Oleh, Dalem Tehang
“EMANG kamu tahu apa manfaat nyamuk buat kita, Mirwan?” tanyaku.
“Nurut buku yang pernah ku baca, nyamuk menghisap darah kotor dari tubuh kita, om. Jadi, yang dihisap itu darah kotor, bukan darah segar. Kan bagus itu. Terus, ngurangi populasi mikroorganisme bakteri parasit yang ada di air kotor, kayak di kolam-kolam ikan sekitar kita ini. Juga bermanfaat untuk penyerbukan tanaman coklat secara alami, karena larva nyamuk ngehasilin zat nitrogen yang berguna buat ekosistem tanaman, selain bantu nyebarin bakteri pathogen, dan berfungsi sebagai rantai makanan spesies lain,” tutur Mirwan, panjang lebar dan tetap dengan gayanya yang kalem.
“Wuih, faham bener kamu sama urusan nyamuk rupanya, Mirwan. Kalau fakta uniknya apa aja di binatang ini,” kataku, dengan nada terheran.
“Fakta unik nyamuk mah banyak, om. Yang jelas, dia punya anatomi tubuh yang ngagumin. Punya 100 mata, punya 48 gigi, jantungnya ada tiga. Dan masing-masing jantung punya dua atrium, dua bilik, dan dua katup. Uniknya lagi, beratnya nggak lebih dari 0,1 gram,” sambung Mirwan, sambil tersenyum.
“Luar biasa ternyata pengetahuanmu, Mirwan. Entah profesi apa yang cocok buat kamu ini sebenernya,” ucapku, sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kagum dengan berbagai pengetahuan yang dimilikinya.
Sipir Mirwan hanya tersenyum. Dan terus menikmati martabak, diselingi dengan menghisap rokok yang ada di tangannya.
“Kok kamu bisa sepinter ini, gimana ceritanya, Mirwan?” tanyaku, penasaran.
“Aku emang doyan baca buku, om. Makanya, waktu aku denger om suruh Rudy baca satu buku setiap hari, aku ngerasa kita seide. Tapi, semua ini tentu atas izin Sang Pengatur-lah, om,” jawabnya, dengan nada santai.
“Maksudnya gimana, Mirwan?” tanyaku, semakin penasaran.
“Kita ikhtiar dengan baca buku atau lewat telepon seluler buat dapetin pengetahuan, emang bener. Tapi jangan lupa, Nabi pernah bersabda: apa aja yang diusahain tanpa pertolongan Allah, nggak akan bisa terwujud, karena nggak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Dan apa aja yang tanpa pertolongan Allah, pasti nggak akan bermanfaat, juga nggak akan berlangsung lama. Gitu kata Nabi kita, Muhammad SAW. Aku tahu itu dari baca buku Shahihul Jami’, om,” tutur sipir Mirwan.
Tiba-tiba Mirwan melihat jam di tangannya. Tampak sesaat ia mengernyitkan dahinya. Diikuti dengan mengucek matanya.
“Nggak salah apa ini ya. Sekarang sudah jam 01.40 rupanya, om. Kita bubar dulu ya. Aku harus balik ke pos. Inshallah, besok aku piket lagi, kita lanjut obrolan kita. Om tetep jaga kesehatan dan kalau ada perlu-perlu, langsung kontak aku, nggak usah sungkan-sungkan,” ujar Mirwan dan bergegas berdiri untuk merapihkan pakaian dinasnya.
“O iya, Mirwan. Terimakasih banyak atas semuanya ya. Allah yang bales semua kebaikanmu selama ini,” kataku, dan menyalami sipir muda itu.
Sambil menaruh tas ransel di punggungnya, Mirwan berpesan agar aku menunggu tamping kunci terlebih dulu, baru bergeser dari gazebo untuk masuk ke dalam kamar. Setelah mengucapkan salam, pria muda itu bergerak meninggalkan gazebo.
Tamping kunci berlari ke arah gazebo. Aku memberikan beberapa makanan dan minuman yang masih ada. Juga satu bungkus rokok dari pemberian sipir Mirwan. Namun, ia menolak pemberian rokok tersebut. Dengan alasan sudah diberi uang oleh Mirwan untuk ia membeli rokok sendiri.
Sambil memeluk bahu tamping kunci, aku sampaikan ucapan terimakasih atas kejujuran dan kebaikannya membukakan pintu sel. Dan setelah menaruhkan rokok di dalam loker, aku ke kamar mandi. Berwudhu. Melanjutkan dengan solat taubat dan hajat.
Ketika aku tengah merangkai wirid, terdengar suara batuk-batuk pak Waras. Pria seusiaku itu, ternyata telah bangun dari tidurnya. Dan juga solat malam di dekat pintu masuk kamar.
Keasyikanku bercengkrama dengan Yang Maha Kuasa berujung saat terdengar suara adzan Subuh dari masjid di dalam kompleks rutan. Pak Waras membangunkan pak Ramdan dan Anton. Mengajak solat berjamaah.
“Yang lain kenapa nggak dibangunin, pak. Siapa tahu mereka juga pengen solat,” kataku kepada pak Waras.
“Sudah pernah aku coba, be. Cuma nggak ada yang mau bangun. Kalau kata pak Ramdan, selama ini yang solat subuh emang cuma dia sama Anton aja. Sekarang nambah kita berdua. Yah, lumayanlah, be. Masih ada yang subuhan,” sahut pak Waras, dengan tersenyum kecil.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Mencoba memahami situasi yang ada di kamar ini. Memang, urusan ibadah adalah hak yang sangat personal. Karenanya, setingkat Nabi pun hanya ditugaskan mengajak, bukan memaksa.
Selepas melaksanakan solat sunah qobla Subuh dua rokaat diikuti bacaan wirid, pak Waras mengimami kami untuk solat wajib. Dilanjutkan dengan membaca doa. Seusai prosesi persujudan hamba kepada Tuhannya, Anton langsung naik kembali ke kasurnya, melanjutkan tidur. Sedang pak Ramdan merapihkan pakaian kawan-kawan yang nanti akan ia cuci, setelah ia membilas pakaian yang sudah direndamnya.
Aku kembali ke kasur. Mengambil Alqur’an. Membacanya dengan pelan. Tidak ingin, kegiatanku membangunkan kap Yasin dan kawan-kawan yang tengah menikmati tidur pulasnya.
Seorang sipir datang. Memanggil pak Ramdan yang tengah beraktivitas di kamar mandi. Mengucek pakaian yang ia rendam sejak tadi malam. Sipir tersebut menyampaikan kabar duka.
Putra bungsu pak Ramdan meninggal dunia, dinihari tadi, menjadi korban keberingasan begal yang mencegatnya saat mengendarai sepeda motor. Sontak, pak Ramdan menangis. Berteriak histeris.
Suara kencangnya membangunkan seisi kamar yang semula tidur lelap. Aku pun menyudahi membaca kitab suci. Dan bergerak cepat dengan memeluk pria berusia 60 tahunan itu. Menyampaikan dukacita dan berusaha untuk menenangkannya. (bersambung)