Cari Berita

Breaking News

Melukis Ulang Karya 20 Pelukis Dunia: Dari Van Gogh ke Raden Saleh

Dibaca : 0
 
Rabu, 02 Agustus 2023

 
 

Oleh Denny JA

LISA Gherardini adalah wanita Itali dalam  lukisan Monalisa karya Leonardo dan Vinci. Monalisa terkenal dengan senyumnya yang misterius.

Apa jadinya jika Lisa Gherardini datang ke Jakarta tempo dulu? Lalu di depan monumen Pancaron di daerah Tebet (Patung Dirgantara, Patung Pancora) ia berdiri. Saya hadir di sana untuk melukis Lisa.

Maka jadilah lukisan Monalisa di Jakarta. Jika dalam lukisan asli, Lisa nampak dari sebelah kiri. Di pancoran, Lisa nampak dari kanan.

Saya kerjakan lukisan ini dengan bantuan artificial intelligence (AI). Sekitar empat aplikasi saya kombinasikan.

Ketika mengerjakan lukisan ini, saya teringat dua perkara. Pertama, Dr. Margaret Boden, Profesor Ilmu Kognitif di University of Sussex, United Kingdom.

Ujarnya, “Artificial intelligence dapat membantu kita menjadi lebih kreatif dengan mengotomatiskan tugas yang membosankan, seperti membuat latar belakang dan bayangan.

“Hal ini membebaskan waktu kita untuk berfokus pada aspek melukis yang lebih kreatif, seperti komposisi dan warna.”

Dr. Margaret Boden mengeksplor bagaimana Artificial Intelligence bisa membantu kita menjadi pelukis yang lebih baik. Seiring perkembangan teknologi, AI dapat digunakan untuk meningkatkan kreativitas kita sendiri.

Pelukis menggunakan AI, sama dengan seorang akuntan menggunakan kalkulator. AI hanya menjadi bagian dari alat untuk mewujudkan imajinasi sang pelukis menjadi karya nyata.

Kedua, saya teringat ketika berkunjung ke museum seni di Paris, Louvre Museum, di tahun 2012. Di sana saya antri agar dapat melihat lukisan asli Monalisa.

Lama saya tatap lukisan Monalisa itu dengan keheningan yang intens. Itu pengalaman keheningan yang sama ketika saya menatap bangunan kuno piramid di Mesir dan Ka’bah di Mekah.

Saya pun mempelajari lukisan Monalisa, potret setengah panjang karya seniman Italia Leonardo da Vinci. Ia dianggap sebagai mahakarya gaya  Renaisans Itali, dan salah satu lukisan paling terkenal di dunia. 

Lukisan itu menggambarkan seorang wanita dengan senyum penuh teka-teki yang identitasnya menjadi bahan spekulasi.

Wanita dalam lukisan Mona Lisa adalah Lisa Gherardini, istri seorang saudagar kaya Florentine bernama Francesco del Giocondo. Lukisan itu dipesan oleh del Giocondo pada tahun 1503, dan diyakini sebagai hadiah untuk istrinya.

Latar belakang lukisan Mona Lisa adalah lanskap perbukitan dan sungai, yang dianggap sebagai representasi fiksi dari Lembah Arno di dekat Florence. Lanskap dilukis menggunakan teknik sfumato khas Leonardo, yang menciptakan efek kabur seperti mimpi.

Alasan mengapa Leonardo da Vinci melukis Mona Lisa tidak sepenuhnya jelas. Beberapa sarjana percaya bahwa dia hanya ditugaskan untuk melukis potret Lisa Gherardini, sementara yang lain percaya bahwa dia memiliki tujuan artistik yang lebih dalam. 

Mungkin saja Leonardo tertarik untuk mengeksplorasi sifat kecantikan dan identitas, atau dia hanya terpesona oleh Lisa Gherardini sendiri.

Apa pun alasannya, Mona Lisa adalah mahakarya seni Renaisans yang terus memukau dan membuat orang penasaran hingga saat ini. 

Senyum misterius lukisan itu, latar belakangnya yang misterius, dan tekniknya yang sempurna semuanya berkontribusi pada popularitasnya yang bertahan lama.

