Cari Berita

Breaking News

In Memoriam Ahmad Yulden Erwin: "Segala yang Fana"

Dibaca : 0
 
Minggu, 13 Februari 2022

Ahmad Yulden Erwin bersama Sutardji Calzoum Bachri di Tegal Mas Island, 2020 /ist

Saba -- nubuat bagi 
Segala yang fana --

Segala yang karam
Segala yang hilang
Segala yang padam
Tanpa jalan pulang

Odysseys, tidurlah!


PUISI Ahmad Yulden Erwin tersebut merupakan bagian ke empat dari enam bagian puisi "Enam Simetri Jeniffer Lee" dan dimuat di Antologi Puisi Tegal Mas Island Poetry International Festival, Januari 2020.

Hari ini, Minggu (13/02/2022) pukul 14.30 kabar duka dari anaknya di facebook Ahmad Yulden Erwin, bahwa AYE - panggilan akrabnya - telah berpulang menghadap Illahi. 

Inna lillahi wainna ilaihi roojiun. Ahmad Yulden Erwin adalah penyair kuat dari Lampung. Ia juga pemikir kebudayaan dan antikorupsi. Semasa muda ia memimpin Komite AntiKorupsi (KOAK) dan acap berjuang di paling depan dalam berbagai aksi jalanan. 

Melalui grup FB 100 Penyair Indonesia Modern, ia menggagas penayangan puisi-puisi berkualitas. Teranyar ia menggagas dukungan pada Goenawan Mohammad agar menetima Nobel. 

Saya kenal dekat dengan AYE. Pernah bersama "turun ke jalan" dalam aksi di Lampung, tentu bersama rekan-rekan dari KOAK, AJI, Pusbik, dan NGO lainnya semasa 1990-an. Saat KOAK menerbitkan majalah Sapulidi, aku dilibatkan di redaksi bersama Oyos Saroso HN, Juwendra, dan lainnya.

AYE kelahiran Tanjungkatang 15 Juli 1972. Bermula menggunakan nama pena Ahmad Geboh dan puisi-puisinya mengudara di Radio Suara Bhakti. Pada 2018, ia menerbitkan tiga kumpulan puisinya. Salah satu buku puisinya masuk 5 besar Kusala, Perawi Rempah.

Ketiga kumpulan puisinya yang diterbitkan Lampung Literatur, Hara Semua Kata, Perawi Tanpa Rumah, dan Perawi Rempah.

Erwin, yang kutahu, punya sikap 'keras'. Ia siap 'melawan' jika dianggapnya adalah kebenaran dan harus dimenangkan. Dalam segala hal. Hanya akhir-akhir ini ia lebih melunak. 

"Untuk apa lagi bertikai untuk soal membuang-buang energi," kata AYE dalam suatu kesempatan.

Dia juga berpesan, semestinya seniman (Lampung) saling mendukung dan bersatu, karena potensinya sangat besar di kacah nasional.

Pada Festival Puisi Internasional Tegal Mas Island, Ahmad Yulden Erwin adalah salah satu penyair peserta dari 80-penyair yang hadir.

Foto bersama di depan penginapan di Tegal Mas Island / ist


Saat undangan diterimanya, ia mengontak saya melalui messenger. Katanya, ini event bagus dan patut didukung. "Saya siap lawan kalau ada yang coba mengusik." 

Ia juga meminta satu kamar karena harus membawa istri yang selalu menjaga. Ya, AYE kena strock, dan harus selalu diawasi. Saya pun menyetujui. Bahkan dijemput dan diantar. AYE, karena kondisinya, memang harus dispesialkan dan dilayani. "Kalau dulu masih sehat, saya yang melayani!" katanya. Tentu canda.

Cara ia 'membela yang benar' juga ditunjukkan jelas. Saat ia berencana menerbitkan buku 100 Penyair Indonesia Modern, dan salah seorang menolak "kehadiranku", AYE langsung membela sambil memberi alasan yang kuat. Ia berkata dan besikap selalu dengan akal. 

Itulah AYE. Sebagai pejuang melawan korupsi hingga sastrawan dan pemikir, ia selalu konsiaten dengan sikapnya. 

AYE banyak menerjemahkan karya-karya sastra dari para sastrawan dunia. Hasil terjemahannya sangat bagus, sekuat karya-karyanya. 

Masih tersisa kerja AYE yang belum terwujud: menerbitkan buku puisi 100 Penyair Indonesia Modern. Ia harus dipanggil Allah, karena yakin Mahapencipta sangat sayang padanya.

Selamat jalan Ahmad Yulden Erwin, selamat jalan. Kami kehilangan. Benar-benar kehilangan. 

(Isbedy Stiawan ZS)

LIPSUS