Cari Berita

Breaking News

Siasati Harga Teh, PTPN VII Pagaralam Diminta Kreatif

INILAMPUNG
Senin, 30 Mei 2022

 Komisaris Utama PTPN VII, Nurhidayat, saat melakukan kunjungan kerja dua hari di unit Pagaralam

INILAMPUNG, Pagaralam -- Tiga jenis teh produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Pagaralam, Sumatera Selaran, baru saja mendapat penghargaan pada “The 2nd Tea Competition 2022” di Bandung.

Namun, harga teh di pasar domestik maupun internasional yang masih stagnan membuat prestasi itu belum memberi nilai tambah berarti.

“Saya dan kita semua bangga dengan prestasi dan penghargaan yang baru diperolah Teh Gunung Dempo (produksi PTPN VII Unit Pagaralam) ini. Tetapi, karena harga pasar masih stuck, kita harus kreatif dan inovatif agar operasional tetap menguntungkan,” kata Nurhidayat, Komisaris Utama PTPN VII saat melakukan kunjungan kerja dua hari di Unit Pagaralam, Sabtu-Ahad (28-29/5/22).

Kunjungan kerja Nurhidayat disambut Manajer PTPN VII Unit Pagaralam Acep Sudiar, Asisten Kepala Tanaman Maulana Fajri, Asisten Teknik Pengolahan Supriyadi, Asisten Keuangan dan Umum Rincan Danang, dan beberapa staf. Secara tapis Mantan Dirut PTPN XII ini mengecek proses kultur teknis tanaman dan proses pengolahan teh di pabrik.

Usai mendengarkan paparan dari Manajer dan peninjaun di lapangan, Nurhidayat menyatakan apresiasinya. Ia mengatakan, penghargaan yang baru diterima pada kompetisi teh nasional adalah bukti konkret bahwa secara kualitas teh Pagaralam memiliki keunggulan. Namun demikian, kata dia, harga di teh yang masih belum mengalami kenaikan menjadi kendala tersendiri bagi operasional.

Mengutip pengalaman pribadi saat memimpin PTPN XII Jawa Timur yang juga memiliki kebun dan pabrik teh, Nurhidayat meminta Unit Pagaralam untuk lebih kreatif. Menyiasati harga yang belum beranjak, kata dia, opsi paling logis adalah meningkatkan produksi. Selain itu, manajemen harus berupaya maksimal untuk menekan harga pokok produksi, melakukan efisiensi, meningkatkan utilisasi pabrik, serta mengoptimalkan fungsi aset.

“Kita tahu harga teh dunia memang masih stuck. Sementara biaya operasional terus naik. Maka, harus ada opsi lain untuk tetap bisa operasional. Yakni, tingkatkan produksi, tekan HPP, efisiensi, dan optimalkan fungsi aset,” kata dia.

Mantan Direktur Pelaksana PTPN III Holding ini menambahkan, salah satu aset yang memiliki nilai universal tak terhingga dari Unit Pagaralam adalah kebun yang sejuk dan indah. PTPN VII Unit Pagaralam, kata dia, mendapat anugerah luar biasa dari kebun dan pabrik teh ini.

“Dari sisi produk, kebun kita ini (Pagaralam) salah satu dari sangat sedikit kebun teh yang lerengnya menghadap ke timur, menghadap matahari pagi. Proses fotosintesisnya sempurna sehingga kualitas tehnya sangat baik. Selain itu, alamnya yang indah, pabriknya yang legend bisa menjadi aset yang bisa dijual sebagai objek pariwisata,” kata dia.

Opsi-opsi itu, menurut pria yang juga kelahiran Pagarlam itu, harus mulai dirintis dengan serius. Seiring dunia mulai terbebas dari pandemi dan mulai suburnya pariwisata, PTPN VII harus memanfaatkan momen.

“Kita jangan sampai kehilangan momen. Segala kemungkinan berupa prospek harus dipikirkan untuk meningkatkan nilai tambah. Sebaiknya model-model atau ide pengembangan itu datang dari bawah karena yang lebih tahu kondisinya. Yang jelas, Pagaralam dan Gunung Dempo ini sangat prospektif ke depan. Harus kita kejar,” kata dia.

Sementara itu, Manajer Unit Pagaralam Acep Sudiar dalam paparannya menjelaskan, pihaknya mengelola pabrik pengolahan Teh Hitam Orthodox, Teh Hitam CTC, dan Green Tea (teh hijau) dengan kapasitas olah 80 ton pucuk teh segar/hari. Pabrik ini juga bisa mengolah teh putih dan premium jika permintaan pasar.

"Harga teh saat ini memang belum membaik apalagi pangsa pasar utama di Rusia dan Ukraina masih dalam konflik. Tetapi kami tetap melakukan penetrasi pasar selain lokal juga ke pasar tradisional kita ke Malaysia, Thailand, Pakistan, Afghanistan dan beberapa negara Eropa,” kata dia.

Sesuai arahan Direksi, kata Acep, pihaknya juga sudah melakukan peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, dan inovasi. Beberapa upaya yang sudah dilaksanakan yaitu dengan penggunaan mesin petik single dalam proses pemetikan teh.

"Selama ini kita menggunakan mesin petik double yang diimpor dari Jepang yang harganya sangat mahal. Namun sejak awal tahun 2022 kita beralih ke mesin petik single yang harganya jauh lebih murah," kata Acep.

Acep menambahkan, pada ajang “The 2nd Tea Competition 2022” di Bandung pertengahan Mei lalu, pihaknya mengikuti semua kategori lomba. Yakni, teh hitam Orthodox, teh hitam CTC, Green Tea, dan White Tea.

“Alhamdulillah, kita meraih Juara I Teh Hitam Orthodox jenis Dust, Juara II Teh Hitam CTC jenis D-1, dan Juara II Teh Hitam CTC jenis BP-1. Sebelumnya kita sulit bersaing dari produk pabrik besar lain, baik PTPN maupun kebun swasta.” (mfn/rls)

LIPSUS