Cari Berita

Breaking News

Bongkot yang Kasyaf

INILAMPUNG
Selasa, 14 November 2023


ENDRIYONO

Esais, Tinggal di Bandarlampung


TANPAKA. Nama yang indah. Siapa yang tak terpesona dan penasaran arti dari nama itu? Seabad lalu penyair Shakespeare berkata, "what is the name" dalam roman abadi Romeo and Juliet.


Nama indah itu lengkapnya, Syaiful Irba Tanpaka. Kami pernah bemuka-muka. Tentu dalam pendulum bincang seni budaya, dan sastra di KGM. Beragam tema jadi bahan obrolan, terutama uniknya nama beliau. Tersebutlah semacam postulat, nama sastrawan itu mesti mentereng, unik, dan serupa Tanpaka. Beliau tertawa. Yang dijelaskan Bang Ipul, panggilan akrab kami, nama itu bukan berasal dari vokabuler Jepang. Tapi murni bahasa Indonesia. Yaitu, tanpa (huruf) k. Sebab, dulu nama dia sering salah tulis. 


Nama beliau disebut, "Irbak" mestinya "Irba" akhirnya daripada salah terus, sekalian diberi tambahan kata; "Tanpa(ka)". 


Saya meyakini kalau nama itu berarti penting. Terutama setelah ada ulasan khusus, ketika Shakespeare menyebut, apalah arti sebuah nama, mawar yang indah dan wangi meski tidak diberi nama "mawar" harumnya tetap sama. Yang belakangan dibantah Jack Trout dalam "Potitioning; The Beatle For Your Mind" jika nama mawar itu tak dipakai, baunya akan berbeda. Sebab, di otak kita sudah ada persepsi dan visual tentang mawar yang indah dan harum.


Artinya, teori Shakespeare terbantahkan. Nama itu sangat penting sebagai merk. Brand. Bahkan identitas. 


Di Lamban Isbedy Stiawan ZS, rumah sastra yang baru pertama kali didirikan di Kemiling itu, dimana Bang Ipul pengelolanya, kami membingkai perbincangan. Beliau mulai melazimkan setiap karya cerpennya dengan tokoh "Bongkot". Seseorang pasca pulang dari Makah, jadi sangat spiritualis. 


"Bongkot itu tokoh kasyaf yang sudah mulai saya tulis untuk novel," kata beliau. 


Sekarang, lanjut dia, mencari apa pun soal etimologi maupun terminologi kasyaf itu. Yang melihat dengan hati sejelas pandangan mata.


Bahwa memang ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan, apalagi ditulis, namun hanya dapat dirasakan. Pengalaman spiritual itulah yang terus didalaminya.


"Saya sudah pernah banyak uang, pernah punya kuasa, pernah buat film, beragam karya dari genre sastra," kata dia. 


Namun belum selesai menulis novel. 


Kita tahu, buku puisinya "Karena Bola Matamu" itu, pernah jadi perbincangan publik. Puisi tentang cinta dan sufiistik yang matang ditangan orang dewasa. 


Setidaknya, beragam komentar yang teringat dari Iswady Pratama, Panji T Utama, dan tentu Isbedy Stiawan ZS. Bang Ipul masuk kategori sastrawan Lampung yang sublim.


Teman bermain sekaligus guru bersastra yang lebih dulu populer dibanding Syaiful Irba Tanpaka. Yang kalau dilihat penanda waktu puisi "Koral Biru" karyanya yang disebut pinjam mesin tik Isbedy itu, sudah 42 tahun lalu. Bahkan, obrolan kami juga ternyata, sudah 7 tahun lalu. 


Masih ada di pesbuk beliau, kami foto berdua di rumah makan bebek goreng itu. 


Di Lamban Sastra Isbedy maupun di KGM, kami sering melanjutkan obrolan petualangan ruhani Bongkot. Yang banyak saya dengar dengan saksama sambil sesekali menggoda beliau yang aktif mengurus LASQI Lampung. Dipuncaki Bang Kim yang menyanyikan lagu “Balonku Ada Lima” namun bergaya cengkok kasidah Nasida Ria. Membuat kami terpingkal-pingkal.


Juga dalam momen lain, kami berdiskusi tentang karya "Kasyaf", novelnya Susan Arisanti di wattpad dan sudah dibaca satu juta orang itu.


Saat itu saya hanya PNS, pengangguran ngaku seniman. Dan Bang Ipul benar-benar PNS, pegawai negeri yang banyak menulis dan berkarya di bidang kesenian. 


Bongkot sendiri, nama tokoh dalam cerpen Bang Ipul yang disebut Udo Z Karzi dalam ulasan buku kumpulan cerpen "Dunia yang Tidak Pernah Menjadi Tua" sebagai tokoh Don Juan, suka bersenang-senang, penjual hati nurani, perampok, tapi tetap romantis. 


Bongkot yang membawa sifat rampok dalam dirinya, pasca 2013 itu, menjadi orang saleh yang sangat religius. Lalu terma yang diungkap Bang Ipul terhadap karakter Bongkot, murni sebagai pendaki tangga spiritual yang menempuh jalan kasunyata. 


Ragam adegan dan katakter Bongkot, di luar teks yang sudah ada, pernah diceritakan Bang Ipul sebagai kesempurnaan taubatnya. Bang Ipul secara apik menarasikan bromocorah. Namun ditingkahi secara epik soal-soal pengalaman batin yang memantik kesadaran.


Sayang, novel itu belum terbit sampai kabar pagi ini, Senin, 13 November 2023 di grup WA yang mengisahkan kepulangan beliau. Semoga khusnul hotimah. 


Selamat jalan Bang Ipul. Damai dan tentramlah di alam keabadian. Al Fatehah. (*)

LIPSUS