INILAMPUNG.COM, Jakarta - Nanang R. Supriyatin dari Jakarta dan Isbedy Stiawan ZS (Lampung) menjuarai lomba cipta puisi mengenang TIM 1968-2018. Juara kunci dipegang penyair asal Pare Pare Tri Astoto Kodarie.
Nanang dan Isbedy, dua penyair alumni Puisi Indonesia 87 sudah berkawan sejak lajang. Keduanya datang bersama pada pengumuman lomba di Teater Kecil TIM yang dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Wardana dan pimpinan Bengkel Deklamasi Yose Rizal Manua.
Inilah kedua puisi sebagai juara 1 dan 2 yang diumumkan Yose Rizal Manua (ketua juri) mewakili 2 juri lain, Acep Zamzam Noor dan Dr. Sunu Wasono.
Nanang R. Supriyatin
RAYUAN PULAU KELAPA DI TAMAN ISMAIL MARZUKI
1.
Seperti bangunan rumah sakit yang berdiri di atas tanah basah
Dalam sebuah ladang besar, kebun sayur yang tak terawat
Dimana cacing-cacing dan kecoa berlarian di atas rerumputan
Jika hujan datang, gemuruh angin. Terbayang dingin menyelusup
Di atas genting serta dinding-dinding yang tampak rapuh
Hingga membuat konser musik, dramaturgi dan deklamasi pecah
Bagai fragmen dalam sebuah skenario, pada sebuah episode
Sapuan kuas seorang pelukis di atas kanvas berbingkai kayu
Penyair sendiri tersudut di ruang sunyi, mengabadikan aksara
2.
Bukan rekaan, bukan bayangan -- juga khayalan
Orang-orang memilih kebebasan berkreasi di dalam dan ruang gedung Olah rasa dan olah pikir membumi dan melangit. O, ruh dunia!
Diskusi demi diskusi, argumentasi dengan nalar faktual dan imajinasi
Bahasa linier yang padat dan terus berkembang seperti tak henti
Memecah ruang-ruang tertutup dan sunyi, bagai mikrofon pecah
Cerita tentang seniman yang di bui menjadi santapan sehari-hari
Seperti kisah sederhana seorang jurnalis yang kemudian mendunia
Di kota ini tumbuh cendikia -- yang terhormat Tuan Presiden
3.
Matahari akan selalu bersinar di antara gedung-gedung tinggi
Bangunan-bangunan seni tanpa sekat, serpihan lampu pada kaca
Destinasi yang berubah di antara Planetarium dan
—Gedung Arsip
Revitalisasi menghadirkan Perpustakaan dan Wisma Pelatihan
Gallery Anex, Graha Bhakti Budaya dan Teater Halaman
Pusat Latihan Seni serta Masjid Amir Hamzah
“Tanah airku Indonesia. Negeri elok amat kucinta. Tanah tumpah darahku yang mulia, yang kupuja sepanjang masa. Tanah airku aman dan makmur, pulau kelapa yang amat subur.”
O, lirik lagu Rayuan Pulau Kelapa mengumandang di setiap ruang
Kubayangkan komponis Ismail Marzuki bernyanyi sendiri, duduk
Di atas kursi di antara rumput hijau -- di sisi patung tubuhnya
03/11/2021
*
Isbedy Stiawan ZS
TIM: BEBERAPA KENANGAN
#1. Anno 1983
di antara kenangankenangan itu,
sayang, aku tak bisa kau buru
yang begitu rindu. pohonpohon
di hampir memenuhi pandangmu
aku pun bisa bersembunyi — dan
wisma seni itu, kita bertemu; kau
ceritakan perjalanan puismu, sedang
aku baru sampai dan memulai
tapi, pada halaman yang
terasa mekar, aku katakan: kelak
aku datang bukan lagi sebagai
pendatang. aku diundang. aku
tamu juga pengantin itu…
orangorang datang seperti
sendiri dan entah dari mana
seperti aku + kau. diamdiam
menyelinap ke balik malam
ke belakang pohon, menyusuri
lorong menuju masjid itu
pernah kau ajak aku
ke halaman belakang, ada
panggung terbuka. “di sini
pernah ada tarian lumpur.”
aku termangu, tiada ucap —
#2. Anno 1987
aku adalah kau di sini
berpuluhpuluh orang dari
kotakota lain, dan kita
berkumpul. siang mencari
Ilahi, malam mabuk di taman
kita menjadi ada di sin
menulis puisi atau ke panggung
tak perlu lagi tahu nama
senyum adalah segala
lalu memilih kedai
malam luruh dalam gelas kopi
sampai pada angka dalam waktu
tak mampu dibaca, kita menuju
wisma seni. melepas mata
satu demi satu
lalu digantungkan di pepohonan
atau menara planetarium
“esok pagi boleh diambil lagi.”
mata itu telah menghiasi taman ini
mencatat nama ismail marzuki
membubuhi namanama seniman!
#3. Anno 1989
sampai tahun ini
aku masih menemuimu
kau jadi teman setia, sayang,
tak hilang oleh deru jakarta
ke kedaikedai itu
kita habisi waktu
dalam gelas berulang
diganti jika kopi habis
dan, sudah berapa kali
tumpukan rokok di asbak
kita pindahkan ke sampah?
“aku lupa, seperti
berapa kali kucium bibirmu?
kelak jadi bibit menyuburkan
puisipuisi di taman ini.”
kelak kita akan lupa
wajah taman ini
barangkali cantik dan menawan
namun sepi yang datang
untuk meminang!
#4. Anno 2017
benar!
aku pangling padamu
seperti perempuan
yang melepas rambutnya
dan sendiri di kursi
pojok kedai itu
aku pangling saat masuki
taman ini, dulu kebun binatang,
tangan sadikin menorehnya
maka jadi taman bagi seniman
aku pangling: kucari wajahmu
yang dulu, paras yang terbuka
bagi pendatang. wajah yang
tetap tersenyum untuk siapa pun
tak asing
kami riuh
tapi tak gaduh
di setiap halaman
tumbuh bunga dan mekar
benar!
kini aku pangling
kucari toko buku itu
sebagai oleholeh
pulang nanti...
Lampung, 13 November 2021
Catatan: TIM adalah singkatan dari Taman Ismail Marzuki, yakni sebuah pusat kesenian Jakarta, terletak di Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
(zal/inilampung)