Cari Berita

Breaking News

Balada Seorang Narapidana (Bagian 517)

INILAMPUNG
Kamis, 01 Juni 2023


Oleh, Dalem Tehang


SIPIR Mirwan yang tengah bertugas di pos penjagaan dalam, mengajakku berbincang di sudut ruangan. Sambil menunggu saatnya dipanggil untuk melanjutkan langkah keluar rutan guna mengikuti persidangan.


“Abang sidang apalagi hari ini?” tanya sipir yang dikenal ramah dan low profile ini.


“Sidang putusan. Doain semuanya lancar ya, Mirwan,” jawabku.


“O gitu. Tapi abang pasti sudah dapet bocoran kan, mau divonis berapa,” katanya lagi. 


“Jangan pakai istilah bocoran gitulah, Mirwan. Kok kesannya kurang pas. Yah, kayak kawan-kawan yang lain, aku juga sudah dapet informasi soal berapa lama vonis nanti,” sahutku, sambil menunjukkan jari yang menggambarkan vonis yang akan aku terima.


“Alhamdulillah. Disyukuri dan nikmati aja, bang. Nggak lama itu mah. Aku yakin kok, abang nggak akan hancur cuma karena di penjara begini. Walau emang prosesnya nyakitin, tapi malah bakal ngebentuk abang jadi pribadi yang tangguh. Nanti ada saatnya abang tunjukin, nggak semua yang dibakar akan hangus jadi debu,” ujar sipir Mirwan, panjang lebar. Menyemangati. 


“Terimakasih support dan perhatianmu selama ini ya, Mirwan. Aku seneng berteman sama kamu,” tanggapku, dengan serius.


“Aku inget omongan bapak waktu aku SMA dan kena kasus karena berkelahi, yang ujungnya buatku nggak naik kelas, bang. Waktu itu, bapak bilang: kalau sekarang kamu ada di tepi, teruslah bersiap untuk ke tengah pada waktunya. Gitu juga kalau kamu lagi di tengah, bersiaplah untuk ke tepi pada waktunya. Cuma sabar dan tawakkal aja modal hidup ini. Gitu kata bapak, dan terus aku inget sampai sekarang,” sipir Mirwan menambahkan.


“Penuh makna dan semangat yang sangat dalem omongan bapakmu itu, Mirwan. Terimakasih sudah kamu sampein, jadi aku juga nambah ikhlas dan santai jalani kehidupan disini,” kataku, tetap dengan nada serius.  


“Emang santai aja hidup disini mah, bang. Kalau kata orang bijak, setiap orang ada waktunya, dan setiap waktu ada orangnya. Jadi, nggak usah pernah kecil hati. Semua cerita hidup ini sudah diatur sama Sang Maha Pengatur, kita tinggal jalani aja,” sambung sipir Mirwan.


“Yang penting sabar dan ikhlas aja ya, Mirwan,” ucapku, seraya tersenyum.


“Bener itu. Abang sering-sering aja baca di dalam hati ayat 44 dari surah Al-Ghofir, bunyinya: Wa ufawwidu amri Ilallah. Artinya, Dan aku pasrahkan urusanku kepada Allah. Inshaallah, dengan kepasrahan total itu, abang akan tetep nyaman di mana aja berada,” kata Mirwan lagi.  


“Kamu ini pantesnya jadi motivator, Mirwan. Mestinya, warga binaan yang lagi kehilangan kepercayaan diri, konselingnya ke kamu. Mantep pastinya,” ujarku, seraya tersenyum.


“Semua kan ada tugasnya, bang. Bagianku ya ngawasi kawan-kawan, ngejaga semuanya tetep baik-baik aja. Kalau soal memotivasi, sudah ada yang nanganinya,” sahut Mirwan, dengan tertawa ngakak.


“Kalau nurut pengalamanmu selama ini, gimana warga binaan bisa tetep terjaga jiwa dan pikirannya?” tanyaku.


“Abang baca aja tulisan di tembok itu,” sahut Mirwan, sambil menunjuk tembok bagian kanan pos penjagaan dalam.


