Cari Berita

Breaking News

Peranan Media Massa Dalam Membumikan Demokratisasi Teknologi

INILAMPUNG
Senin, 13 Desember 2021

Oleh: Khaidir Asmuni

INISIATOR Bukit Algoritma dan Ketua Gerakan Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko menggandeng Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) untuk bekerjasama dengan Bukit Algoritma. Langkah Budiman dinilai sebagai upaya membumikan tantangan transformasi digital ke pikiran masyarakat melalui media massa.

Menggandeng SMSI, yang notabene adalah rumah dari para wartawan atau karyawan pers, sangat strategis untuk mewarnai informasi kepada masyarakat terkait dengan transformasi digital dan bio fisik. Sebab bagaimanapun juga sosialisasi dan informasi terkait era baru digital masih sangat diperlukan. Dalam konteks ini, transformasi itu harus dibumikan ke pemikiran masyarakat terutama generasi muda. Kendati berita media massa tidak menjelaskan secara rinci bentuk kerjasama yang ditawarkan Budiman terhadap SMSI, namun apabila kerjasama tersebut bersifat penyebaran informasi terkait transformasi digital maka manfaat yang akan diambil sangat banyak.

Sebab, membangun investasi SDM terkait transformasi digital butuh waktu yang panjang. Juga terkait dengan kesiapan untuk pengembangan teknologi (cutting edge) ini dibutuhkan waktu lama. Apa yang dirasakan sekarang itu merupakan benih yang ditanam 10 atau 15 tahun yang lalu. Itulah sebabnya, kecepatan masyarakat Indonesia menyerap informasi ini lalu menangkap peluang untuk mengembangkannya bukan pekerjaan instan. Dan di sini peran SMSI cukup besar.

Sebuah Keniscayaan

Tantangan transformasi digital adalah sebuah keniscayaan bahwa perubahan itu nyata. Sebuah foto yang menggambarkan di salah satu sudut Kota New York (era 70-an) masyarakat menunggu bus sambil membaca koran. Kini gambaran itu berubah karena koran telah berganti handphone ketika masyarakat ingin membaca berita.

Pemandangan ini menunjukkan perubahan itu sangat nyata. Di Indonesia sendiri, belasan tahun silam, banyak tulisan mengenai transformasi teknologi akan menggantikan media cetak. Saat inilah hal itu terjadi. Media massa telah memasuki era digital.

Hanya perkembangannya tidak hanya sampai disini. Sebab media-media yang mengandalkan tulisan di kemudian hari akan berkembang menjadi audio visual.

Dinamisnya perubahan kehidupan di masyarakat yang disebabkan oleh perkembangan teknologi akan terus terjadi ke depan. Siap atau tidak, hal itu pasti akan dihadapi. Oleh sebab itu untuk mengantisipasinya sekecil apapun upaya transformasi digital dan bio fisik harus mulai dipikirkan dari sekarang.

Pada 2020, data Asian Development Bank (ADB) menyebutkan tingkat inovasi dan digitalisasi Indonesia hanya sebesar 0,08, jauh di bawah Thailand dan Vietman yang masing-masing sebesar 0,62 dan 0,44. Peringkat Indonesia ini juga tercatat lebih rendah dari Filipina dan Kamboja yang masng-masingnya tercatat sebesar 0,14 dan 0,12. Sementara secara rata-rata inovasi dan digitalisasi negara-negara Asean berada pada level 0,70.

Namun, pada 2021, Pemerintah terus melakukan percepatan digitalisasi. Hasil studi East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 memperlihatkan daya saing digital antarprovinsi di Indonesia makin merata, dari kenaikan skor median indeks daya saing digital (EV-DCI) dari 27,9 pada 2020 menjadi 32,1 pada 2021.

Pemerataan digitalisasi merupakan salah satu syarat terpenting jika Indonesia memasuki era digital. Apalagi jika ingin menjadi raksasa digital dunia dengan jumlah pengguna internet sangat besar. Seluruh pedesaan di Indonesia diharapkan akan tersentuh internet dan blankspot mulai berkurang.

Strategi

Sedikitnya ada lima strategi terkait upaya untuk membumikan transformasi digital ini ke masyarakat melalui media massa.

Pertama terkait ide atau gagasan yang harus dikembangkan oleh masyarakat terhadap era yang masih dianggap sangat baru ini. Untuk memunculkan gagasan tentunya harus diberikan gambaran yang lengkap kepada masyarakat. Apa saja peluang yang dapat dikembangkan. Gagasan ini akan berkembang seiring kebutuhan masyarakat terkait penggunaan teknologi yang akan dikembangkan itu.
Secara sederhana, gagasan tersebut terkait dengan aplikasi apa saja yang dapat dikembangkan dan relevan dengan kebutuhan.

