Cari Berita

Breaking News

Balada Seorang Narapidana (Bagian 511)

INILAMPUNG
Jumat, 26 Mei 2023


Oleh, Dalem Tehang


KU ceritakan bila aku sudah aktif bertugas di ruang bagian umum, sejak pukul 09.00 sampai jam 17.00, sehingga bebas membawa telepon seluler. 


“Alhamdulillah, terus dikasih kemudahan ya, ayah. Tingkatin rasa syukurnya,” balas istriku.


“Asyik kalau gini, berarti kalau mbak siang-siang pengen ngobrol sama ayah, tinggal telepon,” jawab anakku Bulan.


“Ayah emang terus dikasih keberuntungan ya. Alhamdulillah, adek seneng bisa kontakan sama ayah sejak siang gini,” tulis cah ragilku, Halilintar. 


Mendapat sahutan yang menggembirakan dari orang-orang terkasih, tiada henti aku bersyukur di dalam hati. Janji Allah memang tidak akan pernah teringkari: bersama kesulitan, ada kemudahan.


Ketika suara adzan terdengar, Yoga langsung menutup Alqur’an dan mengajakku solat berjamaah Dhuhur di masjid. Sekembali dari solat, kami makan siang di ruangan kepala bagian umum. Dengan lahap, kami menghabiskan nasi kotak berlauk ikan bakar yang telah disediakan. Juga beberapa potong buah-buahan. Jeruk dan melon.


Beberapa saat kemudian, aku menghubungi komandan pengamanan yang selama ini sangat banyak membantuku. Ternyata, saat itu ia sedang tugas piket.


“Nanti saya ke tempat pak Mario. Posisi di ruangan bagian umum kan,” balas pria bersahaja yang beken dengan panggilan “Ayah” ini.


Dan benar saja, sekira 20 menit kemudian, pria berperawakan sedang itu, telah muncul ke depan ruangan bagian umum. Kami berbincang di sofa panjang. Yoga menyiapkan minuman kaleng dan panganan yang diambilkan dari kulkas di ruang kerja pak Manto. 


Sambil menikmati minuman dan makanan ringan, aku menyampaikan tentang arahan pegawai penanggungjawab Blok B agar aku memegang kendali pada blok tersebut. Juga saran dari pak Manto. 


“Prinsipnya, itu posisi bagus. Yah, bisa dibilang punya gengsi sendirilah. Dan bener saran pak Manto itu, sebaiknya pak Mario lepasin soal tarik-menarik uang pada sesama tahanan. Tugasin aja orang lain yang ngaturnya. Cukup pak Mario kasih arahan secara global aja,” ucap komandan pengamanan, dengan santainya.


“Kenapa gitu, pak?” tanyaku. Penasaran.


“Nggak usah pak Mario ngotor-ngotori tanganlah. Lagian, coba sama-sama kita renungi. Semua tahanan itu kan jadi beban keluarga di luar. Kebayang nggak pontang-pantingnya keluarga buat cukupi kebutuhan mereka disini. Maksud saya, sadar nggak sadar kita, sengaja nggak sengaja kita, nggak usah ikut-ikutan nyusahin orang yang memang sudah susah. Jangan sampai jadi dzolim. Gimana kalau teken-meneken buat bayar ini dan itu, dialami keluarga, sahabat atau kolega kita. Ngenes pastinya hati kita. Saya sependapat sama saran pak Manto. Pak Mario ikuti aja, demi kebaikan pak Mario sendiri,” urai komandan, panjang lebar.


“Kalau aku pakai pola itu, manfaatnya apa?” tanyaku lagi.


“Pak Mario terbebas dari perbuatan dzolim antarsesama. Itu yang utama. Dan kalau terjadi apa-apa yang di luar dugaan kita, pak Mario nggak kena langsung. Karena memang nggak pernah terlibat urusan teknis. Manfaat lainnya, pak Mario tetep bisa bantu kawan-kawan yang kesulitan dengan kekuasaan yang dimiliki. Yang nggak kalah penting, semua penghuni blok akan segen sama pak Mario karena nggak pernah secara langsung neken-neken mereka,” jawab komandan dengan serius.


