Cari Berita

Breaking News

Pemerintah Serius Garap Pajak, Kini NIK Jadi NPWP

INILAMPUNG
Rabu, 13 Oktober 2021

NIK Jadi NPWP (ist/inilampung)

INILAMPUNG.COM, Jakarta - Pemerintah tampaknya serius untuk menggarap sektor pajak perorangan. Kini pemerintah resmi menghilangkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan digantikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk keperluan era satu data.

Kebijakan ini berlaku setelah disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Kamis (7/10/2021).

Bagaimana cara atau teknis screening terhadap pemilik NIK yang harus bayar pajak dan tidak?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, screening terhadap orang yang wajib membayar pajak dilakukan berdasarkan aspek tertentu.

"Pemerintah akan melakukan screening kepada pemilik NIK berdasarkan aspek dipenuhi atau tidaknya syarat subjektif dan objektif sebagai Wajb Pajak," ujar Neilmaldrin dikutip dari Kompas.com, Sabtu (9/10/2021).

"Untuk pengenaan pajak, pemilik NIK harus telah memenuhi syarat subjektif (pemilik NIK sudah berumur 18 tahun) dan objektif (pemilik NIK mendapatkan penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak)," lanjutnya.

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pendaftaran ini sesuai wilayah kerja yang meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tersebut untuk mendapatkan NPWP.

Ketentuan pembayaran pajak wajib jika:
-Penghasilan setahun di atas batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), atau
-Peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun bagi pengusaha yang membayar PPh Final 0,5 persen (PP-23/2018).

Oleh karena itu, untuk mereka yang belum memiliki penghasilan ataupun pekerja lepas yang sudah memenuhi syarat subjektif sebagai Wajib Pajak tetapi syarat objektifnya belum terpenuhi, tidak dikenai pajak.

Mereka yang dikenai pajak
Dalam UU HPP, penghasilan yang dikenai pajak yakni minimal Rp 60 juta per tahun.
Untuk Wajib Pajak yang memiliki penghasilan Rp 60 juta per tahun akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) dengan besaran 5 persen.

Berikut rincian lengkap lapisan kelompok yang dikenai PPh dan besaran pajaknya.
-Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 5 persen.
-Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 15 persen.
-Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenai tarif PPh sebesar 25 persen.
-Penghasilan di atas Rp 5000 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenai tarif PPh sebesar 30 persen.
-Penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun dikenai tarif PPh sebesar 35 persen.

Selain itu, terdapat sejumlah aturan lain terkait Pajak Penghasilan yang disampaikan dalam UU HPP ini, yakni:
-Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan. -Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta.
-Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
-Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22 persen mulai Tahun Pajak 2022.
-Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
-Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.(dbs/inilampung)

LIPSUS