Cari Berita

Breaking News

Hapuskan Saja BBM Subsidi

INILAMPUNG
Rabu, 21 September 2022
Views

Oleh, Ilham Djamhari

SEJAK Pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi, riuh rendah suara-suara penolakan di kalangan rakyat Indonesia, terutama kalangan buruh, rakyat miskin, penggiat LSM, parpol oposisi dan mahasiswa.

Alasan Menkeu Sri Mulyani menaikkan harga BBM bersubsidi karena beban bujet APBN terkait subsidi BBM sangat besar yakni mencapai Rp 700 trilyun, suatu jumlah yang luar biasa besar, kalau dana sebesar itu untuk membangun jaringan infrastruktur proyek KA Trans Sumatera Railway, mungkin sudah tersambung dari Banda Aceh hingga Palembang-Lampung Bakauheni. Kita Naik KA asyik niiyee.

Atau membangun perumahan rakyat di kota-kota besar Pulau Sumatera dijamin lima juta orang rakyat dipastikan memiliki rumah sederhana sehat atau rumah susun sehat. Atau membangun jalan raya lintas kabupaten, lintas desa se Sumatera dijamin jalan mulus tanpa lobang dan tanpa kerusakan parah seperti di beberapa kabupaten di Lampung, jalannya bak kolam pemandian alam.

Namun apa kata petinggi pemerintahan di Jakarta, soal subsidi BBM yang terlampau besar dalam bujet APBN ini, alasan utamanya adalah subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Banyak kalangan kelas menengah atas ikut menikmati karena mobil-mobilnya mengisi BBM seharusnya Pertamax Turbo, Pertamina Dex, banyak mengisi BBM Pertalite, termasuk mobil pejabat, mobil dinas, pengusaha dan lain-lain.Bahkan industri dan sektor usaha juga menggunakan BBM solar subsidi karena lemahnya pengawasan. Seharusnya mereka menggunakan BBM industri non subsidi.   

Mengapa masyarakat kelas menengah disalahkan, dalam penggunaan BBM bersubsidi, alasan mereka kan sama-sama bayar pajak. Iya betul, karena BBM subsidi banyak untuk kalangan kelas bawah. Pertamina juga salah dalam memberlakukan ketentuan BBM. Atur aja BBM Pertamax hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum angkot, taksi, OJOL, taksi Online dan mobil niaga. 

Pertamina juga membuka pendaftaran website My Pertamina hanya mobil-mobil CC rendah atau dibawah 1300 CC yang berhak menggunakan BBM subsidi. Padahal banyak mobil tua dan tahun keluaran lama yang CC nya diatas 1300 CC seperti sedan Mercy, BMW, Toyota dan lain-lain yang CC nya 2000 CC keatas, di pasaran mobil bekas di Jakarta harganya cuma 70 juta, dan umumnya dimiliki warga biasa. Masak harus mengisi Pertamina Dex yang harganya per liter Rp 17 Ribu lebih.   

Padahal Mobil-mobil CC rendah banyak dimiliki masyarakat Indonesia kelas menengah atas.Yang jelas hanya masyarakat yang mampu saja memiliki dan membeli mobil  meskipun dengan kredit. Jadi kita bingung dalam melihat parameter penggunaan BBM subsidi. Sebaiknya hapus saja BBM subsidi untuk mobil pribadi, buat aturan hanya untuk sepeda motor, dan mobil angkutan umum dan niaga. Karena kriterianya kacau dan cenderung absurd.

Toh secara jelas harga BBM di Indonesia paling murah diantara negara - negara ASEAN, dibanding Malaysia, Rp 25 ribu, Singapura Rp 35 ribu, Kamboja Rp 24 Ribu, Myanmar (Burma) Rp 29 ribu, Vietnam Rp 28 ribu,Thailand 26 ribu, Laos 29 ribu, Brunai  negara penghasil migas saja Rp 29 ribu. Negeri kita naik sedikit sudah ribut dan demo berjilid-jilid. Kalau konsisten, "Cabut Subsidi BBM" dalam bujed APBN. Ganti saja Subsidi BBM khusus seperti dipaparkan diatas. 

