Cari Berita

Breaking News

Balada Seorang Narapidana (Bagian 421)

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Sabtu, 25 Februari 2023


Oleh, Dalem Tehang


LAH, kita semua kan emang lagi nyungsep to, pak. Tapi siapa tahu, diem-diem pak Edi dapet kiriman besar, kan bisa nambahi support buat timnya Didit tanding,” lanjutku, seraya tersenyum.


“Ampun aku, be. Tadi ada sipir dateng ke kamar, minta bantu karena anaknya mau ulang tahun. Langsung aku ceplosin, kalau buat makan aja kami kesusahan, nggak bakallah bisa bantu,” kata pak Edi.


“Sama, pak. Sipir tadi juga ngomong sama kap Yasin. Dan sama dengan pak Edi, kami juga nggak bisa bantu barang seribu perak,” ujar Anton, menyahuti.


“O gitu, jadi keliling ya sipir tadi itu. Padahal, dia kan jarang bener tugas di blok kita. Kok berani-beraninya ya ngomong kayak gitu,” sambung pak Edi.


“Mungkin emang dia lagi kesusahan, pak. Kepepet anaknya mau ulang tahun. Makanya, dia keliling ke kamar-kamar minta bantu warga binaan,” tanggap Didit dengan gaya khasnya; kalem dan bijak. 


“Yo salah minta bantu dia itu, Dit. Mungkin dia baru sekali ini kesusahan apa kepepet, lha kita kan setiap saat tiap detik susah nelongsonya,” sahut pak Edi, dan kembali tertawa.


Terdengar suara adzan Ashar dari masjid, kami langsung bergerak meninggalkan gazebo. Setelah mengambil kain sarung dan kupluk, aku bergegas menuju masjid. Bersama Anton, pak Waras, pak Ramdan, juga kap Yasin, dan Teguh. Namun seperti biasanya, Teguh tidak berjalan menuju ke arah masjid, melainkan ke kantin. Dengan kain sarungnya, ia selempangkan di leher. 


Seusai mengimami solat berjamaah, ustadz Umar berdiri dan memegang mike. Memulai tausiyahnya. Ia mengingatkan para jamaah, agar terus memperbaiki niat.


“Kenapa kita perlu terus memperbaiki niat? Karena setiap kali kita melakukannya, Allah akan perbaiki keadaan kita. Dan setiap kali kita berharap kebaikan untuk orang lain, maka kita akan mendapatkan kebaikan dari arah yang tidak pernah disangka-sangka,” kata ustadz Umar.   


Ditambahkan, saat kita hidup untuk membahagiakan orang lain, Allah akan memberikan kita rejeki berupa orang lain yang akan membahagiakan kita. Karenanya, teruslah berusaha untuk memberi, bukan menerima. Sebab, setiap kali kita memberi, maka kita akan menerima tanpa perlu meminta. 


Ustadz Umar mengingatkan juga, bahwa Allah menguji hamba-Nya dengan musibah dan nikmat. Kedua hal tersebut untuk melihat siapa yang bersyukur, siapa yang kufur, siapa yang yakin, dan siapa yang putus harapan.


“Kita semua perlu menyadari, siapa yang bersandar pada hartanya, ia akan miskin. Siapa yang bersandar pada harga dirinya, ia akan hina, dan siapa yang bersandar pada akalnya, ia akan tersesat. Namun, siapa yang bersandar kepada Allah, sesungguhnya ia tidak akan pernah miskin, hina, dan sesat,” lanjut ustadz Umar.


Mengakhiri kultumnya petang itu, ustadz Umar meminta kepada jamaah warga binaan rutan, agar dalam berdoa jangan meminta senang, melainkan meminta tenang.


“Karena yang senang, belum tentu tenang, tetapi yang tenang, sudah pasti senang,” ucapnya.


Sekeluar dari masjid, aku berjalan cepat untuk kembali ke kamar. Bahkan tanpa menoleh sekali pun saat melewati tepian lapangan. Ratusan WBP telah memenuhi seputaran lapangan volly. Kedua tim yang akan bertanding tengah melakukan pemanasan.


Sesampai di kamar, aku merebahkan badan di lantai bidang tempat tidurku. Hawa hangat dari keramik terasa merayapi punggungku. Beberapa saat kemudian, terdengar suara hiruk-pikuk dari arah lapangan. Pertanda pertandingan volly antara Blok A dan Blok B dimulai.


Suara pintu kamar yang dibuka, sempat mengejutkanku. Yang mendadak terbawa lamunan. Ternyata, pak Ramdan yang datang.


“Nggak nonton volly, pak?” tanyaku, sambil tetap merebahkan badan.


“Nemeni om di kamar aja,” sahutnya, dan tersenyum.


“Aku tidur sebentar ya. Nanti kalau pas adzan maghrib belum bangun, tolong bangunin,” kataku kepada pak Ramdan.


Dan tidak lama kemudian, aku pun terlelap dalam tidur petang hari. Sesuatu yang sangat-sangat jarang aku lakukan. Bisa jadi, ini sebuah pelarian dari ketidaktenangan. 


Kenyenyakanku terganggu suara riuh di dalam kamar, pun di pelataran. Perlahan aku bangun dan berdiri di lantai tempat tidurku. Tampak belasan orang berkumpul di selasar depan kamar.


“Itu om Mario sudah bangun,” kata kap Yasin, yang melihatku dari luar kamar.


“Om, kita menang. Ini kawan-kawan mau ketemu,” ujar Anton, dengan suara penuh kegembiraan.  


Spontan aku mengangkat kedua tangan dengan telapak menengadah. Mengucapkan Alhamdulillah dan meraupkan kedua telapak ke wajah. Setelahnya baru aku beranjak. Saat aku keluar pintu kamar, satu demi satu pemain tim volly Blok B menyalamiku. Wajah mereka penuh keceriaan. Begitu bergembira dan bahagia.


Pun beberapa tahanan lain yang berkumpul di depan kamarku. Mereka saling berangkulan penuh kebanggaan.


“Terimakasih banyak atas support luar biasanya, om,” kata Didit, yang langsung merangkulku dengan erat.


Ku tatap pelatih tim volly Blok B yang selalu berpenampilan low profile ini. Tampak matanya berkaca-kaca. Keharuan berselimutkan kebahagiaan dan kebanggaan tergambarkan dengan nyata di kedua matanya. Namun, wajahnya tetap teduh. Tanpa ekspresi. Dingin yang menyembunyikan geliat semangat membara.  


“Sama-sama ya, Didit. Om bangga sama kamu,” ucapku, dan menepuk pipi pria berusia 40 tahunan tersebut.


“Tolong kasih pesen buat kawan-kawan pemain kita, om. Ini prestise buat semua penghuni Blok B, karena baru sekali ini bisa ngalahin Blok A,” kata Didit, seraya menatapku.  


“Kalian semua hebat. Kalian semua orang-orang terpilih. Yang tetep punya rasa percaya diri tinggi. Terus kobarin semangat buat raih kemenangan demi kemenangan. Juga rebut hari depan yang lebih hebat lagi nanti setelah keluar dari sini,” kataku, menyampaikan pesan seperti permintaan Didit, dengan suara kencang.


“Siap. Terimakasih atas semuanya ya, om,” sahut beberapa pemain, berbarengan.


Suasana Blok B petang itu benar-benar penuh sukacita. Bahkan, yang tidak pernah tahu ada pertandingan volly pun, ikut tergerak untuk bergabung. Menikmati kemenangan, yang memercikkan kebahagiaan kepada ratusan penghuni blok khusus pelaku tindak pidana kriminal umum tersebut. (bersambung)

LIPSUS