Di Sillicon Valley, seperti ditulis
Lora Kolodny dari CNBC.com, ada 29 start up yang terus dirintis. Misalnya, di masa depan, perangkat lunak AirMap menawarkan sistem panduan navigasi untuk drone yang dapat terbang sendiri dan mungkin pesawat tak berawak yang lebih besar. Aplikasi ini dapat memberi informasi kepada drone tentang rute teraman untuk terbang, dengan lalu lintas waktu nyata atau data cuaca, dan pembatasan wilayah udara sementara yang terus-menerus dikumpulkan dan dianalisis perusahaan.

Selain itu, ada pula AliveCor dan Amino yang berkaitan dunia kesehatan. AliveCor telah membuat perangkat wearable yang disetujui FDA yang menyediakan pemantauan jantung berkelanjutan bagi pemakainya. Sedangan Amino mencocokkan pasien dengan dokter yang paling cocok untuk merawat mereka. Bidang lainnya Axiom Space yang ambisius sedang membangun stasiun luar angkasa komersial yang diharapkan akan diluncurkan pada tahun 2020.

Gagasan kreatif besar yang muncul di Sillicon Valley ini, meskipun tidak sebesar Amazon, Apple, Facebook, Google dan Microsoft dan lain sebagainya, namun memiliki peluang untuk berkembang.

Di Indonesia, munculnya sejumlah start up di Bandung menarik dicermati. Octagon Studio, misalnya, yang secara khusus menyediakan layanan terkait penggunaan teknologi augmented reality (AR), virtual reality (VR), serta mixed reality (MR).
Salah satu produk kreatif yang dapat ditemukan dari Octagon Studio adalah Octaland 4D+ Colour Me!. Produk ini merupakan sebuah buku mewarnai digital yang secara khusus didesain untuk meningkatkan minat belajar anak.
Ada pula start up Kuassa
yang berkecimpung dalam industri musik dengan menyediakan beragam software audio.
Selain itu, ada AeroTerrascan. Start up perusahaan teknologi pesawat tanpa awak (UAV) atau yang populer disebut drone. Berdiri sejak tahun 2010, AeroTerrascan telah menyediakan solusi drone untuk berbagai sektor.
Ada pula startup bernama Bobobox yang menawarkan pengalaman menginap di hotel secara berbeda. Di sini, kamu akan menjumpai teknologi kamar hotel yang pintar dan unik. Ketika menggunakan layanannya, kamu hanya perlu waktu 2 menit untuk keperluan check-in dan masuk kamar.

Gagasan gagasan ini memang harus terus diperjuangkan. Bukalapak, misalnya, pertama didirikan dari rumah kost mahasiswa ITB pada 10 Januari 2010 dengan modal sangat minim. Namun kini berkembang pesat.

Gagasan gagasan yang muncul dan ingin dikembangkan oleh masyarakat memang membutuhkan inspirasi sukses story.

Peranan media yang saat ini tumbuh dengan sangat pesat cukup strategis memberikan gambaran yang lengkap tentang apa saja yang dapat dilakukan dan dikembangkan ke depan. Media online dapat menjadi kawah candradimuka terkait pengembangan ide-ide yang tumbuh di masyarakat.

Namun harus diakui bahwa baru sedikit media yang menayangkan transformasi teknologi digital ataupun biofisik ini, sehingga pemerataan informasi ke masyarakat masih sangat timpang.
Yang justeru diperlukan adalah media massa atau media online memberikan informasi yang sporadis terkait transformasi digital ini. Sebab saat ini posisi Indonesia mengejar ketertinggalan dan ini bisa ditempuh salah satunya dengan meningkatkan kecepatan. Termasuk kecepatan masyarakat untuk memahami teknologi digital itu.

Kedua, jumlah penduduk yang besar dan pengguna internet yang terus tumbuh merupakan potensi pengembangan transformasi digital di Indonesia.

Namun dengan jumlah penduduk yang besar itu dibutuhkan penerapan demokratisasi teknologi. Artinya, masyarakat kita tidak hanya menjadi objek pemasaran dari produk-produk luar negeri tetapi mereka mampu menciptakan sesuatu dan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Demokratisasi teknologi ini pernah diungkapkan oleh ITB, yang merupakan kampus yang melahirkan startup cukup banyak. Pada 2017, seperti diberitakan Arahkata.com, terdapat 14 lulusan ITB sukses dengan startup, seperti Bukalapak, Jojonomic, Fabelio, eFishery, Snapcart, Kudo, Amartha, Adskom, UrbanIndo, dan Agate.

Peranan media massa di dalam membumikan demokratisasi teknologi sangat besar karena hal ini menyangkut visi dari transformasi digital. Berkali-kali kritik yang muncul di tengah globalisasi dunia menggambarkan benturan sistem yang bersifat kapitalistik dengan semangat gotong-royong yang tertera dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945.

