Cari Berita

Breaking News

KPK Dikabarkan Bidik Dosen Jual Beli Nilai di UIN RIL

Dibaca : 0
 
Editor: Rizal
Senin, 05 Mei 2025

 

UIN Raden Intan Lampung (ist/inilampung)

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Meruyaknya kabar ada dugaan praktik jual beli nilai di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) –dengan bukti awal transferan ke rekening oknum dosen setempat- diam-diam tengah dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Sumber inilampung.com Sabtu (3/5/2025) mengungkapkan, seiring mencuatnya aksi dugaan jual beli nilai dengan terungkapnya bukti transferan sejumlah dana ke rekening oknum dosen UIN RIL, KPK dikabarkan membentuk tim untuk menyelidiki persoalan tersebut.


“Ini bukan soal nominal, tetapi adanya dugaan praktik gratifikasi. Saya dapat kabar, KPK sedang membidik oknum dosen yang namanya disebut-sebut menerima transferan sejumlah dana dalam praktik jual beli nilai,” tutur sumber itu melalui telepon.


Ia menambahkan, pihak Kementerian Agama RI melalui Inspektur Jenderal juga akan menurunkan tim ke UIN RIL guna mengurai persoalan dugaan jual beli nilai yang dimainkan oleh 2 oknum dosen. 


Sementara, inilampung.com Sabtu (3/5/2025) siang mendapat bukti baru dalam kasus dugaan jual beli nilai di UIN RIL. Seorang oknum dosen berinisial Z diketahui pada 19 Agustus 2022 menerima transferan dana Rp 100.000, dilanjutkan pada 26 September 2022 ia mencatatkan: nilai 80 80 80 = 240/80/A.  


Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, mengimbau guru dan dosen untuk menolak segala bentuk gratifikasi. Karena pemberian dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatan atau layanan pendidikan bukanlah rejeki, melainkan tindak pidana korupsi.


“Kita juga mengingatkan bagaimana menyosialisasikan gratifikasi itu, bahwa itu bukan rejeki. Harus dibedakan mana rejeki, mana gratifikasi,” kata Wawan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 di Gedung C1 KPK, Jakarta, Jum’at (2/5/2025) kemarin.


Menurutnya, setiap 3 bulan sekali KPK melakukan webinar bersama guru dan dosen untuk meningkatkan kapasitas mengenai antikorupsi.


“Termasuk kepala sekolahnya juga demikian, dosen-dosennya demikian. Nanti kurang lebih tanggal 15 Mei 2025 ada webinar khusus untuk dosen-dosen antikorupsi se-Indonesia,” jelasnya.


Mahasiswa Objek Pungli

Sebelumnya diberitakan, berbagai praktik pungli yang menjadikan mahasiswa UIN RIL sebagai objek, semakin tahun kian menjadi. Bahkan layak disebut telah melegenda.


Mulai dari sidang skripsi (munaqosah), fieltrip, parkir, dan masih banyak lagi adalah “lahan subur” terjadinya praktik pungli. Ironisnya, kegiatan menyimpang itu bak kelaziman. 


Berdasarkan penelusuran inilampung.com, beberapa petinggi UIN RIL saat ini, diketahui menerima transferan dari mahasiswa ketika yang bersangkutan mengikuti sidang skripsi. Dan, petinggi UIN tanpa segan –apalagi malu- memberikan nomor rekeningnya, dan kemudian mahasiswa bersangkutan, mentransfer. 


Mengenaskannya, praktik pungli bermodus memberi nilai ini, angkanya sangat-sangat memalukan. Hanya antara Rp 100.000 sampai Rp200.000 saja. Berdasarkan data inilampung.com, pada 18 November 2020 silam, seorang mahasiswa mentransfer sebesar Rp 100.000 ke tenaga pengajar berinisial WJ melalui rekening BRI 009801.055032.xx.x (yang diberikan oleh dan atas nama WJ), dengan catatan untuk: berita acara.


