Cari Berita

Breaking News

The Smiling Governor Poedjono

INILAMPUNG
Sabtu, 04 Desember 2021

Poedjono Pranyoto dan sejumlah jenderal dikerubuti  wartawan saat peristiwa Gempa Liwa, Lampung Barat (Rep: FB Himawan Imron)

Oleh: Maspril Aries
Mantan Wartawan Senior Republika

BERITA duka kepergiannya menyeruak di jejaring media sosial, bertebaran pada berbagai platform pada Kamis, 2 Desember 2021. Semua mereka yang tahu dan kenal sosok Poedjono Pranyoto Gubernur Lampung periode 1988 – 1997 menyampaikan ekspresi duka citanya yang mendalam.

Saat membaca kabar duka itu, ada berbagai kenangan yang melintas dari tokoh yang terakhir menjabat Wakil Ketua MPR RI  tahun 1997 – 1999 dari Fraksi Utusan Daerah (FUD). Di berbagai platform medsos banyak orang mengunggah foto-foto kebersamaan mereka dengan Poedjono Pranyoto, sebagian besar mereka adalah wartawan yang dekat dengan Gubernur Lampung yang karir militernya terakhir dengan pangkat bintang tiga di pundak, Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purnawirawan).

Wartawan adalah teman dekat Poedjono Pranyoto, dia bisa menerima dan bertemu wartawan dimana saja termasuk di ruang kerjanya. Poedjono Pranyoto adalah sosok pejabat atau kepala daerah yang tidak pelit berbagi informasi dengan wartawan yang mewawancarainya, tidak hanya wartawan lokal di Provinsi Lampung tapi juga dengan wartawan nasional yang datang dari Jakarta disambutnya dengan tangan terbuka. Maka wajar Poedjono Pranyoto diganjar penghargaan Pena Emas dari PWI Pusat tahun 1996.

Pada 30 Agustus 1994 Poedjono Pranyoto datang ke Palembang menghadiri upacara pelantikan pergantian Pangdam II/ yang dipimpin KASAD Jendral TNI Wismoyo Arismunandar dari Mayjen TNI Syamsir Siregar kepada Mayjen TNI Yunus Yosfiah di lapangan parkir stadion Bumi Sriwijaya.

Saat acara belum dimulai masuk ke area parkir sebuah mobil Jeep Cherokee XJ varian limited. Dengan nomor polisi plat merah BE 1. Saat itu semua orang tahu itu Gubernur Lampung Poedjono Pranyoto. Sosoknya dikenal tinggi besar keluar dari dalam mobil dan disambut sejumlah perwira TNI dari Kodam II/ Sriwijaya.

Saat itu muncul decak kagum dari beberapa orang ditujukan ke mobil dinas yang membawa orang nomor satu Provinsi Lampung tersebut. Sebuah mobil jeep yang di daerah saat itu sulit ditemukan. Tahun 1994 Jeep Cherokee XJ baru saja diluncurkan untuk pasar Indonesia dengan varian sport dan limited. Mobil jeep itu memang tampil beda berbaris di tempat parkir dengan mobil sejumlah pejabat yang hadir, banyak menggunakan mobil jenis Chevrolet Trooper atau sedan.

Saya yang saat itu sempat menyalaminya, membuatnya kaget. “Eh ada di sini?” sapanya. Saya jawab singkat, “Iya Pak.” Di kerumunan wartawan yang meliput, saat itu ada seorang wartawan yang berkomentar, “Mobil Gubernur Lampung Poedjono Pranyoto keren.”

Usai acara pelantikan, beberapa wartawan pun mendekat untuk mewawancarai Gubernur Poedjono Pranyoto. Saya ikut mendekat. Usai wawancara dengan beberapa wartawan tersebut, saya pun berkesempatan ngobrol sejenak. Kemudian sebelum meninggalkan tempat acara dia meminta saya untuk datang menemuinya di Hotel Sandjaja sebelumnya dirinya terbang ke Jakarta untuk kembali ke Lampung.

Menjelang pukul 12.00 saya tidak di lobi hotel dan minta tolong resepsionis untuk menghubunginya. Jawabannya, saya diminta ke langsung menemuinya di kamar suite room. Kami pun ngobrol tentang berbagai hal sampai ajudan memberitahu untuk menuju bandara.