Melihat benturan yang terjadi sangat diharapkan media massa melalui wartawannya kembali penegakan nilai-nilai demokratisasi teknologi itu yang mengarah pada kepentingan rakyat banyak, bukan yang bersifat perorangan .

Ketiga, terkait dengan infrastruktur apa yang telah dimiliki oleh Indonesia dan sejauhmana anggaran yang diinvestasikan ke sana. Sebab, pemerataan penggunaan internet saja tidaklah cukup, apalagi bagi para player yang berminat mengembangkan start up.

Untuk menerapkan transformasi digital ataupun biofisik tetap dibutuhkan, selain sarana dan prasarana, adalah infrastruktur yang memang mendukung keberadaan digitalisasi di Indonesia. Infrastruktur ini mendukung ke arah pengembangan digitalisasi. Di negara maju, telah dikembangkan infrastruktur mobil listrik karena hal ini terkait dengan pemeliharaan lingkungan. Juga dengan infrastruktur drone dan teknologi transportasi lainnya.

Peranan media massa yang memberikan sinyal positif bahwa transformasi digital di Indonesia telah berkembang dengan baik diharapkan melahirkan investor untuk membangun berbagai infrastruktur yang dibutuhkan.

Keempat, berkaitan dengan lingkungan untuk mengembangkan bisnis. Untuk membumikan transformasi digital ke dalam pikiran masyarakat sangat dibutuhkan gambaran bahwa itu ada pengaruhnya terhadap penghasilan masyarakat (kesejahteraan). Sebab bagaimanapun juga pengembangan teknologi yang hanya menjadikan masyarakat sebagai sasaran "pemasaran" bukanlah tujuan dari dilakukannya upaya untuk membumikan transformasi digital ini.

Untuk memulai transformasi digital ini saja masyarakat harus mempersiapkan instrumen bahkan pula kemampuan (skill) termasuk juga sarana dan prasarana agar dapat beradaptasi dengan situasi digital tersebut. Di sini, masyarakat telah mengeluarkan cost. Sehingga tentu saja sangat wajar jika masyarakat berharap akan ada timbal balik dari apa yang mereka lakukan terhadap transformasi digital itu.

Transformasi digital sering dianggap kurang logis. Bahkan di kemudian hari masyarakat tidak dapat memanfaatkannya meski sudah mengeluarkan biaya yang tidak kecil.

Apa yang harus dilakukan agar transformasi digital memiliki tempat terbaik untuk memulai dan mengembangkan bisnis? Misalnya, jika harus mengembangkan start up apa yang harus dilakukan?

Layak dijalin sinergi antara pemerintah dan industri yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sektor yang berkaitan dengan digitalisasi. Termasuk dalam pengembangan dunia konstruksi, AI (kecerdasan buatan), dan sektor otomotif. Hal ini harus selalu dikaitkan dengan prospeknya di dunia usaha.

Tulisan Ilham Nugraha tentang Bukit Algoritma menilai jika mencontoh China yang kini memimpin di AI, big data dan blockchain, Indonesia mestinya menyadari bahwa riset cutting edge (teknologi canggih) akan menghasilkan imbal hasil yang jauh lebih besar daripada riset yang berfokus pada komersialisasi jangka pendek.

Dengan demikian, jika ingin mendapatkan hasil terkait dengan lingkungan bisnis transformasi digital ini membutuhkan waktu yang cukup panjang, kesabaran dan istiqomah.

Kelima, transformasi digital akan dihadapi beragam oleh komunitas di masyarakat terutama pola pikir atau mindset mereka.

Ada yang dengan terbuka menyatakan memahami transformasi digital itu. Ada pula yang kurang memahaminya dan ingin belajar. Ada pula yang menyerah dan menggantungkan diri dengan yang lain.

Mindset yang tumbuh di masyarakat memang berbeda. Ini memengaruhi sikap dalam mengakselerasi perkembangan teknologi. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya untuk mengubah budaya dan pola pikir masyarakat dalam menghadapi perkembangan teknologi yang tidak bisa dihindari ini.

Di mana letak peranan SMSI terutama para wartawan dalam menghadapi upaya untuk mengubah mindset masyarakat ini? Tentu saja dengan secara sabar memberikan informasi dan berbagai hal penting yang dibutuhkan masyarakat sehingga pola pikir yang diciptakan mampu mendukung upaya menghadapi transformasi digital.

Pola pikir di masyarakat harus mampu diubah melalui berbagai tulisan tulisan yang bernas, inspiratif dan menimbulkan rasa optimisme dalam menghadapi era digital.(*)

Khaidir Asmuni
Democracy Care Institute
*) Tulisan ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Membumikan" Transformasi Digital ke Alam Pikir Masyarakat"

LIPSUS