 Sebelumnya, di tanggal 4 November 2020, mahasiswa itu menge-chat yang bersangkutan: “Ass prof, mintak nilai”. Dijawab: “80 dr sy.”


Lalu ada komunikasi melalui WhatsApp tanggal 30 Desember 2020, dimana WJ menyatakan: untuk berita acara, nilai dr sy 80. Siangnya, mahasiswa bersangkutan mentransfer lagi Rp 100.000. Dan melapor: “prof sudah terkirim”. Dibalas: “Trmksh”.


Masih aksi pungli yang dimainkan WJ bermodus nilai skripsi, pada 16 April 2021 ia menerima transferan Rp 200.000 untuk berita acara. Dan pada 26 Februari 2021, WJ yang kini petinggi utama UIN RIL menerima transferan ke rekening BRI-nya sebesar Rp 200.000. Sebelumnya ada komunikasi dari mahasiswa: “nilai prof”. WJ menjawab: “Yg pertama td pagi 78, yg sekarang 80.”


Bukan hanya WJ yang diketahui menerima transferan dari mahasiswa terkait sidang skripsinya. Ada juga salah seorang petinggi UIN saat ini yang sejak lama “bermain kotor” tersebut, berinisial SD. Setidaknya 3 kali ia menerima kompensasi uang alakadarnya atas pemberian nilai sebagai penguji.


Juga ke rekening BRI dengan nomor: 009801068925xxx atas nama dosen yang pernah menjabat kepala jurusan tersebut. Pada 28 Juli 2021 ia mendapat kiriman Rp 100.000. 


Pengirimnya menulis: “Sudah terkirim pak”. Dijawab: “Kok dikit amat”. Pengirimnya menambah kalimat: “Jumat ad lg sebagai ketua”. 30 Juli 2021, SD memberi nilai 85 kepada yang bersangkutan. Siangnya, ditranfer ke rekening ketua penguji itu Rp 100.000 lagi. 


Mahasiswa yang mengirim dana pungli melapor: “sudah ya pak”. SD menjawab dengan emot yang ada kalimatnya: “Hmmm sudah kuduga.” Ada lagi transferan Rp 100.000 di 16 Agustus 2021, setelah ia memberi nilai 85. Kembali SD memberi komentar: “dikit amat”.


Masih ada beberapa data lain yang mengungkap fakta adanya praktik pungli yang dilakukan petinggi UIN sebagai penguji skripsi bagi mahasiswanya sendiri. 


Lalu apa komentar pihak UIN RIL atas persoalan ini? Rektor Prof Wan Jamaluddin yang dihubungi melalui WhatsApp pada Minggu (27/4/2025) malam silam, tidak memberi respon sekali. Pun Humas UIN Anis Handayani yang dimintai konfirmasi melalui WhatsApp Senin (28/4/2025) siang lalu, hingga berita ini ditayangkan tidak memberi jawaban.


Menyurati BPK RI

Sementara itu, Persatuan Alumni dan Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung (PAMAN UIN RIL) diketahui beberapa waktu lalu telah mengirimkan surat kepada BPK RI.


Dalam suratnya, PAMAN UIN RIL meminta agar pemeriksaan keuangan pada kampus UIN benar-benar dapat dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh. Mengingat sudah cukup banyak persoalan pengelolaan keuangan di lembaga pendidikan keagamaan itu yang disinyalir tidak sehat atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.


Menurut penelusuran inilampung.com, ada beberapa persoalan yang disampaikan PAMAN UIN RIL ke BPK RI.


Pertama: Mengenai banyaknya pungli terhadap mahasiswa. Kedua: Banyaknya pungli pada satker atau fakultas pada semua kegiatan selama ini dengan jumlah relatif besar.  


Ketiga: Mengenai proyek-proyek fisik yang tidak bermanfaat dan tidak ada sangkutpautnya dengan kualitas dunia pendidikan. Keempat: Penyewaan kantin yang cukup mahal namun tidak berdampak pada kemajuan kampus, diduga perolehan dana sewa dipergunakan untuk kepentingan pribadipimpinan kampus. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS