Oleh : Gunawan Handoko
Curah hujan yang terjadi selama ini telah menimbulkan bencana, baik bencana banjir maupun tanah longsor di beberapa kota di Indonesia, termasuk kota Bandarlampung.
Sejak Herman HN menjabat Walikota Bandarlampung 15 tahun lalu, bencana banjir selalu terjadi setiap musim penghujan. Herman HN. mengaku sudah berupaya maksimal untuk mengatasi bencana banjir yang terjadi di ibukota provinsi Lampung ini.
Dalam berbagai kesempatan ia menyatakan membuka diri untuk menerima masukan dari banyak pihak guna mencari solusi atas bencana banjir yang tidak berkesudahan. Rupanya banjir masih ingin mengakrabi masyarakat kota Bandarlampung, upaya yang dilakukan Herman HN selama 2 periode menjabat Walikota belum berhasil mengusir bencana banjir, bahkan semakin menjadi-jadi.
Upaya mengatasi banjir dilanjutkan Walikota Bandarlampung berikutnya, yakni Eva Dwiana. Selama 5 tahun menjabat Walikota, Eva telah berjibaku melawan banjir dengan menerapkan berbagai cara dan strategi, seperti pengerukan sedimen pada drainase, bersih-bersih sungai dan lainnya.
Tekad dan semangat Bunda Eva untuk membebaskan Kota Bandarlampung dari bencana banjir patut untuk diapresiasi, walau belum berhasil membuat kota ini terbebas dari banjir. Yang terjadi justru sebaliknya, wilayah Bandarlampung sering dikepung banjir setiap turun hujan dalam intensitas tinggi. Akibatnya bukan hanya kerugian materi, namun juga jatuhnya korban manusia meninggal karena terseret arus air.
Beruntung, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal tidak tinggal diam atas musibah banjir yang terjadi di Kota Bandarlampung beberapa waktu lalu. Gubernur langsung memerintahkan seluruh OPD teknis untuk melakukan gerak cepat, menuju lokasi banjir guna melakukan penanganan darurat. Bukan itu saja, OPD teknis juga diminta untuk melakukan pemetaan sistem drainase serta penanganan secara permanen. Tidak sekadar melakukan tanggap darurat seperti memberikan bantuan sembako atau uang bagi masyarakat yang terkena musibah, tapi juga tanggap penyebab yang membuat terjadinya banjir.
Jika selama ini Bunda Eva berjuang sendirian, kali ini bisa tersenyum dan bernafas lega dengan adanya bantuan dari Pemerintah provinsi Lampung. Sikap tanggap Gubernur dan Wakil Gubernur paling tidak telah membuat masyarakat yang terkena musibah menjadi sedikit bingar dan merasa diperhatikan.
Permasalahan lingkungan yang terjadi di Kota Bandarlampung selama ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan air pada musim kemarau. Hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk di kota ini sangat pesat yang disebabkan tingginya arus urbanisasi. Akibatnya, jumlah dan kepadatan penduduk yang ada, tidak seimbang dengan ketersediaan lahan pemukiman. Mereka bahkan merambah di lahan-lahan ‘haram’ seperti lereng bukit, bantaran sungai dan tepian pantai.
Sementara kemampuan saluran drainase sebagai penampung air limpahan sangat terbatas, bahkan sebagian drainase yang ada di wilayah perkotaan tidak berfungsi dengan baik, sehingga memperparah terjadinya banjir. Terlebih masyarakat atau pihak pengusaha dalam membangun sering melakukan aktifitas cut and fill, kerap kali membuat saluran drainase yang telah ada tersumbat atau sengaja ditutup, sehingga menjadi faktor pendukung terjadinya banjir. Maka menjadi sulit untuk mendeteksi apakah drainase tersebut masih dapat berfungsi untuk menerima limpahan air atau justru sebaliknya, menghambat arus air.
Langkah darurat yang dilakukan selama ini adalah membuat sodetan-sodetan ditempat yang biasa terjadi banjir. Langkah darurat ini hanya mampu untuk mengurangi genangan air yang biasa terjadi di jalan-jalan protokol, sementara banjir yang ada ditengah-tengah wilayah permukiman tidak berkurang. Begitu pula kondisi sungai telah terjadi penyempitan dan pendangkalan akibat ulah manusia yang selama ini kurang menyadari tentang risiko yang akan timbul apabila sungai dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah, kotoran dan limbah.
Maka Pemerintah Kota Bandarlampung harus berani untuk melakukan grand design atau masterplan pembangunan drainase perkotaan, mengingat banyaknya drainase induk yang tidak berfungsi akibat tertutup bangunan tadi, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan pemeliharaan secara berkala. Pembangunan atau perbaikan drainase di titik-titik rawan banjir seperti yang dilakukan selama ini, tentu tidak akan menyelesaikan masalah, mengingat antara wilayah yang satu dengan lainnya saling berhubungan.
Kondisi drainase yang ada saat ini sudah saatnya untuk dilakukan rehabilitasi dan revitalisasi, khususnya di kawasan hilir.
Memang untuk menyusun grand design ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk itu dapat dibuat per-zona secara parsial atau perkawasan, sesuai dengan skala prioritas. Ini menjadi tugas instansi teknis, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Kota Bandarlampung untuk memberikan telaahan kepada Walikota.
Begitu pula dengan DPRD Kota Bandarlampung harus tanggap terhadap permasalahan banjir yang sudah menjadi momok bagi masyarakat. Sebagai wakil rakyat dan bagian dari pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkrit, khususnya dalam pengalokasian anggaran dengan memprioritaskan untuk menyelesaikan bencana banjir yang terus-terusan terjadi di Kota Bandarlampung. Boleh jadi, musibah banjir ini sebagai peringatan bagi semua pihak untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai aspek teknis dan aspek sosial yang diyakini sebagai penyebab bencana banjir.
Semua ini menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat, tanggungjawab kita semua. Maka perlu dikobarkan kembali semangat gotong royong yang merupakan warisan nenek moyang kita dalam memelihara lingkungan dan alam ini. Semoga bencana banjir selama ini akan menyadarkan kita semua yang telah lalai didalam bersahabat dengan alam semesta.
*Penulis: Pemerhati Masalah Lingkungan & Permukiman.