Kemudian terkait inflasi seolah-olah menjadi hantu dan momok pemerintah dan rakyat. Memang benar inflasi akibat kenaikan harga BBM berimbas ke barang konsumsi dan barang-barang non konsumsi akibat naiknya harga BBM. Misalnya harga cabe, bawang merah, telor dan lain-lain. Padahal harga komoditas musiman itu tanpa naiknya BBM juga naik turun terutama jelang hari- hari besar keagamaan seperti hari raya Indul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.

Pertanyaannya mengapa inflasi perlu dibuat? Karena dengan inflasi maka ekonomi akan hidup. Inflasi membuat para produsen penuh harapan akan ada kenaikan harga di masa depan sehingga mereka akan terangsang untuk berusaha, berbisnis, atau berproduksi. 

Sebab kalau tidak seperti petani padi, walau sampai air liurnya menetes menghargai inflasi dengan harga gabah, itu hanya sebatas mimpi. Bayangkan dalam 10 tahun terakhir harga gabah ditingkat petani di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Trimurjo Lampung Tengah tak pernah bergerak dari Rp3.000 per kilogram. 

Paling paling naik sedikit jadi Rp3.200 per kg. Lalu nanti saat panen raya balik lagi ke Rp3.000 per kilogram atau bahkan lebih rendah dari itu. Petani seluruh Indonesia berharap sampai sekarang kalau bisa harga gabah itu Rp6.000 per kilogram, barulah bisa menutup ongkos produksi dan merasa merdeka menikmati kemakmuran. 

Jadi inflasi hantu atau malaikat penyelamat? Harga BBM Bagaimana? Selama masa Pemerintahan Jokowi harga BBM belum menjadi penyumbang terbesar inflasi. Karena memang selama pemerintahan ini inflasi relatif kecil. Bagaimana tidak kecil inflasinya, ekonomi cuma berputar- putar diatas, di lingkaran oligarki dalam mega proyek mereka. Dibanding Turki inflasinya mencapai 70 persen dan Eropa Barat dan AS sekarang inflasinya sudah mencapai 35 persen, sejak terjadi perang Rusia-Ukraina. Tertinggi dalam sejarah manusia modern.  

Inflasi yang rendah karena ekonomi lemot menjadi makin lemot karena tidak ada faktor yang signifikan yang bisa menimbulkan inflasi. Faktor moneter seperti suku bunga yang tinggi, justru membuat ekonomi makin tidak bergerak. Konsumsi stagnan akibat daya beli yang memang tidak berubah, ditambah terkena bencana Covid 19 selama tiga tahun. 

Di Indonesia kita hidup pas-pasan dan cukup dengan pas pasan itu. Lalu apakah kenaikan harga BBM bisa mengakibatkan inflasi. Bisa saja karena nilai pembelian BBM memang cukup besar sekitar Rp700 triliun sampai dengan Rp800 triliunan. Karena BBM nya diimpor, meskipun negara kita penghasil tambang Migas.
 
Hampir sama dengan nilai penjualan rokok, atau dua kali nilai penjualan listrik, atau tiga kali nilai penjualan pulsa.Tapi bisa saja tidak karena daya beli yang stagnan. Orang akan mengurangi komsumsi BBM, atau beralih mengganti BBM dengan listrik, atau seperti masa pandemi kemarin dimana sebagian besar pekerjaan dilakukan di rumah atau Work From Home (WFH) di saat Covid-19. 

Akibatnya konsumsi BBM kendaraan bermotor berkurang. Kalau demikian untuk menghindari inflasi akibat kenaikan harga BBM sebaiknya pemerintah khususnya segera memberlakukan WFH secara masif selama enam bulan ke depan. Semua sekolah diganti dengan sekolah online. Dijamin kenaikan harga BBM tidak akan memicu inflasi. 

Tapi ada pengamat ekonomi yang membuat argumentasi bahwa harga BBM akan mempengaruhi harga barang lain. Ya benar itu harga BBM industri bukan harga BBM subsidi. Kalau harga BBM subsidi mengakibatkan inflasi seperti yang dimaksud, maka kesimpulannya selama ini ternyata industri yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa menggunakan BBM bersubsidi. Padahal itu jelas sudah dilarang pemerintah Bro, sampeyan masih Ngeyel!(*)


Ilham Djamhari 
mantan wartawan Media Indonesia, tinggal di Bandar Lampung

LIPSUS