![]() |
DR, Reinaldy Amrullah, |
INILAMPUNGCOM- Bukan hanya kelanjutan proses penegakan hukumnya saja yang selama ini dipertanyakan masyarakat, namun keberadaan benda sitaan terkait kasus yang melilit PT Lampung Energi Berjaya (LEB) –uang senilai Rp 84 miliaran, beberapa barang mewah plus 2 unit kendaraan- pun “misterius”.
Pihak Kejati Lampung selalu menutup mulut alias tidak memberi informasi sama sekali bila ditanyakan mengenai keberadaan benda sitaannya dalam skandal dugaan tipikor dana PI 10% di PT LEB sebesar Rp 271 miliar itu.
Untuk kedua kalinya, Rabu (30/4/2025) pagi inilampung.com meminta keterangan Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, mengenai hal tersebut. Namun, seperti pertanyaan pekan sebelumnya, sama sekali tidak mendapat jawaban meski pesan WhatsApp terlihat telah terbaca.
Pertanyaan mengenai keberadaan benda sitaan dalam kasus PT LEB ini perlu disampaikan mengingat beredar berbagai rumor bahwa selama ini bunga bank dari uang sitaan menjadi “hak milik” penyidik. Bahkan ada yang menyatakan jika dari besaran nilai sitaan, penyidik mendapat “jatah” 10%. Rumor yang mendiskriditkan Kejati Lampung inilah yang ingin dikonfirmasikan. Namun sayangnya, pihak Kejati justru menutup informasi.
Menurut praktisi hukum dari FH Unila, Dr. Reynaldi Amrullah, SH, MH, semua barang sitaan disimpan si rupbasan (rumah penyimpanan barang sitaan), dimana pada saat suatu benda ditetapkan sebagai sitaan, maka segala aktivitas dihentikan meskipun penempatannya masih menggunakan lembaga perbankan.
Mengapa begitu? “Karena prinsipnya, tidak boleh ada perubahan terhadap benda sitaan. Tentunya juga tidak boleh digunakan oleh penyidik sekalipun,” tegas Dr. Reynaldi Amrullah, SH, MH, Rabu (30/4/2025) siang, melalui pesan WhatsApp.
Pakar hukum pidana ini menjelaskan, pada prinsipnya penyitaan adalah upaya paksa yang berbeda dan tidak selaras dengan penetapan tersangka dari segi waktunya. Melainkan dalam hal penyidikan, yaitu mengumpulkan bukti-bukti untuk menentukan tersangka.
“Artinya, sepanjang tersangka belum ditetapkan, maka bukti yang ada dianggap belum lengkap menurut penyidik. Batas waktu penindakan perkaranya dimulai dari penyidikan, penetapan tersangka, dan penuntutan yaitu masa kadaluarsa suatu perkara adalah 12 tahun untuk ancaman diatas 6 tahun,” sambungnya.
Meski demikian, Dr. Reynaldi Amrullah melanjutkan, berdasarkan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya murah, sepatutnya pada saat suatu perkara telah ditingkatkan ke penyidikan maka segera ditetapkan siapa tersangkanya.
“Namun, kembali kepada kesiapan bukti-bukti untuk nantinya menjadi alat bukti, karena jangan sampai proses penuntutan di pengadilan akan terganggu atau berakhir dengan putusan bebas akibat kurangnya bukti,” tuturnya lagi.
Harus Penetapan Tersangka
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, menegaskan, penanganan kasus dugaan korupsi pada PT LEByang sudah berbulan-bulan dan telah disertai beragam penyitaan oleh penyidik Kejati Lampungtanpa penetapan tanggung jawab, terindikasi kategori adanya praktik hukum rimba.
Hal itu disampaikan Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, dalam diskusi ringan denganinilampung.com, Selasa (29/4/2025) malam.
Akademisi kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 20 Mei 1969, dengan konsentrasi keilmuan hukum perdata ekonomi dan bisnis ini mengungkapkan, perlu penelusuran apakah penyidik Kejati Lampung dalam melakukan penyitaan atas dana perusahaan yang berbadan hukum (PT LEB), sudah melalui proses yang benar menurut KUHAP.
“Kenapa penelusuran ini penting, karena jika ditinjau dari aspek hukum keperdataan, bahwa PT itu harta kekayaan perusahaan, terpisah dari harta pribadi. Dan terhadap BUMN atau BUMD, pendapat ahli masih terbelah,” ucap Ketua Satuan Pengendali Internal (SPI) Unila ini.
Menurutnya, pendapat pertama terkait hal tersebut adalah bahwa harta PT (BUMN/BUMD) terpisah dari harta negara, walaupun negara sebagai pemegang saham mayoritas sekalipun. Yang berarti, kerugian dan atau peristiwa dimana PT bangkrut, tidak berakibat pada kerugian negara.
“Kalau toh ada, maka analisis mendalam harus dilakukan untuk penetapan kerugian negara. Misalnya, melalui proses audit,” imbuhnya.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa harta PT (BUMN/BUMD) adalah milik negara, yang berakibat jika terjadi kerugian pada perusahaan, -pailit atau bangkrut- menjadi sebuah kerugian negara. Walaupun tetap saja analisis kerugian hanya bisa ditetapkan melalui proses audit oleh auditor negara –BPK/BPKP/KAP-, tidak bisa sertamerta oleh aparat penegak hukum (APH).
Diuraikan, penyitaan atas benda oleh APH dalam proses penyelidikan atau penyidikan, tentunya harus diikuti dengan penetapan tersangka. Atau minimal ada proses penyidikan/penyelidikan yang nantinya akan menetapkan hal tersebut.
“Sehingga secara hukum, apa yang telah disita menjadi barang bukti (sita). Tapi jika tidak ada penetapan tersangka, maka ada hal yang harus dijelaskan kepada publik atas proses penegakan hukum tersebut. Jangan sampai menjadi opini liar di masyarakat seperti selama ini,” tutur akademisi yang diketahui juga sebagai Tenaga Ahli Khusus Pemkot Bandarlampung Bidang Hukum dan Sosial Budaya ini.
Kondisi Babak Belur
Diketahui bahwa saat ini anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU) itu kondisinya babak belur. Bukan saja karena tengah berkasus dugaan tipikor dana PI 10% senilai Rp 271 miliar yang terus digantung proses hukumnya oleh Kejati Lampung setelah berhasil menyita uang Rp 84miliar, tetapi juga kantor perusahaan yang berada di kawasan Pahoman, Bandarlampung, dikabarkantelah habis masa kontraknya. Pegawai yang selama ini ada, sekitar 10 orang, sudah mengundurkan diri pula.
Praktis yang tersisa saat ini hanya 2 orang saja. Yaitu Dirut PT LEB, Hermawan, dan sekretaris perusahaan. Hermawan –yang berdomisili di Jakarta- menurut penelusuran, sudah jarang menampakkan muka di kantornya. Sebelumnya, Direktur Umum Budi Kurniawan telah lebih dulu “minggir dari gelanggang” dengan mengajukan pengunduran diri.
Bagaimana dengan komisaris PT LEB? Diketahui masa tugas Heri Wardoyo sebagai satu-satunya komisaris PT LEB telah habis masa tugasnya bulan November 2024 lalu. Sedangkan periodesasi direksi sampai akhir tahun 2025 ini. (kgm-1/inilampung)