![]() |
Bupati Pesawaran Dendi menyerahkan laporan ke BPK Perwakilan Lampung (ist/inilampung) |
(Bagian V)
Kelimabelas: Berbagai praktik “ngadali” anggaran selama ini dimainkan dengan rancaknya oleh berbagai kalangan pemerintahan di lingkungan Pemkab Pesawaran. Semua itu bisa langgeng -tentu saja- tidak lepas dari lemahnya kepemimpinan. Ketidakberanian pimpinan pemerintahan berdiri tegak di atas rel ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padahal, Kabupaten Pesawaran telah dinobatkan oleh KPK sebagai “Kabupaten Percontohan Antikorupsi”. Ironis memang. Namun inilah faktanya. Dan ada datanya, yang dipublish oleh lembaga pemerintah yang diberi wewenang untuk itu; baik BPKP maupun BPK.
Pola “ngadali” anggaran yang amat familiar di lingkungan Pemkab Pesawaran adalah memalsukan nota pembelian atau kegiatan di sebuah toko yang mengatasnamakan penggunaan anggaran. Misalnya, seperti yang dimainkan di Sekretariat DPRD.
Pada tahun anggaran 2023 lalu, untuk kegiatan belanja ATK di Sekretariat DPRD (Setwan), disediakan dana Rp 438.288.500. Melalui pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban dan konfirmasi kepada penyedia, yaitu Toko MJ, tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung mendapati fakta adanya nota belanja bukan diterbitkan oleh toko tersebut. Nilainya sebesar Rp 47.732.163.
Perinciannya; pada Bagian Persidangan dan Perundang-undangan sebesar Rp 23.446.015,Bagian Program dan Keuangan Rp 13.518.348,serta Bagian Fasilitasi, Penganggaran, dan Pengawasan sebanyak Rp 10.767.800.
PPTK kegiatan belanja ATK pun mengakui bila pembelian di Toko MJ memang tidak sesuai dengan nota yang dipertanggungjawabkan. Dan selisih dana antara yang dipertanggungjawabkan dengan belanja riil, menurut dia, digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam APBD.
Menurut catatan inilampung.com, mayoritas PPTK di OPD lingkungan Pemkab Pesawaran selalu “satu suara” dalam memberikan alasan mengenai kelebihan pembayaran yang menjadi temuan BPK, yaitu dengan menyatakan: untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam APBD. Namun faktanya, tidak ada yang dapat memerinci dan menunjukkan bukti penggunaan uang tersebut untuk kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam APBD.
Setelah ada temuan “patgulipat” belanja ATK sebesar Rp 47.732.163 tersebut, Sekretariat DPRD Pesawaran melakukan pengembalian sebesar Rp 10.767.800 pada 2 April 2024 dengan menyetorkannya ke kas daerah. Kelebihan pembayaran senilai Rp 36.964.363 yang hingga saat ini belum jelas; apakah sudah dimasukkan ke kas daerah ataukah tetap berada di pundi-pundi oknum pejabatnya.
Keenambelas: Lain lagi pola “ngakali” anggaran pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Dana belanja ATK semuanya “diamankan” oleh kepala dinas. Begitu pengakuan bendahara pengeluaran. Diperkuat pernyataan PPTK Pembinaan dan Pengawasan Kearsipan, PPTK Bidang Perpustakaan, dan PPTK Pengelolaan Arsip.
Ketiga PPTK itu bersuara sama: uang kegiatan tidak diterima dari bendahara pengeluaran, melainkan langsung dari tangan kepala dinas. Dengan jumlah yang tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan, seperti belanja ATK.
Sayangnya, tim pemeriksa BPK saat itu tidak dapat mengkonfirmasi langsung kepada kepala dinas, karena ia tengah cuti besar, melaksanakan ibadah umroh.
Yang pasti, dari pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban dan konfirmasi ke Hkm Fotocopy selaku penyedia, diketahui bila nota yang dilaporkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan bukanlah dari penyedia tersebut, dengan nominal Rp 23.747.600. Sadar akan aksi “patgulipatnya” diketahui, maka besaran uang temuan BPK pun dikembalikan ke kas daerah pada 22 April 2024 lalu.
Ketujuhbelas: Merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Lampung –meski 8 kali berurutan Pemkab Pesawaran dianugerahi WTP-, faktanya masih banyak temuan penyimpangan dari tahun-tahun sebelumnya yang tidak ada tindaklanjutnya.
Seperti rekomendasi atas pemeriksaan LKPD Pemkab Pesawaran Tahun 2021 dimana diminta Bupati agar memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memproses kelebihan pembayaran penggunaan dana BOS sebesar Rp 699.994.200 dan menyetorkan ke rekening kas BOS sekolah masing-masing, hingga saat ini belum ditindaklanjuti secara konkret.
Pun rekomendasi BPK atas pemeriksaan LKPD Pemkab Pesawaran Tahun 2020 –kasus sudah berjalan 5 tahun-, agar Bupati memerintahkan Camat memproses kelebihan pembayaran atas bukti pertanggungjawaban belanja barang dan jasa sebesar Rp 559.760.075 sampai akhir tahun 2024kemarin, tidak jelas realisasinya.
Untuk diketahui, pada tahun anggaran 2023 lalu BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menemukan 23 kasus, dengan jumlah rekomendasi 77, yang telah ditindaklanjuti sesuai ketentuan oleh Pemkab Pesawaran hanya 14, yang belum sesuai ketentuan masih 35, dan yang sampai saat ini sama sekali belum ditindaklanjuti alias diambangkan tercatat sebanyak 28 temuan lagi.Kesemuanya bermuara pada praktik “ngadali” anggaran, yang notabene merupakan uang rakyat Pesawaran.
Pada posisi atau kondisi tata kelola keuangan dan realisasi penggunaan anggaran yang carut-marutsemacam inilah –sesungguhnya- yang terjadi di lingkungan Pemkab Pesawaran saat ini. Itu sebabnya: siapapun yang dipilih rakyat Pesawaran pada PSU 24 Mei 2025 nanti menjadi Bupati-Wakil Bupati, memiliki “pekerjaan rumah” yang amat sangat ekstra beratnya. Karena harus memulai tapakan dari “nol besar”. (habis/kgm-1/inilampung)