Disana tertulis serangkai kata yang ditulis dengan cat warna merah: “Pulihlah bersama waktu, sembuhlah dengan kesibukan, dan lupakan tanpa melibatkan orang lain.”


“Jelas kan, bang. Ya itulah kuncinya biar tetep terjaga kestabilan jiwa dan pikiran selama di dalem sini. Utamanya buat yang baru masuk,” lanjut sipir Mirwan, dan kembali tertawa ngakak.


“Pantesan nggak banyak warga binaan yang macem-macem ulahnya ya. Karena banyak pesen moral yang ditulis di tembok hampir di semua tempat strategis disini,” kataku, mengakui ketepatan pola yang dilakukan pihak rutan selama ini.


“Alhamdulillah, bang. Cuma jangan lupa, mau gimana juga, ini dunia penjara. Tetep aja berlaku fatsun kick or to be kicked. Menendang atau ditendang. Karena bagi mayoritas yang masuk sini akibat kejahatan berat atau yang ipis, mereka adalah the kickers alias semua jadi penendang, bang,” tanggap sipir Mirwan.


“O gitu ya. Tapi yang aku lihat, mayoritas penghuni bawaannya penuh ketenangan kok, Mirwan. Jarang yang macem-macem,” kataku lagi.


“Yang abang lihat itu emang bener. Tapi jangan lupa, seseorang yang kelihatannya sangat tenang dalam kondisi apapun, sebenernya dia adalah orang yang jam terbangnya sudah sangat jauh dalam hal penderitaan. Yang jika terusik sedikit aja, ya berlakulah gaya kick or to be kicked itu,” jelas Mirwan, dengan wajah serius. 


“Itu sebabnya kamu sering ngingetin agar aku tetep waspada ya, Mirwan,” ucapku, menyela dengan cepat.


“Iya, bang. Jangan kehilangan kewaspadaan dan kecermatan. Di penjara ini, jangan terlalu deket dengan siapa pun, karena kita nggak tahu kapan dia akan berbalik jadi musuh. Manusia pada hakekatnya kan penuh misteri, jangan lupain itu,” jawabnya, tetap dengan wajah serius.   


Seorang tamping regis masuk ke dalam rungan pos penjagaan. Membawa beberapa lembar kertas dan menyerahkan kepada sipir Mirwan.


“Sudah kamu cek, 65 orang yang mau sidang ini sudah ada disini semua?” tanya Mirwan kepada tamping tersebut, setelah membaca berkas yang ada di tangannya.


“Sudah, pak. Sudah siap untuk jalan,” jawab tamping regis, dengan tegas.


“Oke, baris lima lajur di depan. Aku harus absen lagi satu persatu,” kata Mirwan, dan bergegas keluar pos. Tidak lupa, ia mengajakku jalan bersamanya.


Sipir Mirwan memintaku untuk duduk di teras pos penjagaan, sementara ia mengabsen satu persatu warga binaan yang hari itu akan mengikuti sidang. Dan setelah semua sesuai data, ia mempersilakan tamping regis membawa peserta sidang melanjutkan dengan berjalan ke arah gerbang pembatas area steril rutan.


“Aku izin sidang dulu ya, Mirwan,” kataku, setelah kawan-kawan yang lain berjalan menuju gerbang.


“Siap, bang. Bismillah aja. Kalau bener vonisnya sesuai informasi yang abang dapet, terima aja. Nggak usah banding-banding. Proses bandingnya jangan-jangan malah lebih lama dari waktu abang jalani putusan nanti,” ujar sipir Mirwan dengan serius.


Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala, dan bergerak mengejar kawan-kawan yang telah berjalan terlebih dahulu. Sesampai di gerbang pembatas area steril, tidak terlalu bertele-tele sipir yang bertugas melakukan pengecekan. Sehingga tidak lama kemudian kami telah berdiri di depan gerbang untuk memasuki ruangan P-2-U. (bersambung)

LIPSUS