![]() |
Prof.DR. Hamzah, SH.,M.H.,P.I.A., (dok/tribunnews) |
INILAMPUNGCOM --- Penanganan kasus dugaan korupsi pada PT Lampung Energi Berjaya (LEB) yang sudah berbulan-bulan dan telah disertai beragam penyitaan oleh penyidik Kejati Lampung –mulai dari uang senilai Rp 84 miliaran, barang mewah, hingga kendaraan- tanpa penetapan tanggung jawab bisa terindikasi kategori adanya praktik hukum rimba.
Demikian bagian dari diskusi ringan inilampung.com dengan Guru Besar FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, Selasa (29/4/2025) malam.
Akademisi kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 20 Mei 1969, dengan konsentrasi keilmuan hukum perdata ekonomi dan bisnis ini mengungkapkan perlu penelusuran apakah penyidik Kejati Lampung dalam melakukan penyitaan atas dana perusahaan yang berbadan hukum (PT LEB), sudah melalui proses yang benar menurut KUHAP.
“Kenapa penelusuran ini penting, karena jika ditinjau dari aspek hukum keperdataan, bahwa PT itu harta kekayaan perusahaan, terpisah dari harta pribadi. Dan terhadap BUMN atau BUMD, pendapat ahli masih terbelah,” ucap Ketua Satuan Pengendali Internal (SPI) Unila ini.
Menurutnya, pendapat pertama terkait hal tersebut adalah bahwa harta PT (BUMN/BUMD) terpisah dari harta negara, walaupun negara sebagai pemegang saham mayoritas sekalipun. Yang berarti, kerugian dan atau peristiwa dimana PT bangkrut, tidak berakibat pada kerugian negara.
“Kalau toh ada, maka analisis mendalam harus dilakukan untuk penetapan kerugian negara. Misalnya, melalui proses audit,” imbuhnya.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa harta PT (BUMN/BUMD) adalah milik negara, yang berakibat jika terjadi kerugian pada perusahaan, -pailit atau bangkrut- menjadi sebuah kerugian negara. Walaupun tetap saja analisis kerugian hanya bisa ditetapkan melalui proses audit oleh auditor negara –BPK/BPKP/KAP-, tidak bisa sertamerta oleh aparat penegak hukum (APH).
Diuraikan oleh Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, penyitaan atas benda oleh APH dalam proses penyelidikan atau penyidikan, tentunya harus diikuti dengan penetapan tersangka. Atau minimal ada proses penyidikan/penyelidikan yang nantinya akan menetapkan hal tersebut.
“Sehingga secara hukum, apa yang telah disita menjadi barang bukti (sita). Tapi jika tidak ada penetapan tersangka, maka ada hal yang harus dijelaskan kepada publik atas proses penegakan hukum tersebut. Jangan sampai menjadi opini liar di masyarakat seperti selama ini,” tutur akademisi yang diketahui juga sebagai Tenaga Ahli Khusus Pemkot Bandarlampung Bidang Hukum dan Sosial Budaya ini.
Kondisi Babak Belur
Diketahui bahwa saat ini anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU) itu PT Lampung Energi Berjaya (LEB) kondisinya babak belur.
Bukan saja karena tengah berkasus dugaan tipikor dana PI 10% senilai Rp 271 miliar yang terus digantung proses hukumnya oleh Kejati Lampung setelah berhasil menyita uang Rp 84 miliar, tetapi juga kantor perusahaan yang berada di kawasan Pahoman, Bandarlampung, dikabarkan telah habis masa kontraknya. Pegawai yang selama ini ada, sekitar 10 orang, sudah mengundurkan diri pula.
Praktis yang tersisa saat ini hanya 2 orang saja. Yaitu Dirut PT LEB, Hermawan, dan sekretaris perusahaan. Hermawan –yang berdomisili di Jakarta- menurut penelusuran, sudah jarang menampakkan muka di kantornya. Sebelumnya, Direktur Umum Budi Kurniawan telah lebih dulu “minggir dari gelanggang” dengan mengajukan pengunduran diri.
Bagaimana dengan komisaris PT LEB? Diketahui masa tugas Heri Wardoyo sebagai satu-satunya komisaris PT LEB telah habis masa tugasnya bulan November 2024 lalu. Sedangkan periodesasi direksi sampai akhir tahun 2025 ini.
Lalu mau diapakan lagi PT LEB yang kini kondisinya babak belur itu? Sayangnya, Hermawan sebagai orang paling bertanggungjawab dalam pengelolaan anak usaha PT LJU itu belum berhasil dimintai penjelasan.
Terus Digantung
Sementara, penanganan dugaan kasus tipikor di PT LEB sampai saat ini terus digantung oleh Kejati Lampung. Pernyataan terakhir dari Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, 13 Februari 2025 lalu, saat ini pihaknya sedang akan berkoordinasi dengan institusi atau lembaga lain yang akan melakukan audit untuk menghitung kerugian negara.
Diketahui, selain menyita uang dalam berbagai pecahan mata uang senilai Rp 84 miliaran, Kejati juga mengamankan beberapa barang mewah; mulai dari jam tangan hingga kendaraan roda dua dan roda empat. Tidak kurang dari 32 orang telah dimintai keterangan oleh penyidik terkait skandal PT LEB ini. (kgm/inilampung)