Cari Berita

Breaking News

Herman HN dan Kegigihan Maju Pilgub

INILAMPUNG
Minggu, 27 Maret 2022

 


"Jika hendak belajar kegigihan tanpa pernah putus di setiap kesempatan yang terbuka, simaklah perjalanan Prabowo."

 

SAYA tersenyum sendiri, usai membaca kolom Wisnu Nugroho, Pimred Kompasdotcom yang berjudul "Probowo dan Kegigihan di Lima Kali Pemilihan Presiden" itu.

 

Jika ditarik dalam konteks lokal Lampung, mungkin kegigihan Prabowo sama dengan gigihnya Herman HN untuk maju Pemilihan Gubernur. Herman HN selalu punya potensi sebagai calon gubernur unggulan, namun berujung pada kekalahan-kekalahan yang bisa dibilang, dramatis.

 

Menariknya, sekarang. Meski dalam suasana suka cita pasca pelantikan Partai NasDem, dimana Herman HN sebagai Ketua DPW, jelas paling punya peluang besar sebagai calon gubernur dari partai besutan Surya Paloh. Ironisnya, justru pernyataan mengejutkan, diucapkan Surya Paloh, parpol itu disebut. Belum tentu mengusung Herman HN jadi calon gubernur sebelum menunjukkan prestasi.

 

Kalimat yang secara eksplisit, menegaskan belum tentu mengusung Herman HN. Hal ini, jauh dari karakter NasDem dan Surya Paloh yang biasanya, paling awal dalam setiap deklarasi pencalonan. Baik itu kontestasi level kabupaten/kota, gubernur, maupun ketika Pilpres. 

 

Herman HN, Pilgub 2014 maju berpasangan dengan Zainudin Hasan, kalah dengan pasangan Ridho Ficardo-Bahktiar Basri. Pada 2018, maju lagi berpasangan dengan Sutono, yang kini jadi Sekretaris DPD PDI Perjuangan. Herman-Sutono, dikalahkan pasangan Arinal Djunaidi-Chusnunia.

 

Jauh setiap jelang Pilgub, Herman HN merupakan nama bakal calon yang cukup populer dan punya modal elektabilitas. Dua periode menang Pilwakot Bandarlampung, dua kali sebagai cagub dengan perolehan suara lumayan besar. Selalu juara kedua.


Yakni, pada 2014 mendapat  1.342.763 suara, setara dengan 33,12%. Herman HN- Zainudin kalah dengan Ridho-Bakhtiar yang memperoleh 44,96% atau 1.816.533 suara.

 

Sedangkan pada Pilgub 2018, Herman HN-Sutono meraih suara 1.054.646, atau memperoleh 25,73%  tetap di juara kedua, kalah dengan Arinal-Chusnunia yang mendapat 1.548.506 suara, setara dengan 37,78%.

 

Yang menarik. Pasangan Herman HN-Sutono unggul tipis dibanding incumbent, Ridho-Bakhtiar, pasangan yang mengalahkannya pada Pilgub 2014. Kita ketahui, Ridho-Bakhtiar mendapat suara 25,46% atau 1.043.666.

 

Namun, berbasis hasil Pilgub 2018 itu, jika ditarik dalam konvergensi parpol pengusung calon, ada 4 pasang calon dan Herman HN-Sutono ketika itu, hanya diusung PDI Perjuangan. Satu parpol. Mampu jadi juara kedua. Di sini, ada pasangan Mustafa-Ahmad Jajuli, diusung NasDem, PKS, dan Hanura. Mustafa-Ahmad Jajuli memperoleh 11,04% atau 452.454 suara. Padahal, kita ketahui, pasangan ini nyaris tidak ikut kampanye sebab, Mustafa ditangkap KPK. Artinya, jika NasDem pada Pilgub 2018 ikut mengusung Herman HN, menilik hasil suara partai itu di Pileg 2019, jelas mampu memenangkan Pilgub Lampung.

 

Akan tetapi, variabel dalam politik selalu banyak faktor yang memengaruhi. Diantaranya, sebagaimana dikuak buku “Politik Ambivalensi; Nalar Elite Dibalik Pemenangan Pilkada” yang menyebut, studi mengenai patronase yang mencoba menunjukkan sebuah gejala lain yang mirip dan dipandang negatif, yang hampir selalu muncul dalam setiap pilkada di Indonesia, yaitu politik uang. Selain itu, mencoba menguak nalar di balik proses pilkada tersebut, yang memanfaatkan relasi patronase sebagai salah satu siasat utama untuk memenangkan kontestasi politik.    

 

Jika diamati secara lebih seksama, dua faktor pemenang utama dalam setiap kontestasi di hampir semua Pilkada, yang disebut buku itu, nyaris selalu diabaikan Herman HN.

 

Tentu, langkah ini bakal berbeda dengan Pilgub 2024. Patronase yang coba dibangun dengan menjadi Ketua DPW Partai NasDem, setidaknya membuka celah, akankah margin hasil perhitungan suara yang cukup tipis pada Pilgub 2018 lalu, bakal dimenangkan Herman HN?

 

Kita lihat saja.

 

Mungkin, jika Herman HN mampu melebarkan sayap dengan menggaet perahu dari parpol lain seperti, PDI Perjuangan, Demokrat, PKS, dan atau parpol lain, peluang kemenangan selalu ada.

 

Minimal, kegigihannya sebagai calon gubernur. Kalau pun kalah, setidaknya mengikuti jejak Prabowo yang maju Pilpres sampai 4 kali.

 

Atawa, Herman HN hendak belajar meraih kemenangan di kesempatan kecil yang terbuka dengan kegigihan biasa-biasa saja, menurut Wisnu, simaklah SBY dan Jokowi. Lokus lokal mungkin lebih tepat, simaklah perjalanan Arinal Djunaidi atau Ridho Ficardo. Muncul biasa saja sebagai calon gubernur, tapi menang pada Pilgub 2014 dan 2018. (*)

 

ENDRI KALIANDA

Pemilik Akun IG @Endritorial

 

LIPSUS