Cari Berita

Breaking News

Sastrawan Lampung Syaiful Irba Tutup Usia

Senin, 13 November 2023



INILAMPUNG  – Inna lillahi wainna ilaihi roojiun. Sastrawan Lampung, Syaiful Irba Tanpaka berpulang, bakda Isya Senin 13 November 2023.


Sastrasan cum sineas Lampung yang kerap menggunakan nama Bongkot sebagai tokoh dalam cerpen-cerpennya, dikabarkan sejak 2 tahun ini mengalami sakit. 


Seperti dikabarkan keponakannya, Yunanda Saputra, dalam tiga hari ini memang sudah drop. Tak ada kegiatan apa-apa.


“Omongannya juga sudah ngelantur,” kata Yunan melalui hubungan selular, Senin 13 November 2023 sekira pukul 21.00.


Tiga bulan lalu, saya menyambangi Syaiful. Entah mengapa saat di “markas” KGM wajahnya membayang terus. Syaiful kala itu sudah di kursi saja. Kecuali kalau mau buang air besar, ia dipapa oleh keluarganya.


Saya sempat mengambil gambar, namun urung saya bagikan di media sosial. Hanya soal tak tega. Badannya pipih, hanya mengenakan kaos singlet dan bercelana pendek. 


Sastrawan yang telah menerbitkan buku cerpen Dunia yang Tidak Pernah Tua ini kelahiran Telukbetung, Bandar Lampung, 9 Desember 1961.


Pernah menjabat kepala seksi di Dinas Pariwisata, Sekum Dewan Kesenian Lampung (DKL), Ketua Harian DKL 2001-2010, Sekim PARFI, Sekum LASQI Lampung. Ia juga pernah menjadi Direktur Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS.


Buku sastra lainnya karya Syaiful adalah Mata-mata (kumpulan sajak, 1984), Buku Puisi (kumpulan sajak, 1996), Karena Bola Matamu (kumpulan sajak, 2007).


Selain karya-karyanya tersebar di sejumlah antologi bersama. Syaiful pernah diundang ke Pertemuan Penyair Nusantara di Tanjungpinang Kepri, Pertemuan Sastrawan Nusantara di Kayutamam dan Malaysia, Kongres Cerpen Indonesia di Bali, Festival Sastra Internasional Gunung Bintan di Tanjungpinang, dan sebagainya.


Pada Tegal Mas Island Festival Puisi Intermasional, “Bongkot” menjadi sekretaris panitia.


Perjalanan keseniman Syaiful dimulai dari teater dalam Sanggar Ragam Budaya pimpinan M.Z. Simatupang (alm). Di sanggar ini saya mengenal Iful–sapaan akrabnya.


Kala itu, ia “anak bawang” di antara seniman A.M. Zulqornain Ch dan saya. Bahkan, puisi pertama dan dimuat Swadesi ditulis di kamar saya dengan mesin ketik saya.


Sejak itu, ia menegasi dirinya sebagai sastrawan. Menulis puisi, cerpen, esai, juga skenario teater anak dan film sinetron.


Pada 3-5 September 1987, ia salah satu dari 80-an penyair Indonesia yang diundang dan baca puisi di Forum Puisi Indonesia 87.


Syaiful Irba berhasil menjalani roda DKL selama 10 tahun. Ada Festival Seni Lampung (Lampung Arts Festival) serta berbagai kegiatan seni berskala nasional.


Mengenal Syaiful bagi saya paling lama, sejak ia SMP. Di Sanggar Ragam Budaya. Sebagai sahabat, tentu ada perbedaan pemikiran hingga cekcok, tapi tidak larut. 


Terakhir jumpa Syaiful saat ia strok. Katanya, baru terjatuh pulang dari salat Subuh di masjid dekat rumahnya. 


Ada banyak kenangan bersama Syaiful, yang serius, yang bercanda, dan yang amarah. Kini yang kusimpan, hanya hanya kebaikannya.


Ia meninggalkan dua putra (kembar) dan seorang putri yang kini kuliah di Unila.


Selamat jalan Syaiful Irba Tanpaka “Si Bongkot” yang telah menjadilan dunia tak pernah tua.(bdy/inilampung)




LIPSUS