Cari Berita

Breaking News

Kadis Pendidikan Eka Afriani Melanggar UU Kependudukan

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Rabu, 28 Mei 2025

INILAMPUNGCOM --- Pengakuan Eka Afriana, Kepala Disdikbud Kota Bandarlampung, telah merubah identitas pribadinya –KTP dan akta kelahiran- akibat sering kesurupan, tampaknya bakal merubah kehidupannya yang selama ini adem ayem penuh kecukupan. Dimata praktisi hukum senior, H. Abdullah Fadri Auli, SH, apa yang dilakukan kembaran Walikota Eva Dwiana tersebut merupakan pelanggaran serius.

“Apabila dokumen yang diubah tersebut digunakan untuk memberi keuntungan bagi pelaku, konsekuensi hukumnya jelas, yaitu pelanggaran terhadap UU Kependudukan dan UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Bang Aab, panggilan akrab Ketua Harian IKA Unila itu, Rabu (28/5/2025) pagi.

Dijelaskan, merubah identitas yakni tanggal lahir merupakan bentuk pelanggaran serius karena tanggal lahir tidak dapat diubah. Bila merubah nama, diperbolehkan sepanjang ada penetapan pengadilan.

Menurutnya, pemalsuan identitas adalah tindakan pidana yang dapat dijerat dengan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Diantaranya Pasal 263-264 KUHP, pemalsuan KTP-el Pasal 95B UU Nomor: 24 Tahun 2023, pemalsuan data pribadi melanggar UU Nomor: 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

“Selain itu, perbuatan mengubah atau memalsukan identitas dokumen elektronik melanggar UU Nomor: 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, apa yang dilakukan Eka Afriana senyatanya merupakan pelanggaran hukum dan merupakan perbuatan pidana,” tutur Abdullah Fadri Auli.

Sementara praktisi hukum, Sarhani, menilai, pengubahan atau pemalsuan data dalam bentuk apapun yang digunakan untuk administrasi negara merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman hingga 8 tahun. 

“Pasal 263 dan 264 KUHP mengatur tegas tentang pemalsuan surat dan dokumen otentik. Ancamannya sampai 8 tahun penjara,” kata Sarhani, Selasa (27/5/2025) malam, seraya menyatakan saat ini pihaknya tengah menyiapkan laporan ke APH terkait pengakuan Kadisdikbud Balam yang memalsukan identitas pribadi: KTP dan akta lahir.

Ditambahkan Sarhani, praktik manipulasi data diri untuk menyesuaikan batas usia dalam rekrutmen ASN, bisa dijerat dengan Pasal 266 KUHP dan Pasal 93 dan Pasal 94 UU Administrasi Kependudukan Nomor: 24 Tahun 2013.

“Apalagi jika pemalsuan itu digunakan untuk mendapatkan jabatan atau keuntungan dari negara, bukan pelanggaran etika semata tetapi pidana murni,” sambung Sarhani.
Sebaiknya Mundur
Pemerhati dunia pendidikan, Gunawan Handoko, menyatakan, PNS yang terbukti melakukan pemalsuan data saat masuk CPNS dapat dikenakan sanksi hukum berupa pemberhentian tidak dengan hormat dan pidana penjara.

“Sanksi pidana yang paling mungkin dikenakan adalah pidana penjara sesuai Pasal 263 KUHP, selain dikenakan sanksi disiplin berat sesuai PP Nomor: 94 Tahun 2021,” kata tokoh senior dari PUSKAP Wilayah Lampung itu, Selasa (27/5/2025) malam melalui pesan WhatsApp.

Gunawan Handoko mendorong aktivis pendidikan untuk mengambil langkah hukum dengan melaporkan Eka Afriana ke APH, sehingga persoalannya terurai jelas dan “menyelamatkan” dunia pendidikan Bandarlampung secara umum.

Agar dunia pendidikan tidak gaduh oleh skandal Kadisdikbud Balam ini, Gunawan menyarankan Eka Afriana mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab moral.

“Pengakuan Eka kalau dirinya mengubah data pribadi dengan alasan sering kesurupan, menjadi ketawaan masyarakat. Dan saat ini, integritasnya sebagai Kepala Disdikbud Balam sudah runtuh, sebaiknya dia mundur saja,” tutur Gunawan Handoko.

Sering Kesurupan
Diberitakan sebelumnya, ketika persoalan pemalsua identitasnya –KTP dan akta lahir- dipersoalkan, Eka Afriana membuat pengakuan yang mencengangkan. Yaitu ia sering kesurupan.

Seperti diketahui, kembaran Walikota Eva Dwiana itu ditengarai telah memalsukan setidaknya 2  dokumen pribadinya, yaitu KTP dan akta kelahiran. Kuat dugaan, perubahan dokumen penting yang berisi catatan sah mengenai status dan peristiwa kelahiran dilakukan agar bisa lolos dalam pemberkasan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), tahun 2008 silam.

Sebab, salah satu persyaratan agar bisa diangkat CPNS, maksimal berusia 35 tahun. Jika merujuk tanggal lahir Eka yang sebenarnya (25 April 1970), maka saat proses seleksi CPNS di tahun 2008 usianya melebihi ketentuan (38 tahun). Maka, dirubahlah dokumen KTP dan akta kelahiran menjadi 25 April 1973.

Dugaan pemalsuan itu diperkuat dengan KTP resmi yang dimiliki saudari kembarnya, Eva Dwiana, Walikota Bandarlampung, yang tercatat lahir pada 25 April 1970.

Dikonfirmasi terkait hal itu, Eka justru memberikan keterangan yang mencengangkan. Ia mengaku sengaja merubah identitas dalam KTP dan akta kelahiran karena sakit.

"Saya dulu sering kesurupan dan sakit-sakitan. Itu dulu disaat usia saya 30 tahun. Saya sering kesurupan, ya pokoknya masalah itu terus bergantilah, terus-terus berganti sebelum bapak saya bertanya-tanya. Memang pada saat itu saya seperti agak aneh lo, saya seperti ada temen ngobrol, terus saya bisa ngeliat (indigo, red). Nah, akhirnya bapak saya itu nanya, kalau nama kayaknya nggak mungkin karena nama saya kan cuma dikit. Makanya akhirnya ujung tahun itulah (diganti, red)," ucap Eka terang-terangan.

Bahkan, sampai saat ini Eka mengaku masih sering mengalami kejanggalan diri. "Sekarang pun saya masih, cuma bedanya sekarang saya masih bisa ngontrol, karena saya dipegang sama kyai yang agak lumayan ini," kata dia.
Disinggung apakah itu berkaitan dengan proses CPNS di tahun 2008, tentu saja ia menampik.

"Nggak, karena kan itu cukup jauh sebelumnya. Jadi intinya itu jauh-jauh sebelumnya. Tes CPNS pun, saya nggak merasa bakal diterima. Karena posisi saya saat itu punya bayi. Dan itu ikut-ikut aja. Waktu itu, saya ambil di Waykanan karena ada om saya gitu," jelas dia.

Menurut Eka, ijazah yang digunakan pada saat mendaftar PNS adalah ijazah asli.

Diketahui juga bahwa perubahan akta kelahiran dan dokumen kependudukan baru dilakukan saat Eka berusia 30-an tahun, menjelang pengangkatan ASN di 2008 sesuai dengan nomor induk pegawai.

Dari hal itu, terlihat ada ketidaksinkronan antara ijazah yang tetap mencantumkan tahun lahir asli, sedangkan KTP dan akta sudah diganti.

Gambarannya, jika 2008 dikurangi 1973 mendapat hasil 35. Sedangkan, apabila 2008 dikurangi 1970 mendapat hasil 38. Sementara, 35 tahun adalah batas maksimal pendaftaran CPNS pada waktu itu. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS