.
Pada masa kekuasaan Inggris di Nusantara tahun 1811-1816, wilayah Kabupaten Pesisir Barat dengan pusat pemerintahan dan pusat aktivitas ekonominya di Krui, masuk wilayah administrasi Keresidenan Bengkulu.
Saat terjadinya Perjanjian London antara Inggris dan Belanda, berlangsung pertukaran daerah jajahan. Belanda memperoleh Bengkulu, sedangkan Inggris diakui haknya oleh Belanda atas Malaka dan Tumasik atau Singapura.
Pada 1817, Pemerintah Kolonial Belanda meresmikan terbentuknya Keresidenan Lampung dibawah seorang residen yang berkedudukan di Terbanggi (kini Lampung Tengah) kemudian pindah ke Telukbetung (Bandarlampung).
Kejayaan Krui pada zaman lampau juga bisa ditemukan dalam peta pelayaran Nusantara pada tahun 1411 M yang menyatakan di Pulau Sumatera hanya terdapat beberapa kota pelabuhan. Diantaranya, Kota Pelabuhan Pasee (Aceh), Andipura (Riau), Manincabo (Padang), Lu-Shiangshe (Bengkulu), Krui-Lampung, Jambi, dan nama Negeri Crivijaya di Musi Selembar.
Selanjutnya, berdasarkan catatan dan data yang ada, Krui pada masa lampau jelas memiliki peradaban besar dengan sejarah kemaritiman yang panjang.
Oleh karena, Zulqoini berharap, bedah buku Kroe Tempo Doeloe dapat menjadi salah satu pintu pembuka bagi masyarakat Krui, terutama bagi para penggiat dan pecinta sejarah agar dapat terus menggali sejarah lokal yang ada di Negeri Sai Batin dan Para Ulama.
Sebagian bukti sejarah masih dapat ditemui di beberapa tempat. Mulai dari dermaga Kuala Stabas, gedung Pengadilan Rakyat, mercusuar serta beberapa bangunan dari arsitektur khas Kolonial Belanda.
"Saya sampaikan apresiasi yang tinggi dan terimakasih kepada KAHMI Kabupaten Pesisir Barat yang telah menyelenggaran kegiatan ini serta kepada penulis Kroe Tempo Doeloe, Elly Dharmawanti dan Fadlun Abid atas upaya dan kerja kerasnya menterjemahkan jurnal tentang krui pada masa Kolonial Belanda," katanya.
"Saya berharap buku ini nanti dapat menjadi awal yang baik bagi lahirnya berbagai karya terbaik dari putra putri kabupaten Pesisir Barat lainnya. Semoga kita semua dapat terus berkontribusi, mengembangkan melestarikan sejarah, adat budaya serta kearipan lokal yang ada di Kabupaten Pesisir Barat," katanya. (eva/inilampung.com).