Ahmad Yulden Erwin
Oleh Jauhari Zailani
Ahmad Yulden Erwin, seorang petualang intelektual yang melintasi berbagai disiplin ilmu.
Basisnya ekonomi, ia tekuni hingga angka-angka pelik, kadang tanpa makna (bagiku). Angka-angka yang ia sodorkan, membuat melek mata (ku) tentang ''kertas, logam, dan uang 'virtual' yang ganas merangsek rekening dan pasar-pasar modal.
Angka-angka di tangan Erwin menjadi muskil dan prediktif, lalu lintas uang dan perkembangan ekonomi di Nusantara, Asia, dan tentu saja Amerika.
Aku terlambat mengenal Erwin. Erwin di mataku, adalah pemuda gondrong dan aktivis gerakan 'Anti Korupsi' di tanah air. Karirnya di LSM, telah membawanya menjadi 'Sekjen' Gerakan Anti Korupsi Indonesia (GERAK). Kiprahnya di KOAK, diabadikan dalam tulisan-tulisan Sapulidi, sebuah jurnal 'Anti Korupsi' di Nusantara. Sebuah langkah yang cendekia, karena abadi dan jarang yang melakukannya. Tentu saja tak semua ia tuangkan dalam tulisan, meski ia (waktu itu) telah berhasil mengorganisir rakyat hingga ke penjuru desa-desa di Lampung.
Wajah sastrawan, adalah wajah Erwin yang lain. Dengan piawai ia menelusuri puisi-puisi Nusantara, Eropa, Amerika, hingga China. Tulisan Erwin sudah diakui oleh penulis-penulis dari berbagai negara, apalagi kota-kota poros sastra di Nusantara. Puisinya di 'Belanda' dan di 'Inggris'kan, menjadi tonggak sendiri bagi Sastrawan Lampung, dan Nusantara. Wabil khusus, sebagai penanda bagi perjalanan nyastra yang digelutinya sejak dia bercelana pendek.
Dia juga menikmati (mengamati) lukisan-lukisan klasik dan contemporer dari lintas benua dan lintas aliran. Suatu hal 'menularkan' virus kenikmatan menikmati lukisan-lukisan, yang acap tak kupahami. Untungnya, narasi-narasi Erwin tentang lukisan yg di paparkannya, membantu memahami. Saya menelan saja apa kata Erwin. Sebelum aku memiliki gaya sendiri, 'mokal', aneh bila aku menyanggahnya.
Membaca status Erwin, aku terbengong-bengong ketiKa ia menulis puisi 'realis', 'surealis', bahkan 'abstrak'. Awal saya membaca statusnya, saya kira dia sedang menguraikan tentang aneka aliran di lukisan. Nah, bengong aku. Ternyata sedang mengulas, aliran-aliran dalam puisi. Hm...trims ya.
Sebagai seorang aktivis, ia sadar betul seorang cendekia harus berbasis 'ilmu yg ditularkan' akan jauh bermakna. Beberapa waktu lalu, ia memperkenalkan (setidaknya padaku) ilmu logika. Logika yang di terapkan dalam dunia sastra. Kadang-kadang menyentil 'wacana' politik. Aku terbatuk-batuk, kadang malu hati. Ngurut dada, betapa dalam dan luas ilmu anak ini. Dan betapa ceteknya, ilmuku.
Dua hari ini Erwin, menampakkan sisi lain dari dirinya, yang tak sekedar nyastra, tetapi ia bertindak sebagai 'pemoles' (wah akik kali). Ia bergiat menjadi penggali bibit-bibit sastrawan yang terserak di persada Lampung. Hasilnya, ia menemukan bibit-bibit unggul yg bukan saja unggul nyastra, tetapi juga secara akademik.
Dua hari ini ia mengunggah 'puisi-puisi', dan 'cerpen' karya anak-anak 'asuh'nya. Karya-karya puisi dan cerpen yang amat "DAHSYAT".
Tulisan ini bentuk apresiasiku pada Erwin. Masih belum lengkap, masih kurang.Ini juga menjadi bentuk salutku pada orang-orang yang berkiprah dalam dunia seni di tanah Lampung. Begitu banyak saya mengenal orang-orang hebat dalam dunia seni dan budaya di daerah ini.
Untuk menyebut nama (tentu belum semua) bang Ansori Jausal, Irwan Nurdaya Djafar, Isbedy Stiawan ZS, Iswadi Pratama, Juperta Panji Utama, Titta, Ara Taneko, Arman AZ, Alex R. Nainggolan, Syaiful Irba Tanpaka, Udo Z Karzi, Oyos Saroso H N, dan masih banyak yang lain, yang juga tak kalah hebat, dalam lintas bidang.Tetapi itulah kekuranganku. Selamat berjuang.
ERWIN selamat jalan. Salam.
*) Jauhari Zailani, aktivis-akademisi, sahabat AYE di berbagai kesempatan perjuangan masyarakat sipil di Lampung. Jauhari juga menulis puisi dan cerpen. Salah satu puisinya tentang Talangsari masuk antologi puisi "Talangsari" terbutan LBH Bandarlampung-AJI Kota Bandarlampung dan dibacakan di Taman Budaya Lampung. Dalam buku ini juga ada puisi AYE, Isbedy Stiawan ZS, Oyos Saroso HN, Juperya Panji Utama.