Cari Berita

Breaking News

PTPN VII Undang KPK Sosialisasi Manajemen Anti-Penyuapan

INILAMPUNG
Kamis, 02 November 2023

Webinar Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) PTPN VII di Bandar Lampung, Selasa (31/10/23).

INILAMPUNG, Bandarlampung-- Gratifikasi, suap, dan pemerasan menjadi bahasan utama pada Webinar Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) PTPN VII di Bandar Lampung, Selasa (31/10/23). Kepala Satgas Anti Korupsi Badan Usaha Kedeputian dan Monitoring KPK RI Woro Wide Sulistyowati menjadi nara sumber utama pada sosialisasi yang diikuti Karyawan dan mitra kerja PTPN VII. Pada sesi kedua, materi disampaikan Ismail, Ketua Tim Auditor Bagian SPI PTPN VII yang membahas wishtleblowing system di lingkungan PTPN VII.

Acara yang dilaksanakan secara hybrid itu dibuka SEVP Operation 1 PTPN VII Budi Susilo. Hadir, SEVP Operation 2 Wiyoso, Kabag SPI Ary Askari, Sekretaris Perusahaan Bambang Hartawan, dan Kabag PKU, Yulianto; sedangkan Woro Wide Sulistiowati yang sedang kunjungan kerja ke Minahasa Selatan menyampaikan materi secara daring.


Pada pengarahannya, Budi Susilo menyampaikan apresiasi kepada KPK yang secara aktif mendampingi PTPN VII dalam upaya pencegahan terjadinya penyimpangan. Ia menyebut, KPK sebagai lembaga independen memiliki kewenangan yang besar untuk melakukan evaluasi, koordinasi, dan supervisi kepada semua lembaga negara sangat strategis untuk mengawal agar tidak terjadi berbagai bentuk korupsi.


Webinar memasang tema "Membangun Ekosistem Manajemen Anti Penyuapan, Mewujudkan Integritas Bisnis." Tentang tema ini, Budi Susilo mengekstraksi ke dalam dua kata, yakni syukur dan sabar. Menurut dia, terjadinya aksi penyuapan, korupsi, dan perilaku buruk lainnya adalah karena kurangnya rasa syukur dan sabar.


"Secara moral dan keimanan, sesungguhnya sosialisasi ini lebih kepada upaya kita agar senantiasa bersyukur dan bersabar. Jika kita syukuri rezeki halal yang kita dapatkan, maka tak perlu kita melakukan segala bentuk penyimpangan itu. Mari kita pelihara sifat dan sikap syukur dan sabar itu yang merupakan bentuk nyata dari integritas," kata SEVP yang membidangi komoditas kelapa sawit dan teh ini.


Meskipun demikian, Budi Susilo mengatakan dalam operasionalnya tetap dibutuhkan sistem dan rambu-rambu yang jelas sebagai petunjuk agar perilaku korup bisa dikendalikan. Dalam konteks ini, negara memiliki panduan yang jelas dan terukur untuk memberi efek jera dan hukuman bagi setiap pelanggarnya.


“Saya tekankan agar semua Karyawan dan mitra kerja atau para vendor PTPN VII untuk mengikuti sosialisasi ini dengan baik sehingga bisa diterapkan dalam operasional di lapangan. Peliharalah kejujuran, kita saling jaga kepercayaan, jaga nama baik dengan senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan,” kata dia.


Sementara itu, Woro Wide Sulistyowati pada paparannya menjelaskan banyak hal tentang gratifikasi, suap, dan pemerasan. Ia juga menunjukkan data terkini jumlah kasus penyuapan yang sudah ditangani KPK, unsur dan level yang dominan terlibat, dan data lain yang berkaitan.


Secara teknis, Woro menyebut gratifikasi sebagai pemberian atau hadiah yang diberikan dari satu orang atau lembaga kepada pihak lain tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Secara umum, pemberian hadiah itu tidak ada larangan, tetapi jika antara pemberi dan penerima memiliki keterkaitan kepentingan, maka hal tersebut masuk dalam kriteria gratifikasi yang melanggar hukum.


“Pemberian hadiah tidak termasuk gratifikasi yang dilarang jika tidak ada kaitan dengan kepentingan tertentu. Jika yang memberi hadiah adalah rekanan, misalnya, dan penerimanya adalah pejabat atau ASN yang memiliki keterkaitan dengan pekerjaan rekanan tersebut, itu yang disebut gratifikasi. Jika Anda ASN atau pejabat yang menerima hadiah itu, kewajiban Anda adalah melaporkan menyerahkan gratifikasi itu ke KPK,” kata dia.


Menjelaskan tentang suap, Woro menyebut pemberi dan penerima suap sama-sama melanggar hukum. Suap menurut definisinya, kata Woro, adalah pemberian sesuatu, baik barang maupun jasa, dari seseorang atau lembaga kepada pihak lain yang memiliki keterkaitan urusan dengan komitmen tertentu.


“Kalau gratifikasi itu bersifat spontan dan tanpa komitmen tertentu, suap lebih terstruktur. Yakni, ada komitmen tertentu dan sudah direncanakan sebelumnya. Inilah yang harus kita hindari karena baik yang memberi dan menerima masuk kategori melanggar hukum. Itulah mengapa masalah suap ini harus dipahami oleh semua pihak,” kata dia.


Sedangkan pada level yang lebih akut, menurut Woro adalah pemerasan. Pemerasan dalam konteks ini terjadi pada suatu kondisi seseorang atau lembaga memaksakan diri dengan ancaman tertentu agar pihak lain memberikan sesuatu dengan jumlah tertantu. Dalam konteks ini, yang masuk kategori pelanggar hukum adalah penerima. Sedangkan pihak pemberi bisa dikategorikan sebagai korban.


Pada bagian lain, Ismail dari Bagian SPI PTPN VII menyampaikan materi tentang sistem pelaporan jika mendapati kasus penyimpangan dalam suatu lembaga. Ia menjelaskan dengan rinci bagaimana mekanisme pelaporannya jika Karyawan, mitra kerja, atau pihak lain menemukan indikasi tindak pidana korupsi dan sejenisnya.


“Sistem ini bisa digunakan oleh siapa saja, baik yang terkait maupun di luar, baik terbuka maupun tertutup. Namun, semua informasi hendaknya lengkap dan jelas sehingga terhindar dari fitnah,” kata dia. (mfn/rls)

LIPSUS