Cari Berita

Breaking News

Polemik Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung

INILAMPUNG
Rabu, 19 Januari 2022

Lampung Elephant Park (ist/inilampung)

Oleh, Isbedy Stiawan (Budayawan)

WAJAH kota adalah berapa banyak disediaian RTH ( ruang terbuka hijau) atau lazim disebut alun-alun. Dibanding dengan Banten, Lampung -- khususnya Bandar Lampung -- ruang terbuka hijau (RTH) itu sangat mudah dihitung dengan jari di tangan kiri atau kanan. Apalagi jika ingin disejajarkan denngan Jawa Barat, khususnya Bandung. 

Memang Bandar Lampung memiliki komplek PKOR Wayhalim, tapi itu dirasa belum cukup untuk santai keluarga. 

Sebuah wajah kota, pertama-tama yang dilihat adalah alun-alun (RTH). Seberapa banyak yang disediakan pemerintah bagi warganya. Alun-alun bukan saja sebagai lahan berleha-leha keluarga, tapi bisa jadi area pertemuan berbagai ineividu/kelompok. 

Di Belanda, semacam alun-alun ini cukup banyak. Di tempat itu juga disediakan buku-buku di dalam kotak serupa sangkar burung dan mudah dijangkau pengunjung untuk membacanya.

Kepemimpinan Ridho Ficardo sudah melalukan harapan warga, yakni membangun Elephan Park di bekas lapangan hijau Enggal. Cukup banyak warga memanfaatkan. Di sana pula ada area olah raga, selain jajanan.

Beberapa kali saya pernah ke sini. Bersama keluarga atau kawan. Duduk, ngobrol, dan tertawa. RTH memang untuk bersantai.

Bandar Lampung yang kini terlalu riuh, warganya butuh ruang santai terbuka.


Soal kebutuhan RTH bagi warga Bandar Lampung, rasanya sudah sering saya menulisnya di media massa (Lampung Post). Ketika pelukis asal Telukbetung yang bermukim di Jakarta, Syahnagra Ismaill, melontarkan gagasan perlu dibangun ruang terbuka hijau di Lapangan Hijau Enggal -- saat itu saya jurnalis di Lampost -- saya menulis. 

Syahnagra, seperti pengakuannya, adalah putra pejuang kemerdekaan di Lampung. Ayahnya turut pada upacara pembacaan teks Proklamasi di Lapangan Enggal itu. 

Jadi, kata Syahnagra Ismaill, tempat itu punya sejarah penting bagi Provinsi Lampung. Yakni, tempat berkumpul para pejuang.

Nah, kalau Elephan Park akan beralih fungsi dari RTH menjadi tempat ibadah mewah, pertanyaannya: apakah tak ada lahan lain?

Apakah untuk membangun masjid harus menggusur fasilitas yang sudah ada dan dibangun dari dana APBD yang notabene dari kocek rakyat? 

Sebaiknya orde Arinal justru merawat peninggalan orde sebelumnya, sehingga rakyat akan memuji: tak ada 'dusta' di antara penguasa. Menggusur -- ini saya pakai dari istilah yang digunakan media massa -- pembangunan yang dibuat peminpin terdahulu, walau diganti dengan pembangunan yang baru sama saja tiada terobosan. 

Dan Abu Rizal Bakrie, dan kita tahu duitnya pasti masih banyak, seharusnya bisa membeli lahan lain demi amal ibadah membangun sarana ibadah untuk umat Islam. 

Rasa-rasanya, "kecil amat urusan" hanya meneruskan pembangunan dari lahan yang sudah jadi. Lalu ke mana warga Bandar Lampung akan bersantai? (*)

LIPSUS