Cari Berita

Breaking News

TKW yang Viral

INILAMPUNG
Jumat, 03 November 2023

Endriyono
Esais, Tinggal di Bandarlampung


INI hari kedua saya menunggu pasien. Di ruang kelas 3 penyakit dalam. Ada ranjang pasien kosong. Seketika bawa bantal, saya ndlosor. Tak selang beberapa lama, dibangunkan. Pasien lain mau masuk. Kaget kuadrat. Antara iba dan merasa janggal. 

Di rumah sakit, kita diasah untuk apatis pada setiap rintihan menahan nyeri. Saya nyaris terbiasa mendengar raungan dan segala kengerian. Bahkan, saya masih bisa membaca rubrik Jendela, Kompas, 13 Nov 2023 yang mengangkat kisah Nurlela. Janda beranak satu yang tinggal di Lumbung Pangan Nasional, terjepit kemelaratan sampai akhirnya, meninggal dibacok adik kandungnya. 

Sadis yang dialami Nurlela, mantan TKW yang fasih berbahasa Inggris dan Arab, setelah 10 tahun kerja, berhasil membangun rumah berkeramik itu, begitu pulang mengalami apa yang biasa orang desa keluhkan. Yaitu, sulitnya cari kerja dan mencukupi kebutuhan untuk sekadar bisa hidup sejahtera. 


Tapi pasien yang baru masuk ini, banyak bicara. "Saya juga TKI, sampean belum tahu? Saya yang viral itu, cek saja," 

Benar. Wajahnya sama. Ini TKI yang viral dua tahun lalu. Masuk media nasional, termasuk potkes Akbar Faisal. Senada dengan ceritanya di yutub. 12 tahun di Arab, baru sebelas bulan di Singapura. Di Arab yang terkenal sadis, aman. Pulang bawa uang. Tergiur mudah kerja di Singapura. Beliau berangkat lagi. Secara tak resmi. 

"Ini saya masih belum bisa melihat."

Kenapa di sini? Sama siapa? Dimana tinggal? 

Serangkaian pertanyaan saya tak terucap. Tapi mesti mendapat jawaban. Sebab, saya bisa uring-uringan sendiri menenangkan pikiran jika tak terjawab. Bagaimana bisa TKW yang viral rumahnya di Jawa, mendadak terbaring tak berdaya di RS Lampung?

Mengurainya dengan berbincang pakai bahasa Pati, Jawa Tengah. Terjawablah sederet pertanyaan itu, di sini beliau berobat ke padepokan. Tentu jangan tanya lagi, berobat ke padepokan, kok bisa masuk ke rumah sakit? 

Kompas, MetroTV, dan beberapa media nasional lain memuatnya secara gamblang. Masih terlihat bekas-bekas luka penganiayaan itu. Termasuk dua matanya yang masih buta. Bekas-bekas pukulan di wajah masih terpampang jelas.

Ah, pantaslah Samsudin yang heboh dengan pesulap merah itu disebut pernah belajar di Lampung. Ini, orang Jawa berobat dengan orang sakti di Lampung. Tapi masuk rumah sakit? Ndlosor sendirian. Tak ada yang mengurus? 

Tidak berapa lama kemudian, anaknya, laki-laki muda yang sibuk main ponsel, dan sopir travel yang mengantarnya, masuk. 

Ibu ini jadi pendiam. "Mas ini sudah lihat video ibu di yutub juga."

"Sudah gak ada. Sudah dihapus." 

Anaknya menjawab ketus sekali. Saya merasa ada yang aneh.

Sudahlah, saya mesti pesan kopi di kantin.  Keyakinan saya, Tuhan tidak menguji hamba di luar kadar kemampuan. Saya juga bikin enteng-entengan sekarang. Membantu ya sebatas yang saya mampu. Kalau tidak bisa, sudah tak memaksa lagi. 

Bahwa ada beberapa pertanyaan yang tak terjawab, biarlah waktu yang bakal menerangkannya. 

Sewaktu saya masuk ke ruangan lagi. Anaknya pamit ke luar, saya bertanya. "Kok, sampean beda dengan yang dipotkes ini?"

"Injeh, sekarang saya lebih gemuk. Itu baru pulang dari disiksa, kurus sekali."

Tangkas ibu ini menjawab setiap pertanyaan. Ceritanya runtut dan sama dengan potkes itu. 

Awal sebelum masuk rumah sakit yang beaya parkirnya lebih mahal dibanding di Jakarta, cerita dia, lihat yutub ada pengobatan alternatif di padepokan sini. 

Datanglah ke Lampung, beliau sudah dua bulan berobat dan mukim di sini. Asam lambungnya naik. Jadi harus dilarikan ke RS swasta yang kebanyakan pasiennya pakai BPJS. Dan meski semua ruangan berpendingin, aroma pembersih lantai dan obat, tajam sekali. Membuat mual di perut. 

TKW malang itu, sempat saya foto beberapa kali. Dan berbisik. Sudahlah, padepokan dan pengobatan alternatif di Lampung itu jangan dipercaya! Kebanyakan penipu. (*)

LIPSUS