Cari Berita

Breaking News

Malam Puisi, Keberpihakan Penyair pada Rakyat

Rabu, 01 Juni 2022


INILAMPUNG -- Malam Puisi yang digelar Selasa (31/05/2022), dari pukul 20.02 s.d 22.20, selain peluncuran antologi puisi Minyak Goreng Memanggil, obrolan santai, juga pembacaan puisi sejumlah penyair Indonesia.

Acara yang dipandu Mustafa Ismail (Jakarta) dan Isbedy Stiawan ZS (Lampung) menyimpulkan bahwa puisi-puisi yang berpihak kepada rakyat bisa berlanjut. Penyair sebagai bagian kontrol sosial, dapat menyuarakan ketimpangan sosial. 

Dimulai dari puisi-puisi ihwal langka dan mahalnya harga minyak goreng, ke depan bisa digagas puisi-puisi tema sosial, politik, keluhan keseharian masyarakat, dan lainnya. Jika selama ini puisi menolak korupsi (PMK) yang digagas Sosiawan Leak, puisi bertema sosial atau keberpihakan kepada rakyat dapat dilaungkan. 

Menurut Mustafa Ismail, program ke depan bisa digagas anggota grup Puisi Rakyat yang lain. "Tapi dalam waktu dekat, memeringati Hari Puisi bulan Juli, kita bisa baca puisi Minyak Goreng dan menerbitkan satu antologi tema rakyat," kata Mustafa.

Gagasan Mustafa tersebut disepakati penyair lainnya. Nanang R Supriuatin, Wanto Tirta, Fitri Angraini, Eddy Pranata PNP, Acep Syahril, Isbedy Stiawan ZS, jurnalis Yon Bayu.

"Pertemuan bisa dilakukan di TIM Jakarta ataupun di pusat keramaian di Jakarta," saran Mustafa. 

Nanang menyebut, kalau pada bulan Juli 2022 agenda di TIM sangat padat berbagai kegiatan sastra. Sementara perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) yang digagas Yayasam HPI pada September-Oktober 2022. 



Baca Puisi

Pembacaan puisi semalam, tampil penyair Eddy Pranata PNP, Nanang R Supriyatin, Agusri Junaidi, Ule Ceny, Wanto Tirta, Vito Prasetyo, Fitri Angraini, Yin Ude, Yuliani Kumudaswari, Piet Yulikhansa, Prawiro Sudiardjo, Dewi Rahmawati, Denting Kemuning, Dzakwan Ali, dan lain-lain.

Isbedy Stiawan ZS sebagai pembawa acara, membacakan puisi "Hikayat Minyak Goreng-episode 10" di tengah penampilan para penyair lain. Ini kutipan puisi tersebut:

ketika kini minyak goreng langka
harganya pun tak biasa, teringat
masa remaja saat ingin sekolah
atau bertemu calon kekasih...

Puluhan penyair dari berbagai daerah tampak hikmat menyeru kegundahannya menyikapi karut-marut minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 dan masih belum teratasi hingga saat ini. 

Pentas pembacaan puisi virtual melalui aplikasi G-meet cukup menarik. Di tangan para penyair, persoalan minyak goreng bisa dijadikan ‘cermin’ untuk membahas hal apa pun, dari cinta hingga protes sosial.

“Penyair harus mengasah hatinya agar terus dapat menyuarakan keberpihakannya pada rakyat kecil, termasuk dalam persoalan minyak goreng,” ujar Isbedy yang menjadi host acara tersebut.

Penyair, juga sastrawan pada umumnya, harus berani turun dari menara gading, melihat langsung penderitaan rakyat, memotret dan menyuarakannya. “Tidak hanya menulis yang wangi saja,” tambah Paus Sastra Lampung tersebut.  

Sementara Mustafa Ismail, selaku penggagas kegiatan, mengatakan puisi-puisi yang dibacakan diambil dari antologi puisi Minyak Goreng Memanggil. Kegiatan tersebut akan terus digulirkan.

“Kita sudah menggagas rencana pementasan di Jakarta. Karena temanya puisi rakyat, maka kita akan pentas di tempat yang dekat dengan rakyat,” ujarnya.(zal/bdy/inilampung)

LIPSUS