Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya
PUISI berjudul, "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta" karya WS Rendra yang ada di buku "Blues untuk Bonie" itu menegaskan, pelacur juga manusia.
Ketika seruan moral mulai mengadili, kuasa mulai menegakkan aturan, maka proses lapangan kerja dan bagaimana memperlakukan seorang wanita, harus dikedepankan. Sajak yang memotret keadilan dan bagaimana "terkadang" prilaku kita yang sok suci, namun diam-diam, penikmat sejati.
Di sini akar masalah yang sebenarnya. Terkait fenomena, maraknya pejabat-pejabat cabul. Beruntung, jika proses menyelesaikannya dengan cara yang tepat. Bisa berbalik ceritanya, jika perempuan yang dilecehkan merasa dapat uang damai, toh sekadar dipeluk atau dipegang susunya, bisa disuruh baca testimoni.
"Saya tidak dilecehkan."
Agar tidak terkesan dramatis, dibuat postulat yang meyakinkan. "Saya tidak kenal." Terlihat. Gagap dan membaca sebuah teks. Mungkin mengira, publik cukup bisa dibodohi dengan alibi-alibi sederhana.
Tapi, beda dengan yang terjadi pada Ririn Fatmawati. Jalan mencari keadilan, justru menjadi ajang perlawanan, nenempuh sinisme, dibully, langkahnya cukup panjang, dan berliku.
Siapa pula bisa mempercayai, kepala desa yang masih muda, ganteng, kaya, istrinya cantik, mau melecehkan seorang staf. Yang ada, paling orang selatan pasar (cah wetan pasar) itu, yang jadi pelakor. Pengganggu laki orang. Menggodanya. Dan sejak sas-sus pelecehan oknum kades, RF lebih sering disindir-sindir sebagai perempuan yang tidak benar. Tidak baik. Sampai ke teror psikologis di group-group WA para kaur desa.
Menariknya, dua staf perempuan lain, alih-alih membela dan bersimpati. Yang ada justru ikut merundung. Hingga banyak asumsi lain, sebenarnya mereka juga korban pelecehan. Namun akibat terjebak suka sama suka, yang ada kemudian, saling menikmati. Sampailah pada fenomena lain, Kades meniduri istri sekdes hingga digrebek warga. Lurah mesum dengan kader PKK, sampai lurah di Metro yang mencoba perkosa warganya, kepergok sang suami. Dilaporkan.
Semuanya, tentang kades mesum itu, menjadi fenomena yang nyaris kita dengar. Setiap hari. Di sini maupun di sana. Begini modelnya begitu kasusnya.
Mari kita tengok dari kasus di pelosok dusun itu. Desa yang nyaris semua remaja putrinya jadi TKW ke luar negeri, namun punya banyak cukong. Salah satu juragan pupuk terbesar di Lampung, lalu masuk politik, ada di desa itu.
Jangan heran pula, nun di pedalaman itu, di gardu-gardu anak mudanya banyak pakai iphone x atau android model terbaru.
Saya banyak kenal orang di dusun itu. Yang sebenarnya, mereka bangga akan kades-nya. Tapi, asumsi negatif mulai tersiar sejak 16 September 2020. Ketika mendadak, kades muda, yang tampan, kaya, bertitel sarjana hukum, dan istrinya cantik itu, mengeluarkan SK bernomor SK/KPD-RS/VII.12.10/IX/2020 tentang pengangkatan Kaur Umum dan TU atas nama RF.
SK yang menyatakan berhak atas tunjangan, tentu punya dalih dan banyak menimbulkan tanda tanya. Mengapa RF yang cantik itu yang diangkat? Kenapa pula, RF akhirnya mengeluh dilecehkan secara seksual sampai lebih lima kali. Baik ketika berdua di mobil ambulance desa, maupun ketika sedang di kantor desa?
Di desa itu, nyaris di semua tempat, tak bisa melawan kuasa kades. Membuatnya mesti pergi. Di ibukota kabupaten, laporan ke Polres. Tak ditanggapi. Lalu ke ibukota provinsi. Laporlah RF dan keluarganya ke Polda. Diterima lembaga bantuan hukum yang khusus menangani pembelaan terhadap kaum wanita dan anak. Naiklah beritanya di media nasional, "kades yang melecehkan stafnya masih bebas."
Setahun kemudian, baru ada respon. Sang kades ditahan. Beberapa media online alih-alih bersimpati pada korban, ada juga yang membela sang kades dan menyerang korban. Beruntung, ketika diminta keterangan oleh Polda, kades muda, yang kaya, tampan, bergelar sarjana hukum, dan beristri cantik itu, beralasan sakit. Tapi, warganya banyak menyebut, sang kades sehat-sehat saja.
Keadilan dan kebenaran, meskipun kadang terombang-ambing, tetap bakal menemukan jalan kemenangannya. Tapi RF sudah terpuruk. Akan sulit kembali ke desa melawan cibiran pendukung kades.
Bahkan mungkin, ancaman kades pasca bebas. Yang kita semua tahu bagaimana hukum berlaku bagi orang yang berkuasa dan kaya atas tuduhan pidana yang masih punya potensi diputarbalik faktanya.
Kita ketahui, sejarah bangsa ini punya Sarinah, Dasima, dan potret kemunafikan yang secara apik diangkat WS Rendra dalam sajak "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta" yang salah satu baitnya saya kutip di atas.
Dalam sajak itu, seraya membela kaum pelacur, Rendra menguak kemunafikan para elit. Mereka bicara soal yang "tinggi-tinggi" tapi segera takluk jika disodori paha. Lebih jauh, Rendra mengajak melihat fenomena pelacuran, tak semata dari kacamata moral, melainkan problem sosial untuk menjembatani nalar kebinatangan.
Itulah kenapa, tanpa lokalisasi, sebuah permukiman bakal marak kasus perzinahan. Hal itu kemudian menjadi bisnis tersembunyi. Lewat bar, pantai pijat, karaoke, dan semacamnya.
Dulu, hampir setiap pekan, orang-orang kaya di desa bepergian ke kota untuk sekadar menyalurkan hasrat kebinatangan. Di sana lebih tertata, ada transaksi jual beli yang "di luar" batas moral, ada lokus dan tanpa ada remaja putri yang dikorbankan dengan dalih kuasa kades yang notabene menjelma serupa raja-raja kecil di level desa.
Sejak tak ada lokalisasi, nyaris terdengar setiap hari. Kades fulan mencabuli fulanah, ditangkap mesum, digrebek, di sini maupun di sana. Terbaru, ada kades dilaporkan istrinya mesum dengan bidan desa. Di sisi lain, kades punya alasan. Mungkin seperti anak muda yang tampan, kaya, bergelar sarjana hukum itu. Yang percaya diri menyatakan. "Saya difitnah."
RF bagaimana pun, fenomena gunung es. Bisa jadi remaja putri model dia, tidak sendiri.
Atawa, lebih banyak yang model Fani? Memanggil wartawan, mengaku dicabuli, dilecehkan, mantap berkata setelah ditunjukkan foto wakil ketua dewan. "Ya, itu orangnya."
Eh, setelah heboh diberitakan banyak media, klarifikasi lewat video. "Saya tidak dilecehkan." (*)
Endri Kalianda
Esais, Tinggal di Bandarlampung