Cari Berita

Breaking News

Keadilan Sumber Daya di Lampung

INILAMPUNG
Selasa, 24 Oktober 2023

dr. Syerief Makhya, akademisi


Oleh, Dr. Syarief Makhya

DALAM dua bulan terakhir ini di Provinsi Lampung sedang mendiskusikan isu-isu masa depan yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan RPJP Lampung 2020-2045. Salah satu isu tersebut antara lain masalah keadilan sumber daya. Sumber daya di sini mencakup sumber daya alam (seperti tanah, air, hutan, dan mineral), sumber daya ekonomi (seperti uang, pekerjaan, dan peluang ekonomi), sumber daya sosial (seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan akses dalam memperoleh pelayanan publik), dan sumber daya politik (seperti hak untuk memilih dan berpartisipasi dalam proses politik).

Persoalan pokok yang cenderung akan terus menjadi masalah mendasar yaitu persoalan ketidak adilan sumber daya ke depan. Masalah tersebut adalah akses masyarakat untuk memperoleh sumberdaya sosial seperti pelayanan publik (kesehatan, pendidikan dan pelayanan administrasi) yang tetap mengalamai keterbatasan terutama dari akses finansial.

Akses terhadap sumberdaya ekonomi yaitu persaingan dalam mekanisme pasar dikuasai oleh pengusaha – pengusaha besar. Akses sumber daya politik antara lain hilangnya hak piih yang otonom karena dimobilisasi dengan politik uang. Proses politik yang lebih mengedepankan aspek legalitas formal-prosedural dan mengabaikan legitimasi sosiologis dan demokrastis serta akses terhadap sumber daya alam, seperti penguasaan hutan, tanah dan mineral yang dikuasai oleh segelintir kelompok pengusaha.


Ilustrasi, sebuah kuli sedang mengakut tebu. 

Kondisi ke depan tidak akan mengalami perubahan, apabila eksploitasi terhadap sumber daya tetap dikendalikan dan dikuasai kekuatan pemilik modal dan pemerintah tidak melakukan intervensi kebijakan dalam menguasai dan mengelola sumber daya.

Pertanyaannya, apakah pemerintah daerah memiliki kapasitas untuk menguasai dan mengendalikan sumber daya, sehingga upaya untuk mewujudkan keadilan dalam distribusi sumber daya bisa diimplementasikan di masa yang akan datang?

Dalam batas–batas tertentu fenomena distribusi sumber daya di berbagai daerah tidak sama. Artinya, ada sistem kebijakan publik yang bisa mengkondisikan keadilan sumber daya. Sebagai contoh di Sumatera Barat, ada pembatasan izin pasar modern, tidak seperti di Bandarlampung, setiap kelurahan bisa 2-4 ada pasar modern. Demikian halnya, di Kota Malang atau di Yogyakarta ada perlindungan untuk pedagang kaki lima, di Kota Bandung ada perda yang tidak membolehkan daerah tertetu dijadikan pusat perdagangan.

Dengan berbagai contoh di berbagai daerah tersebut, di tengah-tengah dominasi kekuatan pemilik modal dan lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap perlindungan dan jaminan keadilan bagi masyarakt lapisan bawah dalam memperoleh akses terhadap berbagai sumber daya, apakah masih ada ruang yang bisa memberikan jaminan keadilan bagi penguasan sumber daya untuk masyarakat? Bagaimana caranya?


Kebijakan dan Manajemen Sumber Daya
Ada dua perspektif yaitu politik kebijakan dan perspektif manajemen pemerintahan untuk menjelaskan persoalan keadilan sumber daya tersebut. Dalam perspektif politik kebijakan, peran kepala daerah dan DPRD dalam membuat perda pengelolaan sumber daya harus memiliki visi yang sama bahwa nilai dalam menetapkan kebijakan harus berpijak pada kepentingan masyarakat luas. Faktor keberpihakan yang perlu dipertimbangkan yaitu keselamatan dan keseimbangan ekosistem harus menjadi prioritas utama. Kebijakan harus mencerminkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Ini berarti bahwa perda harus mendukung distribusi yang adil dari sumber daya, termasuk akses yang setara untuk semua lapisan masyarakat.

Kemudian, rendahnya konflik kepentingan perusahaan, organisasi non-pemerintah, dan individu, yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya harus dikelola dengan menghindari konflik kepentingan yang dapat merugikan kepentingan masyarakat.

Sementara dalam perspektif manajemen pemerintahan pengelolaan sumber daya, ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu pemerintah harus melakukan perencanaan strategis: Pemerintah harus memiliki rencana strategis yang jelas untuk pengelolaan sumber daya. Ini mencakup menetapkan tujuan, visi, dan prioritas yang sesuai dengan kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Dari aspek transparansi dan akuntabilitas, proses pengelolaan sumber daya harus transparan dan akuntabel; Pemerintah harus memberikan akses informasi kepada masyarakat tentang kebijakan alokasi sumber daya.

Keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu pemerintah harus melibatkan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta dalam proses pengambilan keputusan. Ini dapat menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan relevan. Keberlanjutan, pengelolaan sumber daya harus diarahkan pada keberlanjutan jangka panjang, termasuk menjaga keseimbangan ekologi dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan pengelolaan sumber daya. Dalam pengawasan dan evaluasi, pemerintah harus memiliki mekanisme pengawasan dan evaluasi yang kuat untuk memantau pelaksanaan kebijakan dan mengukur dampaknya. Hal ini memungkinkan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya.

Akankah pemerintah Provinsi Lampung ke depan akan mengubah pengelolaan sumber daya ke arah distribusi yang adil ataukah akan tetap dikuasai dan dikendalikan oleh kekuatan mekanisme pasar dan pemilik modal? Jika arah pengelolaan sumber daya ke depan tetap seperti sekarang, maka di masa yang akan datang kecederungan pengeloaan sumber daya akan berdampak buruk terhadap kerusakan lingkungan, dan akses publik terhadap pelayanan akan banyak dinikmati oleh masyarakat yang memiliki kekuatan finasial.

Perlindungan dan pelestarian terhadap warisan budaya akan punah, sumber daya politik akan dikuasai oleh sekelompok orang yang memiliki akses terhadap kekuasaan, sumberdaya ekonomi akan dikuasai oleh para pengusaha. Singkat kata, akses publik untuk mengelola sumber daya akan semakin terpingirkan.

Dengan demikian, penyusunan RPJP Lampung 2020- 2045, menjadi momentum bagi masyarakat Lampung ke depan untuk merumuskan gagasan yang berpihak dalam mendistribusikan sumber daya yang adil, sehingga ada acuan yang jelas bagi kepala daerah dalam mengembangkan dan menyusun visi, misi, dan programnya.

RPJP adalah produk kepentingan Daerah dan masyarakat Lampung yang sifatnya mengikat; jangan sampai dikalahkan dan diporak-pondakan oleh kepentingan politik sesaai untuk memenuhi kepentingan mengakumulasi modal .

* Dr. Syarief Makhya,  pengajar FISIP Universitas Lampung.
* Dekan FISIP Unila.


** tulisan ini pernah dimuat mediaonline Teraslampung.com,  tanggal 24 Oktober 2023

LIPSUS