Selain mobil dinas yang keren, Poedjono Pranyoto juga gubernur yang “keren” prestasi dan keberhasilannya membangun Provinsi Lampung. Ada program pembangunan yang terukur sukses, selain membangun sektor pertanian karena Lampung sejak dulu dikenal sebagai daerah pertanian dan transmigrasi adalah pada pembangunan infrastruktur dan olahraga.

Poedjono Pranyoto adalah kepala daerah yang memprakarasi tersambung ruas jalan lintas barat Sumatera dari Kabupaten Lampung Selatan (waktu itu belum pemekaran) ke Kecamatan Pesisir Barat di Kabupaten Lampung Barat (juga belum pemekaran).

Saat itu saya ikut kunjungan kerjanya melihat dan menyusuri ruas jalan tersebut yang baru dibuka dan masih tanah belum diaspal. Jalan tersebut melintas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Dengan membuka ruas jalan tersebut Poedjono Pranyoto berhasil membuka keterisolasian wilayah Barat Lampung dan memperpendek jarak tempuh untuk menuju Bandarlampung.

Kunjungan kerja berangkat dari Pendopo Gubernur atau rumah dinas gubernur (dulu belum bernama Mahan Agung) di Jalan Dr Susilo usai shalat subuh.

Perjalanan dinas diikuti sejumlah pejabat daerah termasuk Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Lampung Karyotomo yang terakhir menjabat Ketua DPRD Lampung. Dalam perjalanan tersebut sempat beberapa kali berhenti saat Gubernur Poedjono Pranyoto berjumpa dengan warganya, dia turun dan menyapa warga dan bertanya tentang berbagai hal.

Bahkan saat berjumpa dengan dua orang gadis cilik yang berseragam sekolah SD tiba-tiba mobil yang membawanya berhenti dan Gubernur Poedjono turun menyapa dua bocah cilik tersebut yang berjalan kaki menuju sekolahnya di tepi kawasan hutan.

Perjalanan dinas tersebut harus berhenti saat barisan mobil harus menyebrang sungai menjelang Biha di Kecamatan Pesisir Selatan. Belum ada jembatan di situ, untuk menyebrangi harus menggunakan ponton penyebrangan atau ada yang menyebutnya pelayangan. Gubernur Poedjono menikmati perjalanan tanpa ada tersirat lelah di wajahnya.

Prestasi lainnya di bidang olahraga adalah membawa Provinsi Lampung berada pada jajaran elite olahraga nasional. Lampung bisa bertengger pada peringkat lima dalam pengumpulan medali PON XIII tahun 1993 di Jakarta. Saat itu Lampung menjadi peringkat pertama di luar Jawa karena peringkat 1 sampai 4 selalu didominasi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pada suatu malam sebelum keberangkatan atlet dan ofisial ke Jakarta, Gubernur Poedjono Pranyoto mengundangnya ke Pendopo Gubernur. Saat itu ia mencanangkan target meraih peringkat terbaik kelima.

Zaman itu PON belum dilirik sebagai sebuah prestise daerah atau kepala daerah seperti sekarang. Tapi Poedjono Pranyoto sudah punya visi jauh ke depan. Kontingen Lampung berangkat ke Jakarta dengan dipimpin “komandan perang” atau Chief de Mission (CdM) Kol. Inf Agum Gumelar yang saat itu menjabat Danrem 043/ Garuda Hitam. Hasilnya memang mengejutkan, prestasi lima besar tercapai. 

Prestasi itu tentu lebih hebat dari saat Lampung untuk pertama kalinya meraih medali emas cabang sepak bola PON X Tahun 1981. Kecintaannya pada olahraga juga meninggalkan legacy-nya memprakarasai membangun padepokan Gajah Lampung di Pringsewu yang dikelola mantan lifter Imron Rosadi yang banyak menghasilan atlet angkat besi dan angkat berat kelas dunia dan merupakan cabang olahraga lumbung medali emas Lampung.

Pada cabang sepak bola Poedjono Pranyoto adalah tokoh yang mendongkrak PSBL (Bandarlampung) ke level nasional dengan mendatangkan pelatih asal Inggris, Paul Cumming yang sudah dikenalnya saat masih menjabat Wakil Gubernur Irian Jaya. Sepak bola Lampung saat itu selain klub Jaka Utama ada juga PSBL yang saat ditangani Paul Cumming sempat membawa prestasi PSBL lolos ke babak 4 besar Liga Indonesia di Stadion Gelora Senayan, Jakarta. Namun lanjutan kompetisi tertunda ketika reformasi di Indonesia bergulir.

