Cari Berita

Breaking News

1 Juni dan Hikmat Kebijaksanaan dalam Demokrasi Indonesia

INILAMPUNG
Kamis, 01 Juni 2023


Oleh, Muhammad Junaidi


HARI ini 1 juni kita mengenalnya sebagai hari lahirnya Pancasila. 1 juni 1945 adalah tanggal dimana Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang 5 Dasar Negara Indonesia merdeka atau filosofi groondslag dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI dan ia beri nama Pancasila.


5 dasar yang disampaikan adalah, Kebangsaan, Internasionale atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Sebelumnya pada tanggal 31 mei 1945, Muhammad Yamin juga telah menyampaikan 5 Dasar Negara Indonesia Merdeka yakni Peri Kebangsaan, peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Peri Kesejahteraan atau Keadilan sosial.


Dan pada tanggal 10 juli 1945, sebagai ketua panitia kecil, bung karno menyampaikan kesimpulan rapat panitia kecil atas penyatuan berbagai gagasan tentang dasar negara dalam satu pembukaan UUD dimana di dalamnya terdapat juga persetujuam paham atau persatuan filosofis groondslag, 5 dasar negara falsafah bangsa sebagaimana kita kenal saat ini.


Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Persatuan Indonesia.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Meski merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, saya tertarik pada sila ke 4 Pancasila yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sebagai dasar dari Demokrasi Indonesia.


Muncul pertanyaan, mengapa para pendiri bangsa khususnya panitia kecil BPUPKI yakni Bung Karno, Bung Hatta, Muhammad Yamin, Maramis, Otto Iskandar Dinata, Wachid Hasyim, Sutardjo dan Hadikusumo menggunakan kalimat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan sebagai bentuk demokrasi Indonesia.

Mengapa ada kata hikmat kebijaksanaan.


Jika kita membaca risalah BPUPKI, banyak fikiran yang disampaikan terkait dasar negara Indonesia ini. 


Mr. Muhammad Yamin jelas mengatakan " Menurut peradaban Indonesia, maka permusjawaratan dan perwakilan itu adalah dibawah pimpinan hikmah-kebidjaksanaan jang bermusjawarat atau berkumpul dalam persidangan.


Beliau juga menyimpulkan bahwa Hikmah kebijaksanaan yang menjadi pimpinan kerakyatan indonesia ialah rasionalisme yang sehat karena telah melepaskan dari anarki, liberalisme dan semangat penjajahan


Bung Karno juga menyampaikan; " dasar Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan ". "Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan".


Lebih lanjut beliau katakan "Saudara saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat hendaknya bukan badan permusyawaratan politik demokrasi saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip : politik rechtvaardigheid (keadilan politik) dan sosiale rechtvaardigheid (keadilan sosial)"


Dan yang paling esensi dari pemikiran bung Karno tersirat dalam pidatonya  "Kalo kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik ekonomi demokrasi, yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.


Prof. Soepomo pun mengatakan

"Menurut sifat tatanegara Indonesia jang asli, jang sampai zaman sekarangpun masih dapat terlihat dalam suasana desa baik di Djawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pendjabat negara ialah pemimpin jang bersatu-djiwa dengan rakjat dan para pendjabat negara senantiasa berwadjib memegang teguh persatuan dan keimbangan dalam masjarakatnja. Dalam suasana persatuan antara rakjat dan pemimpinnja, antara golongan-golongan rakjat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-rojong, semangat kekeluargaan.


Maka teranglah tuan-tuan jang terhormat, bahwa djika kita hendak mendirikan Negara Indonesia jang sesuai dengan keistimewaan sifat dan tjorak masjarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (Staatsidee) negara jang integralistik, negara jang bersatu dengan seluruh rakjatnja, jang mengatasi seluruh golongan-golongannja dalam lapangan apapun.

Menurut aliran pikiran ini, Kepala Negara dan badan-badan Pemerintah lain harus bersifat pemimpin jang sedjati, penundjuk djalan kearah tjita-tjita luhur, jang diidam-idamkan oleh rakjat".


Dari ketiga gagasan pendiri bangsa ini nyatalah bahwa sila ke empat yang di beri gambar kepala Banteng ini menunjukkan sebuah proses Demokrasi Indonesia  yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dimana kepentingan rakyat diperjuangkan dalam proses musyawarah di gedung dewan rakyat.  


Proses musyawarah oleh pemimpin pemimpin rakyat yang bersatu jiwa dengan rakyat, pemimpin pemimpin yang rasional yang telah lepas diri dari sifat menjajah, liberalisme, anarki, dan musyawarah itu akan melahirkan keputusan berdasar kehendak untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat.

Bukan keputusan yang menguntungkan golongan kaya saja.  


Sebagaimana diwanti wanti oleh Bung Karno " 

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara , semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu".


Akhirnya sembari menikmati libur hari lahir Pancasila ini tentu bolehlah kita sedikit berfikir dengan mengingat apakah wakil wakil rakyat yang dicalonkan oleh Partai Politik di 2014 lalu yang saat ini duduk di lembaga perwakilan rakyat telah mencukupi syarat memiliki hikmat kebijaksanaan sehingga dapat menghadirkan keputusan yang mensejahteraan rakyat. Sembari mengingat utang Indonesia yang telah mencapai 7000 T.


Jikalu belum maka sudah saatnya kita mengganti pilihan kita dalam pesta Demokrasi yang akan dilangsungkan di 14 Februari 2024 mendatang.(*)



Muhammad Junaidi

Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Selatan

LIPSUS