Ahmad Basuki, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung (ist/inilampung)
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - DPRD Provinsi Lampung melalui Ketua Komisi II, Ahmad Basuki, yang juga anggota Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong, mendesak pemerintah pusat untuk segera membahas dan menetapkan kebijakan larangan terbatas (lartas) terhadap impor tapioka.
Abas –panggilan akrab legislator asal PKB itu- menilai, kebijakan penetapan lartas impor tapioka ini sangat penting untuk melindungi petani singkong lokal, khususnya di Lampung, yang merupakan provinsi produsen utama singkong nasional.
Ia juga menyoroti peningkatan signifikan dalam impor tapioka yang masuk ke Indonesia. Hingga Maret 2025, impor tapioka ke Indonesia tercatat masih mencapai ratusan ribu ton.
Dijelaskan bahwa alasan dibalik lonjakan impor ini adalah invoice lama yang baru datang meski barang sudah lama dikirim. Modus yang digunakan, menurut Abas, adalah mengimpor tapioka melalui jalur lain dan tidak langsung ke Lampung, sehingga tidak tercatat di Bea Cukai Lampung.
“Data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan bahwa pada tahun 2024lalu, impor tapioka nasional menembus angka 267 ribu ton, yang setara dengan lebih dari 1,3 juta ton singkong lokal. Hal ini jelas berdampak pada harga singkong di tingkat petani yang terus merosot,” ujarnya.
Abas menegaskan, petani singkong Lampung yang merupakan produsen utama singkong nasional langsung merasakan dampak dari impor tapioka ini. Ia khawatir jika situasi ini terus berlangsung, petani singkong di Lampung akan semakin terancam.
“Petani singkong kita yang sudah lama berjuang mempertahankan harga jual yang wajar kini terancam dengan masuknya tapioka impor. Kalau dibiarkan terus, petani kita bisa habis,” tegas Abas.
Selain itu, mantan Wakil Ketua DPRD Lamtim inijuga menyoroti masalah penguasaan lahan pertanian oleh perusahaan pengolahan singkong yang memperburuk keadaan. Menurutnya, hal ini turut mempersempit peluang petani untuk menjual hasil tanamannya ke pabrik-pabrik pengolahan.
“Penguasaan lahan oleh perusahaan pengolahan singkong turut berperan dalam menurunkan harga singkong yang dihasilkan petani. Seharusnya pabrik hanya fokus di sisi hilirisasi, membeli singkong dari petani. Pola kemitraan yang sehat adalah petani menanam, perusahaan mengolah, dan pemerintah mengawasi tata niaga yang adil,” urai Abas.
Harga yang Adil
Ditegaskan bahwa upaya peningkatan produksi pertanian, seperti distribusi pupuk, pembukaan lahan, dan pelatihan kepada petani, akan sia-sia tanpa adanya kepastian harga yang adil. Ia mengingatkan bahwa tanpa harga yang wajar, sektor pertanian akan terhambat.
“Tidak ada artinya pupuk terjamin, petani produktif, lahan luas, jika tidak ada kepastian harga yang adil. Tanpa itu, sektor pertanian akan lumpuh,” ujar Abas.
Sebagai anggota Pansus Tata Niaga Singkong, Abas menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini dan mendesak pemerintah pusat agar segera mengambil langkah nyata.
“Kami di DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat untuk segera membahas dan menetapkan kebijakan larangan terbatas impor tapioka. Langkah ini sangat penting untuk melindungi harga singkong, menjaga keberlangsungan petani lokal, dan memastikan industri berjalan dengan cara yang adil dan berkelanjutan,” tuturnya mengakhiri. (kgm/inilampung)