Cari Berita

Breaking News

Nanang-Isbedy Juara Mengenang TIM, Ini Puisinya

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Kamis, 16 Desember 2021

INILAMPUNG.COM, Jakarta - Nanang R. Supriyatin dari Jakarta dan Isbedy Stiawan ZS (Lampung) menjuarai lomba cipta puisi mengenang TIM 1968-2018. Juara kunci dipegang penyair asal Pare Pare Tri Astoto Kodarie.

Nanang dan Isbedy, dua penyair alumni Puisi Indonesia 87 sudah berkawan sejak lajang. Keduanya datang bersama pada pengumuman lomba di Teater Kecil TIM yang dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Wardana dan pimpinan Bengkel Deklamasi Yose Rizal Manua.

Inilah kedua puisi sebagai juara 1 dan 2 yang diumumkan Yose Rizal Manua (ketua juri) mewakili 2 juri lain, Acep Zamzam Noor dan Dr. Sunu Wasono.


Nanang R. Supriyatin

RAYUAN PULAU KELAPA DI TAMAN ISMAIL MARZUKI 
 
1. 
Seperti bangunan rumah sakit yang berdiri di atas tanah basah 
Dalam sebuah ladang besar, kebun sayur yang tak terawat 
Dimana cacing-cacing dan kecoa berlarian di atas rerumputan 
 
Jika hujan datang, gemuruh angin. Terbayang dingin menyelusup 
Di atas genting serta dinding-dinding yang tampak rapuh 
Hingga membuat konser musik, dramaturgi dan deklamasi pecah 
 
Bagai fragmen dalam sebuah skenario, pada sebuah episode 
Sapuan kuas seorang pelukis di atas kanvas berbingkai kayu 
Penyair sendiri tersudut di ruang sunyi, mengabadikan aksara 
 
2. 
Bukan rekaan, bukan bayangan -- juga khayalan 
Orang-orang memilih kebebasan berkreasi di dalam dan ruang gedung Olah rasa dan olah pikir membumi dan melangit. O, ruh dunia! 
 
Diskusi demi diskusi, argumentasi dengan nalar faktual dan imajinasi 
Bahasa linier yang padat dan terus berkembang seperti tak henti 
Memecah ruang-ruang tertutup dan sunyi, bagai mikrofon pecah 
 
Cerita tentang seniman yang di bui menjadi santapan sehari-hari 
Seperti kisah sederhana seorang jurnalis yang kemudian mendunia 
Di kota ini tumbuh cendikia -- yang terhormat Tuan Presiden  
 
3.  
Matahari akan selalu bersinar di antara gedung-gedung tinggi 
Bangunan-bangunan seni tanpa sekat, serpihan lampu pada kaca 
Destinasi yang berubah di antara Planetarium dan 
—Gedung Arsip 
 
Revitalisasi menghadirkan Perpustakaan dan Wisma Pelatihan 
Gallery Anex, Graha Bhakti Budaya dan Teater Halaman 
Pusat Latihan Seni serta Masjid Amir Hamzah 
 
 “Tanah airku Indonesia. Negeri elok amat kucinta. Tanah tumpah  darahku yang mulia, yang kupuja sepanjang masa. Tanah airku aman  dan makmur, pulau kelapa yang amat subur.” 
 
O, lirik lagu Rayuan Pulau Kelapa mengumandang di setiap ruang 
Kubayangkan komponis Ismail Marzuki bernyanyi sendiri, duduk 
Di atas kursi di antara rumput hijau -- di sisi patung tubuhnya 
 
03/11/2021 
 
 
*


Isbedy Stiawan ZS

TIM: BEBERAPA KENANGAN



#1. Anno 1983

di antara kenangankenangan itu, 
sayang, aku tak bisa kau buru 
yang begitu rindu. pohonpohon
di hampir memenuhi pandangmu
aku pun bisa bersembunyi — dan
wisma seni itu, kita bertemu; kau 
ceritakan perjalanan puismu, sedang
aku baru sampai dan memulai 

         tapi, pada halaman yang 
terasa mekar, aku katakan: kelak 
aku datang bukan lagi sebagai 
pendatang. aku diundang. aku 
tamu juga pengantin itu…

orangorang datang seperti 
sendiri dan entah dari mana
seperti aku + kau. diamdiam
menyelinap ke balik malam
ke belakang pohon, menyusuri 
lorong menuju masjid itu

        pernah kau ajak aku 
ke halaman belakang, ada 
panggung terbuka. “di sini
pernah ada tarian lumpur.”
 aku termangu, tiada ucap —


#2. Anno 1987

     aku adalah kau di sini

berpuluhpuluh orang dari 
kotakota lain, dan kita 
berkumpul. siang mencari 
Ilahi, malam mabuk di taman

kita menjadi ada di sin
menulis puisi atau ke panggung

tak perlu lagi tahu nama
senyum adalah segala 
lalu memilih kedai
malam luruh dalam gelas kopi

sampai pada angka dalam waktu 
tak mampu dibaca, kita menuju 
wisma seni. melepas mata 
satu demi satu
lalu digantungkan di pepohonan
atau menara planetarium 

    “esok pagi boleh diambil lagi.”

mata itu telah menghiasi taman ini
mencatat nama ismail marzuki
membubuhi namanama seniman!



#3. Anno 1989

sampai tahun ini 
aku masih menemuimu 
kau jadi teman setia, sayang,
tak hilang oleh deru jakarta

ke kedaikedai itu 
kita habisi waktu 
dalam gelas berulang 
diganti jika kopi habis

dan, sudah berapa kali 
tumpukan rokok di asbak 
kita pindahkan ke sampah?

      “aku lupa, seperti 
berapa kali kucium bibirmu?
kelak jadi bibit menyuburkan 
puisipuisi di taman ini.”

kelak kita akan lupa 
wajah taman ini
barangkali cantik dan menawan
namun sepi yang datang 
untuk meminang!


#4. Anno 2017

benar!
aku pangling padamu 
seperti perempuan 
yang melepas rambutnya
dan sendiri di kursi 
pojok kedai itu 

aku pangling saat masuki 
taman ini, dulu kebun binatang,
tangan sadikin menorehnya 
maka jadi taman bagi seniman

aku pangling: kucari wajahmu 
yang dulu, paras yang terbuka 
bagi pendatang. wajah yang 
tetap tersenyum untuk siapa pun

tak asing 
     
    kami riuh
tapi tak gaduh 

di setiap halaman 
tumbuh bunga dan mekar

benar!
kini aku pangling 
kucari toko buku itu 
sebagai oleholeh 
pulang nanti...

Lampung, 13 November 2021


Catatan: TIM adalah singkatan dari Taman Ismail Marzuki, yakni sebuah pusat kesenian Jakarta, terletak di Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
(zal/inilampung)

LIPSUS