Satu hal lagi yang nyaris terlupakan, Poedjono Pranyoto adalah Gubernur Lampung yang membangun kesenian, menghidupkan ekosistem berkesenian di daerah ujung Selatan pulau Sumatera tersebut dengan mendukung pendirian Dewan Kesenian Lampung (DKL) yang digagas wartawan dan seniman tahun 1993.

Setelah keluar instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Rudini yang menginstruksikan para gubernur memfasilitasi pendirian Dewan Kesenian, beberapa seniman dan wartawan berhimpun menggodok pembentukan DKL. Pertemuan tersebut difasilitasi wartawan Kompas di Lampung Bachtiar Amran atau kerap disapa Bang BAM (almarhum).

Setelah konsep matang dibahas lalu dibawa menghadap ke Gubernur Poedjono Pranyoto. Saya bersama Bang BAM dan beberapa teman seniman diterima di ruang kerjanya. Pada pertemuan tersebut beberapa seniman sempat menyampaikan komentar tentang patung dan lukisan kuda yang ada di dalam ruang tersebut. Poedjono Pranyoto adalah kolektor lukisan dan patung kuda.

Poedjono Pranyoto pun menyatakan bersedia hadir pada pengukuhan pengurus DKL pertama yang akan dilaksanakan di Gedung Wanita dan ternyata dia memenuhi janjinya, datang lalu membaca sebuah puisi yang dipersiapkan sastrawan Iwan Nurdaya Djafar.

Poedjono juga gubernur yang mendukung pengembangan film nasional di daerah dengan diproduksinya film berjudul “Cinta ku di Way Kambas” yang dibintangi Ira Wibowo, Mathias Muchus dan Rini S Bono tahun 1990. Pada FFI 1991 film ini meraih Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik yang diraih Mathias Muchus.

Saat saya sudah menjadi wartawan Republika yang bertugas di Jakarta, kami sempat bertemu beberapa kali diantaranya di kantor perwakilan Provinsi Lampung yang ada di Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat. Saat berjumpa di sini, Gubernur Poedjono Pranyoto di dampingi Siti Nurbaya yang kini menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), saat itu masih menjabat salah satu kepala bidang di Bappeda Lampung. Topik pembicaraan juga tentang banyak hal.

Ada juga satu pertemuan mendadak saat Gubernur Lampung yang disapa Pak Djon menghadiri rapat Pemilihan Umum 1997 di Lembaga Pemilihan Umum (LPU) sekarang Komisi Pemilihan Umum (KPU) di gedung LPU Jalan Imam Bonjol. Kami hanya ngobrol singkat di lobi LPU dengan sesekali diselingi beberapa gubernur menyapa dan menyalaminya. Usai Pemilu 1997 Poedjono Pranyoto yang menjadi anggota MPR dari FUD dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Wakil Ketua MPR/ DPR.

Saat menjabat Wakil Ketua MPR tersebut, saya sempat menemuinya untuk mengundang berdiskusi ke kantor redaksi Republika di Jalan Warung Buncit Raya Jakarta Selatan. Namun karena kesibukannya yang baru menjabat pimpinan MPR tersebut dan tengah mempersiapkan agenda sidang umum MPR akhirnya kehadirannya digantikan Ketua Fraksi Utusan Daerah Hasan Basri Durin yang saat itu menjabat Gubernur Sumatera Barat (Sumbar).

Saat menjabat sebagai Wakil Ketua MPR tersebut itu menjadi pertemuan terakhir dengan sosok yang sangat dicintai rakyat Lampung tersebut. Karena setelah reformasi bergulir dan Orde Baru tumbang saya bertugas di Lampung terus ke Sumatera Selatan (Sumsel).

Itulah lintas kenangan yang tersimpan dalam memori yang tidak terlupakan. Seperti teman-teman wartawan lain yang mengenalnya langsung saya mengucapkan duka cita yang mendalam. 

Selamat jalan Pak Djon, Gubernur Lampung yang dekat dengan wartawan dan dicintai rakyatnya. Doa kami, semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan memberikan tempat yang layak di sisi-nya. Amiin.(*)


Maspril Aries
- Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi.
- Mantan Pimred SKM Teknokrat Unila
- Mantan Koresponden SK Republika di Lampung

LIPSUS