Cari Berita

Breaking News

Dinilai akan Dorong Seks Bebas, PP WI Minta Permendikbudristek No 30 Dicabut

INILAMPUNG
Selasa, 09 November 2021

Ketua Umum PP WI, Marfuah Mustofa.
 
INILAMPUNG, Bandarlampung -- Menteri Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) kembali menerbitkan kebijakan yang memicu polemik di masyarakat.

Polemik itu terkait dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Diantara kelompok masyarakat yang menolak peraturan itu adalah Pengurus Pusat Wanita Islam (PP WI).

Alasannya, menurut Ketua Umum PP WI, Marfuah Mustofa, peraturan itu berpotensi menimbulkan dampak negatif di masyarakat.

"Permendikbudristek No 30 tahun 2021 mendorong terjadinya (legalisasi) perzinahan dan perilaku seks bebas (sexual consent) yaitu suatu hubungan seksualitas diluar pernikahan, hubungan seks atas dasar suka sama suka serta perilaku seksual LGBT (Lesbian, Gigolo, Biseksual dan Transgender)," sebut Marfuah dalam rilisnya, Selasa 9 November 2021.
 
Selain itu, PP Wanita Islam juga menilai peraturan itu akan menjadi pintu masuk pemberlakuan liberalisasi kehidupan seksual di dunia perguruan tinggi.

Alasan lain yang disebutkan PP WI, peraturan Mendikbudristek tersebut  bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan nilai- nilai Pancasila. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius, berketuhanan Yang Maha Esa.

"Oleh sebab itu sudah seyogyanya ajaran norma agama harus menjadi landasan dasar dan pijakan moral dalam perumusan sebuah kebijakan nasional," katanya.

Karena itu, WI mendesak kepada Mendikbudristek mencabut dan membatalkan Permendikbud No 30 tahun 2021 dan menyatakan tidak berlaku lagi.

PP WI juga mengajak semua komponen masyarakat dan ormas Islam untuk menolak pemberlakuan kebijakan tersebut di semua perguruan tinggi.

Juga, mendorong masyarakat dan umat Islam untuk bersama sama mencegah dan memberantas perilaku penyalahgunaan, pelecehan dan kekerasan seksual dalam kehidupan sehari hari termasuk dalam dunia pendidikan, dengan melakukan edukasi, konseling dan advokasi tentang bahaya dan dampak dari tindiakan kekerasan seksual dari aspei medis, psikologis, sosial dan teologis. (mfn/rls/inilampung.com).

LIPSUS