“Jadi, harus aku siapin orang buat palang pintunya ya, pak,” tanggapku.


“Pak Mario lebih pahamlah soal strateginya gimana. Mau pakai cara sel terputus atau apa, nggak masalah. Yang penting buat saya, pak Mario tetep terjaga dan terus happy,” ucapnya lagi. Tetap dengan wajah serius. 


“Terimakasih banyak masukannya, pak. Aku sebenernya cuma pengen nyaman, nyantai, dan ningkatin usaha buat deketin diri sama Tuhan aja. Tapi, kesempatan yang jarang dipunyai tahanan ini, rasanya sayang juga kalau dilepasin gitu aja,” kataku, beberapa saat kemudian.


“Yang penting, apapun yang dilakuin jangan sampai ganggu kenyamanan dan kesungguhan perbaiki diri. Itu aja kok kuncinya, pak. Saya pasti tetep dukung semaksimalnya, dan tentu ya terus  ngejagain,” tanggap komandan, seraya melepas senyumnya.  


Saat kami masih berbincang, tiba-tiba pegawai penanggungjawab Blok B, datang. Ia mengaku, memang sengaja ingin bertemu denganku. Sebelumnya telah ke kamar 30, namun diberitahu bila aku kini menjadi tamping pada bagian umum. 


“Rupanya, diem-diem om sudah jadi tamping disini ya. Bener-bener lo om ini. Nggak bisa diem di kamar aja,” kata pegawai itu, sambil tertawa.


“Yah, namanya cari kesibukan, pak. Ketimbang diem di kamar malahan stres, baikan gini. Lagi pula, ini perintah komandan,” jawabku, juga sambil tertawa.


“Bagus kok, om. Saya dukung langkah om. Oh iya, apa sudah ada keputusan soal yang kita bicarain kemarin malem sampai pagi itu. Karena harus segera lapor kepala rutan,” lanjut pegawai penanggungjawab Blok B, terusterang.


“Siap, pak. Aku siap jalani tugas. Tapi, aku pakai pola sendiri. Nggak semua urusan aku tangani langsung. Khususnya yang nyangkut urusan uang tarikan,” jawabku, tegas.


“Alhamdulillah. Yang penting om sudah sepakat. Soal polanya gimana, om punya hak buat ngaturnya. Saya nggak ikut campur. Yang penting, soal kewajiban jangan sampai meleset. Karena urutannya panjang ke atas,” kata dia, dengan nada santai.


“Terimakasih kepercayaannya, pak. Inshaallah, aku bisa ngatur blok dengan baik. Tapi, tetep butuh arahan dan pembinaan juga. Jangan dilepas gitu aja,” ucapku.


“Santai aja, om. Mulai sekarang, ada hal-hal penting, kita berdua aja yang ketemu dan bicara. Nggak perlu libatin orang lain,” lanjutnya, dengan tegas.


“Siap, pak. Dan kita komit ya. Apapun yang terjadi di Blok B, harus lewat aku. Nggak ada yang nyelonong, mulai dari pemindahan tahanan dan lainnya. Aku yang harus mutusinnya. Pasti tetep koordinasilah,” kataku lagi.


“Sepakat, om. Atur sama om sebaik-baiknya. Kalau ada yang ngelawan, laporin. Nanti dengan cara saya, nge-bagalnya,” jawab pegawai penanggungjawab blok. 


Tidak lama kemudian, ia berpamitan. Dengan alasan segera melapor kepada kepala rutan mengenai posisi pengendali tahanan Blok B yang sekarang ada di tanganku.


Komandan pengamanan yang mendengar langsung pembicaraan kami, memberi dukungan atas keputusanku. Ia juga menyarankan, agar aku secepatnya menunjuk orang kepercayaan untuk menangani berbagai hal menyangkut masalah perputaran uang di lingkungan Blok B. (bersambung)

LIPSUS