Ketika melihat lukisan itu, tahun 2012 itu, sudah muncul hasrat saya untuk juga menjadi pelukis. Dengan datangnya teknologi artificial intelligence, mimpi itu bisa terwujud. Monalisa menjadi karya pertama yang saya pilih, untuk dilukis ulang, dengan aksen dan interpretasi yang berbeda.

Hanya dalam waktu setahun, 2022-2023, saya sudah membuat lebih dari 200 lukisan. Lukisan itu diterbitkan dalam dua buah buku. Kini datang buku ketiga untuk 60 lukisan saya, khusus melukis ulang 60 lukisan, dari 20 pelukis dunia.

-000-

Saya pelajari riwayat hidup dan karya 20 pelukis itu, mulai dari Van Gogh, Leonardo da Vinci, Michaelangelo, Picasso, Rembrant, Frida Kahlo, Fernando Botero hingga Johannes Vermeer.

Tak ketinggalan juga saya sertakan tiga pelukis Indonesia: Raden Saleh, Affandi dan Dede Eri Supria. Agar lengkap saya lukis ulang pula lukisan khas Afrika dan Cina.

Tapi sah kah melukis ulang lukisan pelukis lain? Etis kah melukis ulang lukisan masterpiece dunia?

Sah saja dan etis saja sejauh itu dinyatakan secara terbuka sumber lukisannya. Apalagi lukisan itu diberi aksen yang berbeda. Lukisan tersebut seperti baru walau ada jejak yang terasa dari karya pelukis lain. Jejak itu bahkan sengaja dikuat- kuatkan.



Untuk kasus saya, lukisan ini juga tidak dimaksudkan untuk komersial. Ini sekedar hobi dan untuk mengeksplor kemampuan teknologi bagi imajinasi kita sendiri.

Ada beberapa pelukis yang telah menggunakan AI untuk menciptakan kembali karya seniman lain, memberikan interpretasi mereka sendiri terhadap lukisan tersebut. 

Beberapa contoh yang paling menonjol termasuk: Eli Rezkallah. Ia telah menggunakan AI untuk membuat ulang karya Vincent van Gogh, Claude Monet, dan pelukis Impresionis lainnya. Lukisan buatan Rezkallah dipuji karena keindahan dan orisinalitasnya.

Ada pula Melanie Bonajo. Ia menggunakan AI untuk membuat ulang karya Frida Kahlo, Piet Mondrian, dan pelukis surealis lainnya. Lukisan buatan Bonajo telah digambarkan sebagai "surreal, mengganggu, dan indah."


Hadir puoa Blake Kathryn. Ia menggunakan AI untuk membuat ulang karya Andy Warhol, Roy Lichtenstein, dan artis Pop lainnya. Lukisan buatan Kathryn dipuji karena referensi budaya pop dan komentar mereka tentang konsumerisme.

Para kritikus beragam dalam ulasan mereka tentang seni yang dihasilkan AI. Beberapa kritikus memuji karya tersebut karena orisinalitas dan kreativitasnya.

Sementara yang lain mengkritiknya karena itu karya turunan dan lukisannya kurang berjiwa.

Pubiik akan terbiasa dengan seni yang dihasilkan dengan bantuan Artificial Intelligence.

Tak lagi diragukan, AI menjadi alat yang semakin penting bagi para seniman. Pengaruhnya akan semakin mendalam di tahun-tahun mendatang.

Untuk pengalaman saya sendiri, hanya satu aplikasi AI saja tak pernah memuaskan hasilnya. Saya harus gabungkan beberapa aplikasi. 

Namun di akhir, karya itu tetap harus saya sentuh dengan goresan tangan saya sendiri, tidak dengan kuas dan cat, tapi dengan pensil elektrik yang bisa menghasilkan warna warni.

Jadilah itu lukisan, yang memindahkan Monalisa  dari Itali ke Pancaron Jakarta. Atau lukisan Balet Edgar Degas, yang dipindahkan dari panggung indoor ke jalan raya. ***

(Esai ini adalah pengantar dari buku kumpulan lukisan Denny JA, buku yang ketiga,   Melukis Ulang Karya 20 Pelukis Dunia)






LIPSUS