Cari Berita

Breaking News

Pemprov Lampung Diduga Geser Batas Tanah, Warga Minta Penggusuran Ditunda

INILAMPUNG
Sabtu, 30 Oktober 2021

Pagar tembok beton batas tanah Pemprov Lampung dan patok BPN.


INILAMPUNG, Bandarlampung -- Diduga geser batas tanah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akan menggusur sejumlah warga Sukarame Baru Kota Bandarlampung dan Sabahbalau Lampung Selatan.

Rencana penggusuran itu disampaikan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Lampung pada 24 September 2021 melalui surat Pemberitahuan bernomor 700/2463.4/V.06/2021.

Menurut Asep Iwan Setiawan, perwakilan warga yang juga pemilik tanah di Jalan Malay Raya, Sukarame Baru, warga diminta segera mengosongkan lahan yang selama ini ditempati.

Surat Pemberitahuan itu kemudian disusul dengan dua surat peringatan (SP). SP1 terbit pada 15 Oktober 2021, dan SP2 tanggal 27 Oktober 2021.

Dalam SP2 yang ditandatangani Kepala Satpol PP Provinsi Lampung Zulkarnain disebutkan, warga diberi waktu tiga hari, terhitung sejak surat diterima warga, untuk mengosongkan lahan ditempati.

"Apabila Saudara tidak mengindahkan Surat Peringatan Ke-2, maka akan disampaikan Surat Peringatan Ke-3 kepada Saudara," katanya menunjukkan poin 4 dalam SP2.

Terbitnya surat penggusuran itu dinilai janggal. Selama ini warga hidup damai, tiba-tiba muncul peringatan agar warga mengosokan lahan miliknya. "Ini kan meresahkan warga," katanya, Jumat 29 Oktober 2021.

Padahal, dia menegaskan, warga memiliki hak garap HGU dari PT Perkebunan Kedaton berdasarkan Surat Direksi X2/Keda/005/88 tanggal 26 Juli 1988.

Berdasarkan petunjuk direksi tersebut, kata Asep, para penerima HGU didata dan dibuat perjanjian pinjam pakai agar tidak membangun bangunan permanen. Kemudian, pada tahun 2000 dibuat Surat Keterangan Tanah (SKT) dan pada tahun 2015 dibuat sporadik.

Sementara alasan yang digunakan pemprov untuk menggusur warga berupa Sertipikat Hak Pakai No. 1/SI tanggal 19 Maret 1997 seluas 20.488 meter persegi. Sertipikat No 13 Tanggal 20 Mei 1997 seluas 37.717 meter persegi). Serpikat No. 03 tanggal 20 Mei 1997 seluas 5999.509 meter persegi.

Pagar merah milik warga yang diklaim masih tanah Pemprov Lampung.

Asep kemudian menunjukkan ada kejanggalan terhadap klaim pemprov terhadap lahan tersebut. Terutama yang terkait dengan lahan sekitar 2,6 hektare yang dimiliki 28 kepala keluarga (KK).

Selama ini, lahan yang diklaim milik pemprov sudah dipagar beton, sesuai dengan patok kuning batas Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Namun, kata dia, lahan yang diklaim pemprov berada di luar pagar beton yang didirikan pemprov. Batasnya, bergeser sekitar delapan meter dan 13 meter.

Menurut Asep, dugaan penggeseran batas tanah itu yang memicu keresahan warga karena lahannya diklaim pemprov dan akan digusur. "Apa dasar pendirian pagar beton? Itu kan menggunakan anggaran negara?" katanya.

Dia mengaku sudah meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait. Misalnya pada 16 Oktober 2021, pihaknya pernah melakukan peninjauan lokasi bersama BPKAD Lampung. Ditemukan, lahan yang ditempati warga di luar tembok pembatas milik pemprov yang sesuai dengan patok BPN.

"Didapat fakta bahwa areal yang masuk Sertifikat Hak Tanah Pemprov Lampung terdapat kavling yang peruntukannya untuk ASN Pemprov Lampung," katanya.

Namun, dari audiensi dengan pemprov pada Jumat, 22 Oktober 2021, pemprov mengklaim warga menempati lahan pemprov berdasarkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas tanah Ex Areal HGU Kebun Kedaton PT Perkebunan X (Persero) Kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung Berdasarkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan Nomor: X.2/SK/013/1991 Tanggal 30 Oktober 1991 dan Surat PTPN 7 Tanggal Surat Nomor: ASB/D/25/2021 tanggal 4 Maret 2021.

Karena itu, pemprov meminta warga mengosongkan lahan yang ditempati. Namun, warga meminta pengosongan ditunda sampai ada kejelasaan hukum batas-batas tanah yang menjadi milik pemprov.

Sementara itu, Konsultan Hukum dari Kesuma Youdha and partner Dwi Pujo Prayitno mengatakan, pihaknya masih menunggu jawaban dari BPN yang diperkirakan keluar tanggal 10 November 2021.

"Dari jawaban BPN itu, kami berencana akan mengajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sebelum diputus PTUN, kami tidak ingin digusur," katanya.

Sebagai langkah hukum lainnya, pihaknya juga akan menyurati Kantor Staf Kepresidenan (KSP) dan KPK karena ada dugaan Pemprov Lampung tidak melaksanakan PP Nomor 18 Tahun 2021.

Menurut dia, pemprov diberikan hak pakai dengan jangka waktu selama dipergunakan dan peruntukannya adalah untuk pembangunan holtikultura (tanaman anggrek dan tanaman langka) dan taman holtikultura, namun tidak dijalankan.

Sehingga Pemprov selalu pemegang hak pakai tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun dan pendaftaran tanah berdasarkan pasal 57 huruf a, Pasal 58 huruf c dan pasal 60 ayat (3) dan (4) harus dibatalkan oleh Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Dia juga meminta pemprov meninjau kembali proses penerbitan Sertipikat Hak Pakai sesuai dnengan peruntukan dan program pembangunan yang ada di Provinsi Lampung.  (mfn/inilampung.com).

LIPSUS