Cari Berita

Breaking News

Ngopok-in Pendapatan

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 09 Februari 2025


Oleh Dalem Tehang

“ADEK, ngapain tadi sama beberapa orang di traffic light sambil bawa kardus minta-minta sumbangan. Malu-maluin aja lo Adek ini,” kata Dinda setelah Gilang sampai rumah. Menjelang adzan Maghrib.

“Oh, mbak lihat to,” sahut Gilang, sambil  cengengesan.

“Mbak ngomong ini karena lihat Adek. Mata mbak sendiri yang lihatnya, bukan kata orang. Emang ngapain tadi, buat siapa sumbangan yang Adek sama kawan-kawan minta ke pengendara mobil,” jelas Dinda.

 Suaranya tegas menggelegar.
“Adek ada disana cuma ngelihat kawan-kawan lagi nyari sumbangan buat bantu pemerintah, mbak. Kawan-kawan bilang; kasihan, urusan pendapatan dari tahun ke tahun masih aja jauh dari target,” kata Gilang, menjelaskan kenapa ia di traffic light dan yang dilakukan kawan-kawannya.

“Apa urusan kawan-kawan Adek itu sampai nyari sumbangan kayak gitu buat bantu pemerintah. Wong pegawai juga bukan, kenal juga nggak sama yang lagi memerintah. Kan ada pejabat pemerintahan, ada wakil rakyat juga, biar mereka-lah yang ngurusin. Lagian, itu memang tanggung jawab mereka,” tanggap Dinda. 

“Justru itu masalahnya, mbak. Kat kawan-kawan, pejabat pemerintah yang ngurusin soal pendapatan kayaknya sudah kerja serius, tapi tetep aja nggak nutup yang ditargetin. Kasihanlah sama mereka. Lagian, akibat nggak nyampe target, banyak program pembangunan nggak bisa jalan. Ujung-ujungnya rakyat juga yang terus-terusan susah,” tutur Gilang.

“Hei, Adek perlu tahu ya. Memang ngais pendapatan itu nggak mudah. Perlu kerja ekstra. Perlu orang yang paham bener darimana memulai langkah. Ada ritme tersistem yang harus dibuat. Ada rasionalitas dengan tolok ukur potensi yang ada. Makanya, mereka-mereka yang kerjaannya ngurusin ini dikasih kompensasi namanya ‘upah pungut’ yang jumlah berlipet-lipet dari tunjangan kinerja pegawai lainnya,” kata Dinda.

“Oh, mbak ngerti to rupanya soal ini,” celetuk Gilang.

“Ngerti sih nggak juga, dek. Cuma dari baca-baca jadi tahu kalau selama ini database wajib pajak aja belum punya, ribuan orang yang punya nomor izin berusaha nggak tahu, boro-boro disentuh. Bahkan di 2023 lalu ada potensi pendapatan dari PKB dan BBNKB Rp 4 miliar lebih nggak masuk kas daerah,” jawab Dinda.

“Kok nggak masuk kas daerah, kenapa mbak?” tanya Gilang. Penasaran.

Ya karena yang ngurus pendapatan nggak paham jalanin aturan, dek. Misalnya, yang mestinya kena pajak progresif, nggak dikenain. Bahkan ada 7.305 unit mobil TNKB warna kuning yang nggak berbadan hukum, nggak ditangani sesuai aturan.
 Banyak lagi yang nggak ketanganan sama yang ngurusinnya. Jadi nggak usah heran kalau pendapatan nggak capai target, wong yang ngurus memang bukan ahlinya,” urai Dinda panjang lebar.

“Jadi mbak sepakat ya kalau nyerahin sesuatu sama yang bukan ahlinya pasti bakal nggak bener,” ucap Gilang.

“Ya sepakatlah, dek. Wong itu sabda Kanjeng Nabi kok. Dan kenyataannya kan emang gitu. Hancur lebur itulah sesuatu yang diserahin pada yang bukan ahlinya,” sahut Dinda dengan cepat.

“Jadi mbak ngerti kan kalau nanti-nanti lihat Adek lagi nemenin kawan-kawan berkegiatan di lampu merah. Kawan-kawan itu lagi coba wujudin kepedulian atas susahnya pendapatan pemerintah,” ujar Gilang setelah berdiam beberapa saat.

“Aduh, dek. Anggaran yang dibutuhin buat wujudin visi misi Gubernur-Wagub nanti itu triliunan. Kalau cuma dengan cara kawan-kawan Adek ini, paling dapet ribuan rupiah doang. Nggak ada artinya,” tanggap Dinda.

“Ya jangan dilihat dari jumlahnya dong, mbak. Tapi pedulinya rakyat sama kembang-kempisnya keuangan pemerintah,” sela Gilang, membela kepedulian kawan-kawannya.

“Sudah nggak jamannya lagi pikiran itu, Adek. Sekarang ini yang dinilai itu jumlahnya, bukan partisipasi, peduli, atau apalah namanya. Negeri ini sudah terancam bangkrut. Apalagi pemerintahan di daerah kita, defisit keuangan riilnya aja bisa-bisa sudah Rp 1,5 triliunan. Saran mbak, sudahi sok peduli urusan pendapatan itu.

 Sudah banyak yang ngurus, dibayar gede mereka-mereka itu. Konsentrasi aja Adek sama kawan-kawan dengan kegiatan masig-masing. Tempa diri punya spesifikasi keahlian, siapa tahu nanti pada saatnya kalian yang ngurus pemerintahan ini,” tutur Dinda panjang lebar.

“Tapi, maaf ini, mbak. Kalau pimpinan yang ngurus soal pendapatan sudah dinilai minus sama lembaga kredibel pengevaluasi kinerja pemerintahan tapi tetep dipertahanin, bahkan didefinitifin, apa iya bisa pendapatan bisa ningkat nantinya?” tanya Gilang.

“O soal itu to. Slow aja, dek. Inget nggak, di Alqur’an surah Al-An’am ayat 123, Allah sudah bilang: Dan demikianlah, pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi (sebenarnya) mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya,” jawab Dinda, dan melepas senyum. (*)      

LIPSUS